id
stringlengths 36
36
| url
stringlengths 46
109
| text
stringlengths 5k
1.51M
|
---|---|---|
c086c5b0-cefb-4c2d-9c50-d08c247dfdac | http://jurnal.itsm.ac.id/index.php/relasi/article/download/65/53 |
## BAB I. PENDAHULUAN
## 1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian yang digunakan sebagai sumber nafkah tradisional sepertinya mulai semakin ditinggalkan oleh masyarakat pedesaan, hal ini terbukti dengan banyaknya lahan yang tidak produktif karena pada dasarnya sektor pertanian dianggap kurang memberikan pengembangan ekonomi yang baik sehingga para petani lebih
banyak yang melakukan urbanisasi ke kota atau memilih bekerja sebagi TKI di luar negeri. Solusi yang diharapkan dapat membantu masalah ini adalah mengembangkan industri kecil di pedesaan agar tetap bertahan dan terus tumbuh. Hal ini disebabkan industri kecil berperannyata dalam menciptakan lapangan kerja baru, sumber daya, dan jasa-jasa turut sertamempercepat pertumbuhan ekonomi nasional (Putra,
## RELASI MODAL SOSIAL DAN DAYA TAHANUSAHA INDUSTRI KECIL DI KABUPATENPROBOLINGGO
1 Ahmad Sauqi dan 1 Amin Pudjanarso 1 Dosen STIE Mandala Jember sauqi@stie-mandala.ac.id
## ABSTRACT
Small industries developed in the hope of reducing the amount of productive forces which will flow into the city, so that the rural economy will move and create jobs and increase income for the community. Small industries experiencing positive growth due to: First, the small business sector is able to survive in the face of the global economic crisis that is relatively unaffected, even still able to grow. Secondly, there is the possibility of large and medium-sized business sector who drowned in floods global economic crisis which eventually shifting economic activity to small businesses. Given the tremendous contribution in the development of small industries that spur economic growth, the government and the community should work to support and maintain it. The ability of small industries to survive and contribute actively to the economic growth due to the effort required by the public for their survival. To determine the forms of social capital in economic activity of small industries that affect the resilience of the business, the process of transformation of social capital into economic capital and social capital design that is ideal for industrial development. This study, using a qualitative approach with domain approach and taxonomy.
Keywords: Social Capital, Small Industries, Endurance
2003:253). Melihat potensi besar yang dimiliki, industri kecilmengalami pertumbuhan yang positif menurut Yustika(2007:18)dikarenakan: Pertama, sektor usaha kecil lebih mampu bertahan dalam menghadapi badai krisis ekonomi sehingga relatif tidak terpengaruh, bahkantetap bisa tumbuh. Kedua, terdapat kemungkinan sektor usaha besar dan menengah
banyak mengalami penurunan keuntungan (mengalami kerugian) akibat krisis ekonomi global pada dekade terakhir ini.Modal sosial yang tinggi berkaitan erat dengan kualitas modal manusia yang handal dan modal sosial barulah bernilai ekonomis kalau dapat membantu individu atau
kelompok.Produk relasi mata rantai modal sosial sesama pelaku usaha bisnis industri kecil dapat dilihat pada
Gambar 1.1 berikut ini. Gambar 1.1 Mata rantai modal sosial pada usaha industri kecil
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keragaan industri kecil dilihat dari karakteristik usaha dan kemampuan mengelola pasar di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo? 2. Bagaimana bentuk dan
karakteristik modal sosial dalam kegiatan ekonomi industri kecil di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo?
3. Bagaimana desain pengem- bangan modal sosial untuk industri kecil di Kecamatan
Pajarakan Kabupaten Probolinggo?
## BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
## 2.1. Landasan Teori
Teori modal sosial awalnya dipicu oleh tulisan Pierre Bourdie “ Le capital Social: Notes Povisoires ” pada tahun 1970 namun tidak banyak ilmuwan yang menaruh perhatian karena publikasinya menggunakan bahasa
Perancis. Mereka baru menaruh perhatian tentang konsep modal sosial melalui tulisan Coleman pada tahun 1988 yang ditulis pada jurnal American Journal of Sociology yang berjudul “ social capital in the creation of human capitai ” yang akhirnya meyakinkan semua pihak
RELASI MODAL SOSIAL PENGUSAHA INDUSTRI KECIL PEMASOK BAHAN BAKU ( PENGEPUL ) KONSUMEN ( MASYARAKAT ) PEMASOK BAHAN BAKU ( PETANI ) PEMASARAN INDURSTRI KECIL OLEH PELAKU USAHA
bahwa Colemanlah ilmuwan pertama yang mem-perkenalkan
konsep modal sosial (Yustika, 2008:178).Untuk men-dapatkan gambaran mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini maka
diperlihatkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
## BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
## 3.1Tujuan Penelitian
1. Untuk
mendeskripsikan
keragaan industri kecil dilihat dari karakteristik usaha,
kemampuan mengelola pasar di
Kabupaten Probolinggo(studi kasus UKM di Kecamatan Pajarakan).
2. Untuk menganalisis bentuk dan karakteristik modal sosial dalam kegiatan ekonomi industri di Kabupaten Probolinggo(studi kasus UKM di Kecamatan Pajarakan ). 3. Untuk mendeskripsikan desain pengembangan modal sosial untuk industri kecil di Kabupaten Probolinggo(studi kasus UKM di Kecamatan Pajarakan).
3.2 Manfaat Penelitian
1. Memberikan kontribusi
kepada pengusaha industri kecil dalam mengelola usahanya agar tetap menjaga hubungan yang berlandaskan pada modal sosial yang terjalin selama ini. Sehingga terus mempertahankan usaha mereka serta semakin meningkatkan produksi dengan melakukan inovasi-inovasi baru tanpa merubah ciri khas dan keunikan olahan industri kecil yang ada.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dan juga bahan informasi kepada
Usaha Industri Kecil
Modal Ekonomi Modal Sosial Modal Manusia Resiproritas Kepercayaan
Jaringan Norma
Net work view ( Hubungan vertikal dan horizontal antar masyarakat dalam komunitas )
Bentuk modal sosial
Transformasi modal sosial ke modal ekonomi Desain modal sosial yang ideal
Daya tahan usaha industri kecil
Gambar 2.1. Skema kerangka pemikiran dalam penelitian
pihak-pihak yang ber- kepentingan dalam usaha
industri kecil agar ikut serta menjalankan usahanya dengan memfungsikan modal sosial sebagai modal yang
dapatmenunjang kegiatan usaha mereka, sehingga dapat berhasil dan memiliki daya tahan yang kuat.
3. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah Kabupaten Probolinggo agar membuat kebijakan dan keputusan dalam hubungan peningkatan usaha industri kecil, agar tetap
diperhatikan setiap gerak kegiatannya, agar tetap ada koordinasi positif
antara pengusaha industri kecil dan pemerintah, maka akan tercipta suatu hubungan yang saling menguntungkan.
## BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam konteks penelitian ini fenomena khusus yang hendak diteliti adalah fenomena sosial yang berhubungan dengan perilaku dan
interaksi sosial masyarakat pada kasus
UKM di Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo yang menjadi tempat aktifitas kegiatan usaha industri kecil.
## 4.2 Fokus Penelitian
Penentuan fokus suatu penelitian memiliki dua tujuan. Pertama, penetapan fokus membatasi studi yang berarti bahwa dengan adanya fokus, penentuan tempat penelitian menjadi lebih layak. Kedua, penentuan fokus secara efektifmenetapkan kriteria untuk menjaring informasi yang mengalir masuk.
4.2.1Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di
Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Pemilihan lokasi ini
didasarkan pada kepadatan penduduk dan jumlah industri kecil yang ada.
## 4.2.2Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen foto dan data statistik.
4.2.3Informan
Informan pertama dipilih secara sengaja (purposive). Dalam purposive
sampling pemilihan sekelompok subyek didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang diketahul sebelumnya (Sutrisno, 1983:82). 4.2.4Peristiwa
Peristiwa dalam penelitian ini
adalah kejadian-kejadian yang berkaitan dengan masalah-masalah
yang diteliti di lapangan.
4.2.5 Dokumen Pengertian dokumen
dalam penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan fokus penelitian.
4.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif dilaksanakan
sampai pada tingkat kejenuhan (saturated) informasi awal, mereka yang menguasai data-data yang akan dipilih, calon ini akan berkembang kecalon-calon informan berikutnya.
4.4 Teknik Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis Domain dan
analisis Taksonomi. Analisis Domain adalah suatu kategori pengertian budaya yang memasukkan kategori-
kategori yang lebih kecil lainnya.Selanjutnya untuk analisis taksonomi dimaksudkan untuk memperjelas istilah atau bagian perilaku dalam domain khusus, serta untuk menemukan bila dan bagaimanakah istilah/bagian perilaku itu secara sistimatis diorganisasikan atau dihubungkan.
## 4.5Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunities dan Threats ) merupakan salah satu teknik analisa yang digunakan dalam mengintepretasikan wilayah perencanaan, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks dimana faktor eksternal dan internal memegang peran yang sama pentingnya.
Analisis SWOT ini berguna
apabila suatu kawasan akan dikembangkan dengan mengkaji semua
Tabel 5.1: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kemudahan Memperoleh Bahan
Baku Tahun 2013
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative Percent Valid Cukup sulit 1 2,5 2,5 2,5 Mudah 14 35,0 35,0 37,5 Sangat mudah 25 62,5 62,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013
aspek yang memengaruhi berupa potensi dan permasalahandari lingkup internal dan eksternal. Kajian ini menggunakan analisisSWOTyang hasilnya
akanmenjadibahandalam penyusunan
konsep, strategi, dan rencana pengembangan.
## BAB V. ANALISIS DATA DAN
## PEMBAHASAN
5.1
Analisis Data
5.1.1 Keragaan Industri Kecil 5.1.1.1 Karakteristik Usaha
Berdasarkan pengamatan di lapang 97,5% responden merasa tidak mengalami kesulitan memperoleh bahan baku, hanya
sekitar 2,5% responden merasa cukup kesulitan dalam memperoleh bahan baku.
Keragaan industri di Kecamatan Pajarakan Probolinggo ditinjau dari potensi pasarnya memiliki pasar yang potensial karena 30 orang dari
40 responden atau 75% responden menyatakan bahwa potensi pasarnya
adalah
potensial.
Berdarkan data dari lapang yang telah diolah terdapat 15 persen penetrasi pasar cukup mudah, 70% mudah, dan 15% sangat
mudah. Dari data ini menunjukkan bahwa dalam melakukan penetrasi pasar para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo tidak mengalami masalah yang terlalu berat dan hal ini merupakan suatu kebaikan yang harus selalu dipertahankan oleh Tabel 5.2: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Tingkat Komersialisasi yakni Potensi Pasar Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Kurang Potensial 1 2,5 2,5 2,5 Cukup Potensial 2 5,0 5,0 7,5 Potensial 30 75,0 75,0 82,5 Sangat Potensial 7 17,5 17,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013
Tabel 5.4: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat Teknologi Proses Produksi Tahun 2013
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sederhana 22 55,0 55,0 55,0 Semi Sederhana 17 42,5 42,5 97,5 Modern 1 2,5 2,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013 Tabel 5.3: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Tingkat Komersialisasi yakni Kemampuan Penetrasi Pasar Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup Mudah 6 15,0 15,0 15,0 Mudah 28 70,0 70,0 85,0 Sangat Mudah 6 15,0 15,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013
para pelaku industri kecil di daerah ini. Umumnya usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo menggunakan teknologi produksi yang sederhana. Hal ini tampak dari pengamatan bahwa sekitar 55% mereka menggunakan teknologi yang sederhana. Proses produksi yang sederhana bisa mempunyai kelemahan yakni mudah ditiru dalam arti tidak mempunyai karakter monopoli alamiah.
## 5.1.1.2 Karakateristik Pasar Produk Industri Kecil
Kajian ini karakteristik pasar produk industri kecil mempunyai indikator antara lain dalam konteks pengaruh waktu, pengaruh tempat, harga produksi, layanan pasar,dan
informasi pasar. Usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo yang tidak berpengaruh pada waktu ada 32,5% dari keseluruhan responden, untuk 67,5% dari responden menyatakan bahwa usaha kecil mereka berpengaruh pada waktu. Sejumlah 37,5% lokasi produksi cukup mendukung, 50% mendukung dan 5% sangat mendukung.
Berdasarkan pengamatan di lapang dilihat kualitas produksi hasil industri kecil di Pajarakan Probolinggo termasuk baik.
Tabel 5.5: Keragaan Pasar Produk Industri Kecil Sampel dilihat dari Karakteristik Waktu Tahun 2013
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
Tidak Berpengaruh 13 32,5 32,5 32,5 Cukup Berpengaruh 16 40,0 40,0 72,5 Berpengaruh 9 22,5 22,5 95,0 Sangat Berpengaruh 2 5,0 5,0 100,0 Total 40 100,0 100,0
Sumber: Data primer diolah tahun 2013
Tabel 5.6: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Lokasi Produksi dan Terhadap Pasar Tahun 2013
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup Mendukung 15 37,5 37,5 37,5 Mendukung 20 50,0 50,0 87,5 Sangat Mendukung 5 12,5 12,5 100,0 Total 40 100,0 100, 0
Kemampuan melayani konsumen memiliki persentase 40% (cukup melayani keinginan konsumen dan 57,5% (sesuai keinginan konsumen).
## 5.1.1.3 Kemampuan Mendapatkan
## Informasi Selera Konsumen
Berdasarkan pengolahan
hasil penelitian terdapat 45% para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah cukup mampu memahami selera pasar, 42,5% sudah mampu memahami selera pasar,40% cukup mampu mengelola informasi
tentang harga sedangkan yang sangat memahami informasi tentang harga hanya 12,5%. Tabel 5.7: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kualitas Produksi Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Cukup Standart 20 50,0 50,0 50,0 Sesuai Standart 20 50,0 50,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013
Tabel 5.8: Keragaan Industri Kecil dilihat dari Kemampuan
Melayani Konsumen Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid cukup melayani keinginan konsumen 16 40,0 40,0 40,0 sesuai keingan konsumen 23 57,5 57,5 97,5 melebihi harapan konsumen 1 2,5 2,5 100,0 Total 40 100,0 100,0
## Sumber: Data primer diolah tahun 2013
Tabel 5.9: Keragaan Industri Kecil dilihat Kemampuan menggali Informasi Tentang Rasa/Rupa yang dimaui Konsumen Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid cukup memahami selera pasar 18 45,0 45,0 45,0 mampu memahami selera pasar 17 42,5 42,5 87,5 sangat mampu memahami selera pasar 5 12,5 12,5 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber: Data primer diolah tahun 2013
5.1.2 Bentuk-Bentuk Modal Sosial
Industri Kecil 5.1.2.1 Resiprositas
## (Hubungan
## Timbal Balik)
Resiprositas adalah modal sosial yang diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu. Terdapat 45% responden sangat percaya dengan adanya hubungan timbal balik.
## 5.1.2.2 Kepercayaan ( Trust )
Kepercayaan atau trust pada pelaku usaha industri kecil di Kecamatan Pajarakan Probolinggo menunjukkan bahwa 45% responden sangat percaya,hanya 17,5% responden yang kurang percaya terhadap adanya peningkatan usaha sebagai akibat adanya trust.
Tabel 5.10: Keragaan Industri Kecil dilihat Kemampuanmenggali Informasi Tentang Harga yang Diingini Konsumen Tahun 2013
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid cukup mampu memahami informasi tentang harga 16 40,0 40,0 40,0 mampu memahami informasi harga 18 45,0 45,0 85,0 sangat memahami informasi tentang harga 6 15,0 15,0 100,0 Total 40 100,0 100,0 Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Tabel 5.11: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat dari Kemampuan dan kepercayaan terhadap interaksi timbal balik Tahun 2013
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang percaya 7 17,5 17,5 17,5 cukup percaya 11 27,5 27,5 45,0 percaya 4 10,0 10,0 55,0 sangat percaya 18 45,0 45,0 100,0 Total 40 100,0 100,0
Sumber: Data primer diolah tahun 2013
## 5.1.3 Analisa SWOT
Hasil dari analisis SWOT disajikan pada Tabel IFAS dan EFAS berikut ini.
Tabel 5.12: Keragaan Industri Kecil Sampel dilihat
dari Kemampuan dan Kepercayaan terhadap interaksi timbal balik Tahun 2013 Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid kurang percaya 7 17,5 17,5 17,5 cukup percaya 11 27,5 27,5 45,0 percaya 4 10,0 10,0 55,0 sangat percaya 18 45,0 45,0 100,0
Sumber: Data primer diolah tahun 2013
Tabel 5.13: IFAS Daya Tahan Usaha Industri Kecil
Faktor-Faktor
Strategi Internal BobotRating Bxr
Kekuatan Keadaan industri dalam mendapatkan bahan baku 0.3 4 1.2 Keberadaan lokasi industri terhadap pasar 0.3 3 0.9 Kualitas hasil industri 0.2 3 0.6 Pelayanan terhadap konsumen 0.2 3 0.6 FSub Total 1 3.3 Kelemahan Teknologi yang digunakan dalam proses produksi 0.5 1 0.5 Pengaruh waktu terhadap industri 0.5 2 1 Sub Total 1 1.5 Total 1.8 Sumber: Analisis Data Tabel 5.14: EFAS Daya Tahan Usaha Industri Kecil Faktor-Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bxr Peluang Trus dalam pengembangan industri 0.3 4 1.2 Resiprositas dalam pengembangan industri 0.3 4 1.2 Potensi pasar terkait hasil industri 0.2 3 0.6 Penetrasi pasar 0.2 3 0.6 Sub Total 1 3.6 Ancaman Memahami harga yang diinginkan konsumen 0.5 3 1.5 Memahami selera konsumen 0.5 3 1.5 Sub Total 3 Total 0.6 Sumber: Analisis Data
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari tabel IFAS dan EFAS maka nilai-nilai yang diperoleh yaitu sebagai berikut:
Gambar 5.1 Strategi Pengembangan Strategi pengembangan agresif dapat diterapkan, titik koordinat menunjukkan nilai (1.8, 0.6) yaitu pada kuadran 1 dimana ini merupakan situasi yang sangat baik karena ada kekuatan yang dimanfaatkan untuk meraih peluang yang menguntungkan.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa usaha industri kecil di Kecamatan Pajarakan
Probolingo 97,5% responden merasa tidak
mengalami kesulitan memperoleh bahan baku, ditinjau dari potensi pasarnya,usaha industri kecil di Pajarakan memiliki pasar yang potensial karena 30 orang dari 40 responden atau 75% responden menyatakan bahwa potensi pasarnya adalah potensial, mengenai penetrasi pasar terdapat terdapat 15% penetrasi pasar cukup mudah,70% mudah, dan 15% sangat mudah, teknologi dalam mengolah industri masih sederhana hal ini ditunjukkan dengan angka 55% pelaku usaha industri kecil di
Pajarakan Probolinggo masih menggunakan teknologi yang sederhana.
Karakteristik pasar produk industri kecil mempunyai indikator antara lain dalam konteks pengaruh waktu, pengaruh tempat, harga produksi, layanan pasar dan informasi pasar. Usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo yang tidak berpengaruh pada waktu ada 32,5% dari keseluruhan responden, untuk 67,5%dari
Sumbu X X = Kekuatan + Kelemahan = 3.3+ (-1.5) = 1,8 Sumbu Y Y = Peluang + Ancaman = 3.6 + (-3) = 0.6
responden menyatakan bahwa usaha kecil mereka berpengaruh pada waktu,angka ini memang pantas karena mayoritas masyarakat pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo bergerak dalam bidang usaha pengolahan hasil laut seperti ikan teri,udang, dan pembuatan terasi. Dari sisi lokasi usaha secara umum termasuk baik atau dengankata lain usaha
industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah memiliki lokasi usaha yang mendukung. Sejumlah
37,5% lokasi produksi cukup mendukung,50% mendukung dan 5% sangat mendukung,hal ini menandakan bahwa para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah cukup mengerti pentingnya lokasi usaha yang berdekatan dengan pasar untuk memasarkan produksi mereka.
Kualitas produksi hasil industri kecil di pajarakan termasuk baik, hal ini terbukti bahwa 50% produksi industri kecil tersebut berkualitas cukup standar dan 50% bahkan sesuai standar. Dilihat dari kemampuan melayani konsumen usaha kecil di daerah Pajarakan Probolinggo memiliki persentase 40% (cukup melayani keinginan konsumen)dan 57,5%(sesuai keinginan
konsumen ),berdasarkan data ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo memang benar-benar berupaya dalam rangka memenuhi harapan atau keinginan dari konsumen atas produk yang diciptakan.
Pelaku bisnis yang memahami selera konsumen
memiliki kemungkinan lebih besar dalam meraih kesuksesan berbisnis, karena bagaimanapun kepuasan konsumen adalah hal utama yang akan berdampak pada setiap perkembangan suatu usaha. Berdasarkan pengolahan hasil penelitian terdapat 45% para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo sudah cukup mampu memahami selera pasar, 42,5% sudah mampu memahami selera pasar, untuk pengelolaan informasi mengenai harga 40% pelaku usaha industri kecil di Pajarkan Probolinggo cukup mampu mengelola informasi sedangkan yang sangat memahami informasi tentang harga hanya 6%.
Resiprositas adalah modal sosial yang diwarnai oleh kecenderungan saling
tukar kebaikan antar individu dalam
suatu kelompok atau antar kelompok. Berdasarkan penyebaran kuesioner membuktikan bahwa para pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo 45% respondennya sangat percaya dengan adanya hubungan timbal balik,ini menunjukkan bahwa masyarakat pelaku usaha industri kecil saling mengadakan hubungan erat terkait dengan para pemasok bahan baku maupun para pedagang yang membeli produk mereka untuk kemudian dijual lagi. Mengenai kepercayaan (trust) usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo terdapat 45% responden sangat percaya,hanya 17,5% responden yang kurang percaya.
## BAB VI. KESIMPULAN DAN
SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: Usaha industri kecil di Kecamatan Pajarakan Probolinggo tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, potensi pasarnya potensial,penetrasi pasarnya juga tergolong mudah,namun dari segi penggunaan teknologi dalam proses
produksi masih sederhana, usaha kecil mereka berpengaruh pada waktu,lokasi usaha mereka cukup mendukung untuk pengembangan usaha kedepannya,kualitas hasil produksi cukup baik dan dari segi pelayanan kepada konsumen juga sudah baik. Pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo juga sudah mampu memahami selera pasar dan juga mampu memahami informasi mengenai harga yang diinginkan pasar. Mengenai resiprositas dan trust masyarakat pelaku industri kecil di Pajarakan Probolinggo percaya bahwa hubungan timbal balik dan kepercayaan dapat meningkatkan usaha mereka.
Pembangunan modal sosial
dalam bentuk pemeliharaan hubungan baik antar teman, saudara, dan tetangga dapat menciptakan perkembangan usaha industri kecil semakin pesat disebabkan akan banyak kemudahan yang didapat baik dari segi memperoleh bahan baku, saat proses produksinya serta pemasarannya. Modal sosial berupa resiprositas dan trust dapat memberikan ketahanan pada usaha industri kecil dan hal ini terbukti dengan banyaknya usaha industri kecil
yang tidak gulung tikar saat negara mengalami krisis ekonomi.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
dikemukakan saran-saran khususnya untuk pelaku usaha industri kecil serta beberapa lembaga yang terkait dalam usaha industri kecil sebagai berikut:
Pelaku usaha industri kecil di
Pajarakan Probolinggo perlu pengembangan dalam hal penggunaan teknologi produksi, mengingat masih
banyaknya pelaku industri kecil yang masih menggunakan teknologi sederhana dalam proses produksinya maka perlu adanya pendampingan dengan upaya membangun kemitraan dalam menyediakan alat-alat produksi yang akan lebih mendukung kelancaran produksinya, pelatihan dalam hal finishing (packing) produk juga perlu diberikan pelatihan agar produk lebih tinggi nilai jualnya. Terakhir,
diharapkan pelaku usaha industri kecil di Pajarakan Probolinggo agar selalu berinovasi dalam menciptakan produk hasil olahannya serta berusaha tetap membina hubungan baik dengan penyedia bahan baku, para pekerja
serta para pemasar dari produk hasil olahannya.
## DAFTAR PUSTAKA
Yustika. A. E. 2007. Perekonomian Indonesia Satu Dekade Pasca krisis Ekonomi.
BPFE Universitas Brawijaya. Malang. Yustika. A, E. 2008. Ekonomi
Kelembagaan Definisi, Teori, dan Strategi.
Bayumedia
Publishing. Malang.
|
56f32b85-0316-4370-8561-40052472e463 | http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA/article/download/3479/2392 | © 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
## PENGARUH MORAL PAJAK, KETAATAN PADA PERATURAN PERPAJAKAN DAN PERILAKU TIDAK ETIS TERHADAP PRAKTIK PENGGELAPAN PAJAK
Mohd. Idris Dalimunthe (1 , Alistraja Dison Silalahi (2
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Medan Area Program Studi Akuntansi, Universitas Muslim Nusantara Alwasliyah E-mail: idris@staff.uma.ac.id
## ABSTRAK
Penghindaran pajak memengaruhi bagaimana sumber daya dialokasikan di pasar yang sempurna dan menghambat kemajuan, terutama dalam hal membangun infrastruktur. Di hampir semua negara berkembang, penghindaran pajak tersebar luas. Pengurangan basis pajak untuk pajak penghasilan sebagai akibat dari penggelapan pajak, juga menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak secara signifikan yang sebenarnya dapat digunakan untuk menurunkan defisit anggaran negara. Penelitian ini menyelidiki apakah kepatuhan pajak, moral pajak, dan perilaku tidak etis berdampak pada penggelapan pajak. UMKM Pusat Industri Kecil di Kota Medan dijadikan objek kajian. Temuan menunjukkan bahwa kemungkinan penggelapan pajak meningkat dengan penurunan moral pajak. Kepatuhan terhadap undang-undang perpajakan biasanya mengurangi kejadian tersebut.
Keyword : Ketaatan Pada peraturan perpajakan, Moral pajak, Perilaku tidak etis, Praktik penggelapan pajak
## PENDAHULUAN
Ketersediaan infrastruktur
fundamental sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Ini bisa menjadi alasan pemerintah selalu mencari cara baru untuk mengumpulkan uang untuk pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Untuk memenuhi dan memahami tanggung jawab sosialnya kepada rakyat, pemerintah membutuhkan uang.
Infrastruktur dan layanan sosial hanyalah sebagian kecil dari kewajiban sosial ini. Untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat diperlukan dana yang sangat besar, dan uang tersebut tidak dapat dihasilkan hanya dari masyarakat atau bahkan masyarakat itu sendiri. Untuk memenuhi banyak kebutuhan dasar rakyatnya dan memberi manfaat bagi mereka, pemerintah harus mengumpulkan dana yang diperlukan.
Fagbemi
et al. (2010) mendefinisikan perpajakan sebagai suatu
tata cara atau mekanisme yang mewajibkan suatu masyarakat atau sekelompok orang untuk memberikan sumbangan dalam jumlah dan cara yang disepakati untuk digunakan guna melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan dalam suatu masyarakat. Jelas bahwa uang yang terkumpul melalui pajak akan membantu seluruh masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh (Nwokoye, G. A.Rolle, 2015). Pajak sebagai pengumpulan uang atau dana oleh otoritas pemerintah untuk kepentingan kesejahteraan umum. Selain itu, Nightingale (1997) mengatakan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas penggalangan dana. Menurut penelitian yang disebutkan di atas, itu juga layak wajib pajak.
Penelitian yang disebutkan di atas juga mencapai kesimpulan bahwa sementara pembayar pajak mungkin tidak mendapatkan keuntungan langsung dari pajak mereka, masyarakat umum atau warga negara dapat melakukannya dengan
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
mendapatkan akses atau memanfaatkan sumber daya jaminan sosial, kesehatan, dan pendidikan. Menurut penelitian (Hutama, 2015) pajak merupakan sumber pendanaan yang signifikan bagi suatu negara. Mengingat betapa pentingnya pajak bagi negara, sulit untuk membayangkan skenario di mana kode pajak suatu negara tidak berdampak pada perilaku masyarakat.
## LANDASAN TEORI MORAL PAJAK
Moral disebut sebagai nilai pribadi atau prinsip panduan untuk menentukan apakah suatu tindakan itu benar atau salah dalam filsafat etika. Mengikuti alur penalaran ini, kepatuhan individu terhadap nilai atau prinsip tertentu juga akan berdampak pada apakah mereka memilih untuk membayar pajak atau tidak. Religiusitas adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kualitas atau gagasan ini ketika dikaitkan dengan agama tertentu. Menurut Johnson, religiositas adalah sejauh mana orang mematuhi agama mereka dan iman mereka dan mengamalkan ajarannya sedemikian rupa sehingga sikap dan perilaku mereka merupakan cerminan dari pengabdian ini. Istilah "moral pajak" dapat digunakan untuk merujuk lebih dari sekadar religiusitas; bahkan, Yucedogru mengklaim bahwa religiusitas merupakan komponen moral pajak dan dapat meningkatkan moral pajak. Moral pajak disepakati sebagai motivasi internal diri untuk membayar pajak (Torgler, 2006).
Cahyonowati mengembangkan model yang lebih menyeluruh untuk memperhitungkan moral pajak. Model yang dia buat lebih teliti; moral pajak dipengaruhi oleh tiga variabel yang masing-masing memiliki sejumlah indikasi. Model di bawah ini dibuat oleh (Cahyonowati, 2011). Menurut penelitian Cahyonowati, hanya denda pajak yang tampaknya memiliki pengaruh besar
terhadap moral pajak dari semua faktor dan indikator lain yang dapat mempengaruhi hal tersebut. Moral pajak, di sisi lain, bertindak sebagai prediktor positif kepatuhan pajak karena merupakan insentif intrinsik individu.
Moral pajak adalah yang mendorong orang untuk mematuhi hukum dan membayar pajak mereka, oleh karena itu harus menjadi perhatian utama kebijakan otoritas pajak. Seiring dengan undang-undang perpajakan Indonesia, yang tetap menggunakan sistem self assessment untuk digunakan oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu sistem yang memungkinkan fleksibilitas dalam menentukan, melaporkan, menyetor, dan bertanggung jawab atas tanggung jawab pajak WPOP kepada otoritas pajak. Metode self assesment ini sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya kebohongan, penipuan, dan keterlambatan pelaporan dan penyetoran, oleh karena itu setiap Wajib Pajak memerlukan kemauan internal yang kuat untuk mengikuti dan menghormati peraturan perpajakan yang berlaku.
Pengetahuan, kesadaran, pendidikan, keluarga, agama dan nilai-nilai agama (religiusitas), nilai moral, usia dan jenis kelamin, dan kepercayaan terhadap pemerintah adalah beberapa elemen internal, atau yang berkaitan dengan setiap wajib pajak orang pribadi dan mempengaruhi moral pajak, yang telah diidentifikasi dalam sejumlah penelitian sebelumnya. Selain variabel luar seperti tarif pajak, denda, audit, fiskus, dan korupsi, variabel internal meliputi seberapa mudah mengungkapkan transaksi dan membayar pajak.
## KETAATAN PADA PERATURAN PERPAJAKAN
Moral pajak adalah keinginan mendasar untuk mengikuti dan membayar pajak agar secara sukarela berkontribusi pada penyediaan barang publik (Fabiana Meijon Fadul, 2019). Salah satu faktor
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
penting yang membantu memahami mengapa orang jujur dalam masalah pajak adalah moral pajak. Sebaliknya, kepatuhan wajib pajak adalah tindakan wajib pajak (WP) yang memenuhi semua kewajiban perpajakannya dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan formal dan material adalah dua jenis penyerahan yang berbeda.
Situasi ketika wajib pajak secara formal mematuhi persyaratan formal peraturan perpajakan dikenal sebagai kepatuhan formal. Ketika wajib pajak secara substantif mematuhi semua undang- undang perpajakan yang bersifat material, yaitu sesuai dengan jiwa dan tujuan undang-undang perpajakan, hal ini dikenal dengan “kepatuhan material”. Ahli teori dan peneliti ingin tahu bagaimana rencana pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pajak (Gosh & Grain, 1996). Wajib pajak orang pribadi adalah individu yang berbeda dengan ciri-ciri mendasar seperti penalaran, memaksimalkan manfaat, dan menghindari risiko, oleh karena itu masuk akal jika kita mempelajari kepatuhan pajak mereka dalam konteks perilaku mereka (Hanno & Violette, 1996).
Salah satu variabel yang diduga mempengaruhi perilaku patuh adalah demografi. Besarnya kepatuhan individu terhadap peraturan berkorelasi positif dengan karakteristik demografis (usia, masa kerja, jabatan struktural, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan), serta faktor penghambat, menurut Riset Ketaatan Susilowati tahun 2001. (atau faktor deterrence; dalam rangka penelitian perpajakan, misalnya pemeriksaan pajak pajak dan denda). Di sisi lain, faktor ekonomi, khususnya tingkat biaya hidup dan jumlah tanggungan memiliki korelasi negatif dengan tingkat kepatuhan.
Penelitian sebelumnya tentang kepatuhan wajib pajak telah dilakukan di tingkat perusahaan (wajib pajak badan). Temuan menunjukkan bahwa kontrol perilaku karyawan di departemen pajak, norma
subyektif, dan kepatuhan wajib pajak perusahaan semuanya pengendalian perilaku pegawai bagian pajak, niat pegawai bagian pajak untuk patuh pajak, iklim di dalam organisasi dan kondisi keuangan perusahaan (Kiswara, 2009).
Untuk mengidentifikasi motif intrinsik membayar pajak, beberapa sarjana telah menggunakan elemen non- dernografi termasuk variabel sosial (moral pajak). Togler dan Schneider (2004) menemukan bahwa di Austria, negara dengan moral pajak yang tinggi, moral pajak secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan penduduk yang tinggi terhadap pemerintah Austria dan rasa identitas sebagai warga Austria. (Torgler, 2011) menemukan bahwa fitur kelembagaan pemerintahan negara dapat mempengaruhi sikap warga tentang membayar pajak. Hak-hak demokrasi langsung, otonomi lokal, dan keyakinan pada sistem eksekutif, yudikatif, dan yudikatif semuanya berkorelasi baik dengan moral pajak Swiss.
## PERILAKU TIDAK ETIS
Dalam sistem perpajakan yang menganut metode self-assessment, yang merupakan ciri dari undang-undang pajak penghasilan Indonesia, perilaku manusia menjadi sangat penting. Akibatnya, upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak menjadikan isu perilaku tidak etis wajib pajak menjadi relevan. Ini termasuk penghindaran dan penghindaran pajak. Menurut Heru (1997), penghindaran pajak diartikan sebagai upaya pengurangan pajak dengan tetap memenuhi ketentuan peraturan
perpajakan, seperti memanfaatkan pembebasan dan pengurangan yang diperbolehkan atau penundaan pajak yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Penggelapan pajak diartikan sebagai upaya pengurangan pajak yang dilakukan dengan cara melanggar peraturan perpajakan.
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
Selain itu, (Hutama, 2015) mencatat bahwa sistem pajak di Indonesia menganut sistem self assessment, sehingga keadilan menjadi isu yang relevan untuk meminimalkan penggelapan atau penghindaran pajak.
Wajib pajak harus percaya bahwa sistem perpajakan adil agar sistem self- assessment dapat berfungsi. Wajib Pajak termotivasi untuk membayar pajak mereka dengan rasa keadilan (Spicer & Becker, 1980). Keadilan juga merupakan faktor yang menentukan seberapa puas wajib pajak dengan sistem politik. Menurut (Isroah et al., 2017), infrastruktur yang seharusnya digunakan wajib pajak terkadang tidak dalam kondisi yang baik. Hal ini terutama berlaku di banyak negara berkembang (Obaji, 2005), di mana sistem perawatan kesehatan masih mengkhawatirkan dan sistem pendidikan tidak teratur. Hal itu karena pembiayaan infrastruktur berbasis pajak dinilai kurang memadai sehingga menambah defisit anggaran pembangunan yang diduga akibat penyelewengan pajak.
## PENGGELAPAN PAJAK
Penggelapan pajak merupakan salah satu isu utama yang dapat menghambat pertumbuhan, terutama di negara-negara berkembang yang ingin menjadi negara kaya agar dapat berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi global. Pembuat kebijakan, negara-negara
Barat, organisasi internasional, dan akademisi semuanya telah memperhatikan hal ini. Belum cukupnya yang dilakukan, terutama oleh pemerintah di negara berkembang, untuk mengukur alasan etis wajib pajak, konsekuensi dari masalah ini, dan sekaligus menganalisis dampak yang ditimbulkan dari penggelapan pajak, tambahnya, yang membuat penggelapan pajak di negara berkembang begitu meluas.
Fagbemi et al. (2010) juga menyebutkan apa yang terjadi selanjutnya ketika suatu negara tidak mampu mengumpulkan pendapatan pajak yang cukup: pemerintah menaikkan pajak dengan segera atau meminjam uang, yang sebenarnya mempersulit sektor swasta untuk mengembangkan ekonomi dan juga menyebabkan negara tersebut jatuh. ke dalam perangkap utang (trap debt). Sebaliknya, penghindaran pajak memiliki konsekuensi mendistorsi konsep redistribusi pendapatan dan pasar sempurna dalam alokasi sumber daya. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan semakin jauh dari jangkauan tujuan pembangunan sosial ekonomi. Akibatnya, sangat penting untuk memahami perilaku wajib pajak serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai jenis perilaku.
Dengan menggunakan sampel data dari UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara moralitas pajak, ketaatan pada peraturan perpajakan terhadap peraturan perpajakan, dan perilaku tidak etis terhadap praktik penggelapan pajak. Proyek studi memerlukan pelaksanaan survei menggunakan instrumen yang dibuat berdasarkan isu-isu yang disorot dalam studi sebelumnya dan didukung oleh argumen yang dikemukakan. Alat penelitian yang akan digunakan sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee et al. dan Fagbemi et al. (2010). Menurut (McGee & M’Zali, 2013), sebagian besar makalah tentang penggelapan pajak masih diterbitkan dari sudut pandang keuangan publik.
## METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
Memanfaatkan desain penelitian survei, investigasi ini. Mengingat bahwa hal itu menyampaikan pertanyaan- pertanyaan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini secara menyeluruh dan terperinci, strategi penelitian ini perlu dipertimbangkan.(McGee & M’Zali, 2013) mengklaim bahwa desain penelitian ini efektif dalam mengumpulkan data dari sejumlah besar responden/peserta dan dapat menggunakan metode statistik untuk menjelaskan signifikansi statistik.
Memanfaatkan metodologi kuantitatif, penyelidikan ini. Untuk mengevaluasi hipotesis yang telah ditetapkan, populasi atau sampel tertentu diperiksa dengan menggunakan teknik kuantitatif (Sugiono, 2012).
## Objek Penelitian
UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan menjadi fokus utama kajian. Masalah yang diteliti adalah bagaimana pengaruh ketaatan pada peraturan
perpajakan, perilaku tidak etis, dan moral pajak terhadap kemungkinan terjadinya kecurangan pada pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan. Metode purposive sampling digunakan berdasarkan kriteria pengambilan sampel. Selain itu, 60 responden dari Pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan dimasukkan dalam sampel agar sesuai dengan distribusi normal statistik. Dalam penelitian ini total responden sebanyak 60 orang sebagai Pelaku UMKM Pusat Industri Kecil Kota Medan.
Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri dari dua kategori yakni variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen diwakili oleh Moral Pajak, Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan dan Perilaku tidak etis, Variabel Bebas (Independence Variable) Sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah Praktik Penggelapan pajak.
## HASIL DAN PEM BAHASAN Analisis Regresi Linier Berganda
Tujuan dari analisis regresi linier berganda ini adalah untuk mengukur variabel moral pajak yang dirasakan, perilaku tidak etis, kepatuhan pajak, dan kecenderungan penggelapan pajak.
Tabel 1. Hasil Regresi Linier Berganda
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 52.052 7.037 7.397 .000 X1 -.134 .193 -.097 -.696 .489 .738 1.354 X2 .065 .143 .062 .457 .650 .790 1.266 X3 -.425 .129 -.444 -3.282 .002 .790 1.265
a. Dependent Variable: Y
Dari tabel 1 dapat dilihat persamaan regresi linear berganda antara variabel independen dan variabel dependen sebagai berikut :
Y = 52.052 - 0.134X1 + 0.065X2 - 0.425X3 Persamaan diatas menunjukkan
bahwa variabel bebas memiliki nilai koefisien positif dan negative dan nilai
Persamaan di atas menunjukkan bahwa variabel independen memiliki nilai konstanta sebesar 52,052 dan nilai
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
koefisien positif dan
negatif.
Kecenderungan penggelapan pajak dipengaruhi secara berbeda oleh persepsi moralitas pajak dan kepatuhan pajak. Sedangkan perilaku tidak etis memiliki nilai koefisien positif yang mempengaruhi kemungkinan penghindaran pajak satu arah saja.
Pengujian Hipotesis Uji Parsial (t)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka hipotesis dapat diterima, dan jika lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis ditolak. Derajat kebebasan (df) = dan tingkat kesalahan (err) = adalah kriteria pengambilan keputusan (n-k). n = jumlah variabel yang digunakan, K = 4, dan n-4 =
60-4 = 56 adalah derajat kebebasan.
## Tabel 2 Hasil Uji Parsial t
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 52.052 7.037 7.397 .000 X1 -.134 .193 -.097 -.695 .487 .738 1.354 X2 .065 .143 .062 .456 .649 .790 1.266 X3 -.425 .129 -.444 -3.280 .001 .790 1.265 a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat pengaruh dari setiap variabel secara parsial sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa variabel persepsi moral pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan penghindaran pajak yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,487 > 0,05. Nilai t hitung sebesar -0,695 t tabel sebesar 2,001 yang berarti bahwa variabel persepsi moral pajak tidak berpengaruh dengan arah negatif terhadap kecenderungan penggelapan pajak.
2. Berdasarkan temuan penelitian regresi diperoleh nilai t hitung sebesar 0,456 < t tabel sebesar 2,001 yang menunjukkan bahwa variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak berpengaruh terhadap kemungkinan penggelapan pajak. Pajak kemudian nilai signifikansi yaitu 0.649 > 0.05 yang
berarti variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak.
3. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar -3.280 < t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan
berpengaruh negative terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, kemudian nilai signifikansi yaitu 0.001 <0.05 yang berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan
signifikan dan berpengaruh dengan membalikkan arah terhadap kecenderungan
Penggelapan pajak.
## Uji Simultan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel bebas yang terdiri dari persepsi moral pajak, persepsi Perilaku Tidak Etis, persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan yang masuk dalam
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
model mempengaruhi secara serempak terhadap kecenderungan Penggelapan
pajak dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 Hasil Uji F Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 401.628 3 133.876 4.331 .008 b Residual 1730.555 56 30.903 Total 2132.183 59
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X3, X2, X1
F tabel dapat dilihat pada α = 0 , derajat pembilang = k-1 = 4-1 = 3, derajat penyebut = n-k = 60-4 = 56, F tabel 2.001. Berdasarkan tabel 3 menunjukkan nilai F hitung 4.331 > 2.001 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat. Persepsi moral pajak, Perilaku Tidak Etis, Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan
secara serempak mempengaruhi
kecenderungan Penggelapan pajak
3. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Pengujian koefisien determinasi (R 2 ) digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen . Semakin besar nilai koefisien dterminasi ditentukan niali R square sebagai mana dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .504 a .394 .375 .56767
a. Predictors: (Constant), totalx2, totalx3, totalx1
b. Dependent Variable: totalY
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi moral pajak, perilaku tidak etis, dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan memiliki tingkat pengaruh sebesar 0,394 terhadap kecenderungan penggelapan pajak.
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi, persepsi moral pajak, perilaku tidak etis, dan kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh sebesar 40% terhadap kecenderungan penggelapan pajak, sedangkan 60% pengaruhnya berasal dari faktor lain yang tidak berhubungan dengan komponen penelitian ini.
Pembahasan Hasil Penelitian
Pengaruh persepsi moral pajak terhadap kecenderungan
Penggelapan pajak,
Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar -0.695 < t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi moral pajak tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, kemudian nilai signifikansi yaitu 0.487 > 0.05 yang berarti variabel persepsi moral pajak tidak signifikan serta bukan mempengaruhi kecenderungan Penggelapan pajak dengan kata lain kecenderungan Penggelapan pajak yang mempengaruhi moral pajak, semakin rendah moral pajak maka semakin tinggi kecenderungan Penggelapan pajak. Sebaliknya semakin meningkatnya moral
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
pajak maka akan semakin menurunnya Penggelapan pajak (Amelia, 2020).
Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian yang diungkapkan oleh(Devi Cyntia Amelia
Rahmayanti,
Amir
Hidayatulloh, S.E., 2021) , Puspasari & Suwardi, (2012), (Ariani & Kautsar, 2016), (Fernandhytia & Muslichah, 2020) menyatakan bahwa semakin tinggi moral pajak yang dimiliki pegawai maka kecenderungan Penggelapan pajak yang dilakukan juga akan semakin menurun. Moral memiliki arti sebuah nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moralitas sebagai keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik atau buruknya sifat sebagai manusia. Penelitian diatas menunjukkan bahwa tingkat penalaran moral individu akan berpengaruh pada perilaku etis mereka. Ketika menghadapi dilema etika, pasti terdapat perbedaan antara orang dengan level penalaran moral yang rendah dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi. Orang dengan level penalaran moral yang tinggi akan cenderung untuk berbuat sesuai aturan.
Pengaruh persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan terhadap kecenderungan Penggelapan
pajak.
Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar -3.280 > t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan berpengaruh dengan arah negative terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Kemudian nilai signifikansi yaitu 0.001 < 0.05 yang berarti variabel persepsi Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan signifikan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Hasil uji variabel Efektivitas Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan menunjukkan nilai signifikansi 0,002 < 0,05; maka H0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel Ketaatan Pada Peraturan
Perpajakan (X1) secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel Kecenderungan Penggelapan pajak (Y). Jika dilihat dari nilai β1 pada variabel efektivitas Ketaatan Pada Peraturan
Perpajakan (X1) dengan hasil negatif maka variabel tersebut didefinisikan bahwa variabel independen yaitu Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan
(X1) mengalami kenaikan, maka variabel dependen
yaitu
kecenderungan
Penggelapan pajak (Y) juga akan mengalami penurunan. Nilai β1 memiliki nilai negatif (-3,280), maka jika variabel efektivitas Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan (X1) berubah 1% maka variabel kecenderungan Penggelapan pajak (Y) akan mengalami penurunan yaitu sebesar -3.280. Makna dalam koefisien tersebut dapat dikatakan bahwa Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan sudah maksimal dari segi kecenderungan Penggelapan pajak. Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan ini berpengaruh secara parsial terhadap kecenderungan Penggelapan pajak disebabkan dari jawaban responden yang menyatakan pelaku UMKM selalu memberikan informasi yang relevan atau berkualitas untuk mendukung prosedur yang sudah ditentukan oleh peraturan perpajakan. Semakin tinngi ketaatan pada peraturan perpajakan maka semakin rendah terjadinya penggelapan pajak.
Pengaruh persepsi perilaku tidak etis terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar 0.457 < t tabel sebesar 2.001 dengan hal ini berarti variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak, kemudian nilai signifikansi yaitu 0.658 > 0.05 yang berarti variabel persepsi Perilaku Tidak Etis tidak signifikan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Situasi ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak (agen dan prinsipal), dan sebagai
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak dipertimbangkan oleh pihak- pihak yang bersangkutan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Devi Cyntia Amelia Rahmayanti, Amir Hidayatulloh, S.E., 2021), Handayani dkk (2021) dan teori agensi menyatakan dimana pihak agen mengusai informasi secara sangat maksimal (full information) dan di sisi lain pihak principal memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power) atau memaksimalkan kekuasaan. Najahningrum (2013) menyatakan bahwa apabila terjadi kesenjangan informasi antara pihak pengguna dan pihak pengelola, maka akan membuka peluang bagi pihak pengelola dana untuk melakukan kecurangan. Dipertegas dalam penelitian yang dilakukan oleh (Nadhor et al., 2020) yang menyatakan bahwa Perilaku Tidak Etis berpengaruh signifikan
terhadap kecenderungan Penggelapan pajak. Penelitian ini membuka pemikiran bahwa perbedaan kepemilikan informasi tidak menjamin dalam melakukan atau tidak melakukan Penggelapan pajak. Keadaan ketika salah satu pihak dalam sebuah transaksi mempunyai pengetahuan yang tidak sama tentang objek yang ditransaksikan dibandingkan dengan pengetahuan pihak lain yang terlibat lainnya sehingga keputusan yang diambil menjadi tidak tepat.
Berdasarkan uji simultan (uji F) dengan nilai signifikansi 0,008 < 0,05 artinya penelitian ini menunjukkan bahwa independen dalam hal ini yaitu pengaruh moral pajak, Perilaku Tidak Etis dan Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan , secara serempak berpengaruh terhadap kecenderungan Penggelapan pajak
## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini tentang
pengaruh moral pajak, Perilaku Tidak Etis dan Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan terhadap kecenderungan Penggelapan pajak sebagai berikut :Semakin rendah moral pajak maka semakin tinggi kecenderungan
Penggelapan pajak.
Ketaatan Pada Peraturan Perpajakan cenderung menurunkan terjadinya Penggelapan pajak. Perilaku tidak etis dapat meningkatkan terjadinya
penggelapan pajak.
Saran
Pelaku UMKM Pusat Industri
Kecil Kota Medan meningkatkan moral pajak, Ketaatan Pada Peraturan
Perpajakan, dan mengubah persepsi perilaku tidak etis terhadap penggelapan pajak. guna meminimalkan potensi Penggelapan pajak.
## REFERENSI
Ariani, M., & Kautsar, A. (2016).
Pengaruh Praktik Korupsi Perpajakan
Terhadap
Kepercayaan
dan
Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal
Quality , Vol. 6 , No , 350–365.
Cahyonowati, N. (2011). Model Moral dan Kepatuhan Perpajakan: Wajib Pajak Orang pribadi. Jaai , 15 (Desember), 161–177.
Devi Cyntia Amelia Rahmayanti, Amir Hidayatulloh, S.E., M. S. (2021). Persepsi Calon Wajib Pajak Dan Wajib Pajak Terhadap Etika Penggelapan Pajak Di Daerah
Istimewa Yogyakarta . 47 (4), 124– 134.
https://doi.org/10.31857/s013116462 104007x
Fabiana Meijon Fadul. (2019). Pengaruh Perencanaan Pajak Dan Moralitas Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Pajak (Studi Pada Tenaga Ahli Yang Melakukan Pekerjaan Bebas Di Kota Malang)
Fagbemi, Temitope Olamide, Olayinka Marte Uadiale, dan Abdurafiu Olaiya Noah. 2010.
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
The Ethics of Penggelapan pajak: Perceptual Evidence from Nigeria. Eropean Journal of Social Sciences Vol. 17 No. 3. Fernandhytia, F., & Muslichah, M. (2020).
The Effect of Internal Control, Individual Morality and Ethical Value on Accounting Fraud Tendency. Media Ekonomi Dan Manajemen ,
35 (1),
112. https://doi.org/10.24856/mem.v35i1.1
343
Gosh, D., & Grain, T. L. (1996).
Experimental investigation of ethical standards and perceived probability of audit on intentional noncompliance. Behavioral Research in Accounting, 8, 219-24l
Hanno, D., & Violette, G. (1996). An analysis of moral and social influences on taxpayer behavior. Behavioral Research in Accounting, 8, 57-75.
Heru, Rudy Gunarso. 1997. Peran Perencanaan Pajak untuk Menghasilkan Penghematan Pajak (Studi Kasus Industri Sepatu PT. ISR)
Hutama, P. S. P. (2015). Pengaruh Pengetahuan Informasi Penggelapan Pajak, Prinsip Moral, Dan Penghasilan Pada Kecenderungan Penghindaran Pajak: Sebuah
Eksperimen. Kajian Akuntansi , 3 , 103–111.
Isroah, I., Hutama, P. S. P., & Yusita, A. N. (2017). Persepsi Etika Dalam Penggelapan Pajak: Bukti Persepsi Di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia , 14 (2), 80–97. https://doi.org/10.21831/jpai.v14i2.12 871
Kiswara, . (2009). Factors affect corporate taxpayers compliance level in
Indonesia: An empirical review based- on planned behavior theory. Kertas
kerja, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
McGee, R. W., & M’Zali, B. (2013). The ethics of tax evasion: A study of Haitian opinion. The Ethics of Tax Evasion: Perspectives in Theory and Practice , December , 301–308. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-
1287-8_18
Nadhor, K., Fatoni, N., Nurudin, N., & Zakiy, F. S. (2020). Pengaruh Penurunan Tarif Pajak Umkm Dan Sistem Pelayanan Online Terhadap Persepsi Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Umkm Yang Terdaftar Di Kpp Semarang Barat). El Muhasaba Jurnal Akuntansi , 11 (1), 88.
https://doi.org/10.18860/em.v11i1.77
93 NWOKOYE, G. A.ROLLE, R. A. (2015).
Tax Reforms And Investment In Nigeria: An Empirical Examination.
International Journal of Development and Management Review (INJODEMAR) Vol.10 June, 2015 , Vol.10 Jun , 39–51. https://www.ptonline.com/articles/ho w-to-get-better-mfi-results Spicer, Michael W. dan Lee A.Becker. 1980. Fiscal Inequity a nd Tax Evasion: An Experimental Approach. National Tax Journal Vol. 33 No. 2: 171- 175. Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Sugiyono. Mode Penelitian
Kualitatif , 5 (January), 1–5.
http://belajarpsikologi.com/metode- penelitian-kualitatif/
Susilowati, I. (2001). Evaluation of compliance behavior of fishers in the communities with different level of, participation in Co-Management
Processes (Cmps): A case study in Central Java fisheries, Indonesia. Hasil penelitian ICLARM. Penang, Malaysia.
Torgler, B. (2006). The importance of
© 2021 Jurnal Mutiara Akuntansi. This is an open access article under the CC BY-SA license Website: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/JMA
faith: Tax morale and religiosity. Journal of Economic Behavior and
Organization , 61 (1), 81–109. https://doi.org/10.1016/j.jebo.2004.10 .007 Torgler, B. (2011). Tax Morale and Institutions. In SSRN Electronic Journal (Issue March). https://doi.org/10.2139/ssrn.663686
|
5fa2b16d-edaf-49cc-b209-2e65ff892dc5 | https://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/junetmedia/article/download/604/568 | PENGARUH PUBLIC RELATIONS TERHADAP
PENINGKATAN PENGGUNA JASA DI BANDARA INTERNASIONAL KUALANAMU KAB. DELI SERDANG
Oleh
Dr. Budiman Purba, MAP
Dosen Sospol Universitas Dharmawangsa Medan
## ABSTRAK
Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang sebagai salah satu pintu gerbang masuknya wisatawan domestik atau internasional ke Sumatera Utara yang sebelumnya berada di Bandara Polonia Medan, yang di kelolah oleh pihak Angkasa Pura II sangat mempengaruhi kenyamanan pengguna jasa melalui informasi yang di berikan kepada penumpang sehingga penumpang merasa nyaman saat menunggu keberangkatan pesawat.
Dengan melihat minat pengguna jasa transportasi udara yang relatif banyak sehingga membutuhkan pelayanan di Bandara Angkasa Pura II yang melibatkan public relations yang efektif dan efisien untuk mendatangkan calon pengguna jasa kembali. Di samping itu Pendekatan public relations ini sangat merangsang minat pengguna jasa dengan cara memberikan pelayanan informasi, jadwal penerbangan, perubahan waktu keberangkatan, dan lainnya hingga pengguna jasa merasa puas dan mendatangkan pengguna jasa lainnya di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang.
Kata kunci: Public Relations, dan Pengguna Jasa.
## A. PENDAHULUAN
Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang sebagai salah satu pintu gerbang masuknya wisatawan Domestik atau Internasional ke Sumatera Utara yang sebelumnya berada di Bandara Polonia Medan. Untuk itu dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam jasa trasportasi udara perlu di perhatikan pelayanan yang maksimal seputar informasi public relations terhadap peningkatan pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang
Tanpa alat transportasi yang tepat, suplai barang-barang kebutuhan akan terhambat dan pastinya dapat mengakibatkan kelaparan masal. Jika tidak ada angkutan, orang tidak dapat berpindah ke tempat lain sehingga dia tidak dapat bekerja di tempatnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan transportasi selalu berkembang seiring dengan waktu. Peningkatan kualitas transportasi yang dilihat dari kemampuan jarak jelajah, kenyamanan, tingkat harga, efisiensi waktu, dan standard keamanan dan keselamatan selalu menjadi hal yang diperhatikan oleh pemerintah. Pastinya setiap mewujudkan apa yang di butuhkan
publik dan apa yang di miliki Bandara Kualanamu pihak Angkasa Pura II sangat berperan penting di mana yang mengelolah dan memberikan informasi.
Public relations (PR) menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial maupun non-komersial. Kehadirannya tidak bisa dicegah, terlepas dari kita menyukainya atau tidak. Sebenarnya, PR terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang menjalin kontak dengannya. Setiap orang pada dasarnya juga selalu mengalami PR, kecuali jika ia terisolasi dan tidak menjalin kontak dengan manusia lainnya.
## B. PERUMUSAN MASALAH
bertapa pentingnya public relations yang ada di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deli Serdang untuk peningkatan pengguna jasa dari sebelumnya, maka masalah dari penelitian ini bagaimanakah pengaruh public relations terhadap peningkatan jumlah pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang.
## C. LANDASAN TEORI
## Pengertian Public Relations
Menurut Marsefio S. Luhukay dalam Jurnal Scriptura (2008:19) Public Relations hadir sebagai suatu kebutuhan, kebutuhan untuk menjembatani organisasi dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ). Jembatan yang dibangun PR bukanlah jembatan keledai, tetapi jembatan yang sungguh- sungguh kokoh, berdiri atas dasar Trust, Honest, dan Credibility. Public Relations ada, karena ada kepercayaan. Artinya masyarakat percaya pada organisasi dan organisasi percaya pada masyarakat atas dasar saling pengertian dan win-win solution . PR membangun citra dan reputasi organisasi lewat opini public yang menguntungkan ( favourable ) melalui kaca mata publik yang memotret aktivitas organisasi di media massa. Lewat citra dan reputasi organisasi tetap dapat berdiri kokoh dalam ranah kompetisi yang sangat tajam merebut pangsa pasar dan konsumen yang loyal pada produk dan servis dari organisasi.
Public Relations (PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan public yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip, Center, & Broom, 2009:6). Dalam buku “Effective Public Relations” Menurut
Rex F. Harlow, dalam definisinya mencakup elemen konseptual dan operasional: Public Relations adalah fungsi manajemen tertentu yang membantu membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual dan kerja sama antara organisasi dan publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi terkini tentang opini
publik: PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; PR membantu manajemen tetap mengikuti perubahan dan memanfaatkan perubahaan secara efektif, dan PR dalam hal ini adalah sebagai sistem peringatan dini untuk mengantisipasi arah perubahan (trends) ; dan PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan etis sebagai alat utamanya (Cutlip, Center, & Broom, 2009:9).
Definisi Menurut (British) Institute of Public Relations (IPR) PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good-will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Definisi Menurut (Frank Jefkins) PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Pertemuan asosiasi-asosiasi PR seluruh dunia di Mexico City pada bulan Agustus 1978, mengahasilkan pernyataan mengenai definisi PR sebagai berikut: “Praktik PR adalah sebuah seni sekaligus ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan,
Secara etimologis, public relations terdiri dari dua kata, yaitu public dan relations. Public berarti publik dan relations berarti hubungan-hubungan. Jadi, public relations berarti hubungan-hubungan dengan publik. Menurut (British) Institute of Public Relations (IPR) (Jefkins, 2004: 9), public relations (PR) adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.
Sedangkan menurut Frank Jefkins (Jefkins, 2004: 10), Public Relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan- tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.
Pada umumnya, tugas Public Relations dalam perusahaan (Rumanti, 2002:
39) adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual) kepada publik.
2. mempunyai pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan, tujuan serta kegiatan yang dilakukan.
3. Memonitor, merekam dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat. Di samping itu, menjalankan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat.
4. Memperbaiki citra organisasi. Bagi Public Relations, menyadari citra yang baik tidak hanya terletak pada bentuk gedung, presentasi, publikasi dan seterusnya. Tetapi, terletak pada (1) bagaimana organisasi bisa mencerminkan organisasi yang dipercayai, memiliki kekuatan, mengadakan perkembangan secara berkesinambungan yang selalu terbuka untuk dikontrol dan dievaluasi; (2) dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan gambaran komponen yang kompleks.
5. Tanggung jawab sosial. Public Relations merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut. Suatu organisasi mempunyai kewajiban dalam pelayanan sosial yang harus menjadi tanggung jawab.
6. Komunikasi. Public Relations mempunyai bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi timbal balik, maka pengetahuan komunikasi menjadi modalnya.
Public relations (PR) merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi ataupun perusahaan. Karena itu, tujuan dari PR sebagai bagian struktural organisasi tidak terlepas dari tujuan organisasi itu sendiri. Inilah yang oleh Oxley (Iriantara, 2004: 57) disebut sebagai salah satu prinsip public relations, yang menyatakan “Tujuan public relations jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif organisasi secara keseluruhan”. Oxley menyatakan tujuan public relations itu sendiri adalah mengupayakan dan memelihara saling pengertian antara organisasi dan publiknya.
Tujuan kegiatan Public Relations tersebut, pada gilirannya akan memberi manfaat terhadap organisasi. Prestise atau citra yang baik, misalnya akan memberi manfaat yang sangat besar bagi organisasi, bahkan citra dan reputasi ini sering disebut sebagai aset terbesar perusahaan. Karena itu, reputasi mendapat perhatian yang sangat besar dan manajemen reputasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan Public Relations yang penting. Untuk mempertahankan bahkan meningkatkan citra dan reputasi organisasi atau perusahaan dapat dilakukan salah satunya dengan melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangkaian kegiatan Public Relations.
## D. PEMBAHASAN
Menurut “ OFFICIAL STATEMENT OF PUBLIC RELATIONS ” dari Public Relations Society of America dalam (Cutlip, Center, & Broom, 2009:7) Fungsi PR mencakup hal-hal berikut:
1. Memperkirakan, menganalisis, dan menginterprestasikan opini dan sikap publik, dan isu–isu yang mungkin mempengaruhi operasi dan rencana organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun baik.
2. Memberikan saran kepada manajemen di semua level di dalam organisasi sehubungan dengan pembuat keputusan, jalannya tindakan, dan komunikasi dan mempertimbangkan ramifikasi publik dan tanggung jawab sosial atau kewarganegaraan organisasi.
3. Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi secara rutin program- program aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang dibutukan untuk kesuksesan organisasi. Ini mungkin mencakup program marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunitas atau hubungan pemerintah, dan program-program lain.
4. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organisasi untuk mempengaruhi atau mengubah kebijakan publik.
5. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen dan training staf, mengembangkan fasilitas ringkasnya, mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan semua hal tersebut.
6. Contoh-contoh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam praktik PR profesional adalah seni komunikasi, psikologi, psikologi sosial,
Public Relation secara harmonis merupakan tugas besar yang harus ditanggung oleh seluruh petugas Angkasa Pura II, padahal kehadiran Public Relation dapat melahirkan perubahan nilai-nilai baru. Yang diharapkan pula, perubahan perubahan ini harus bernilai positif. Perubahan nilai dapat saja menimbulkan peningkatan pengguna jasa dalam penerbangan. Seperti meningkatkan kesenjangan sosial, tingginya informasi dan prasangka sosial serta lain sebagainya.
Keanekaragaman status pendidikan, usia, jenis kelamin serta maskapai menyadarkan kita bahwa sangat pentingnya suatu proses Public Relation, yang merupakan usaha untuk membangun hubungan yang lebih erat antara pihak Angkasa Pura II dengan pengguna jasa, sehingga tercipta suatu keadaan yang harmonis, yang memungkinkan terjadinnya peningkatan pengguna jasa transportasi udara.
Untuk melihat besarnya hubungan diantara Variabel X dan Y, dilakukan pengujian Hipotesa. Pengujian hipotesa merupakan pengukuran tingkat hubungan diantara kedua variabel yang linear dengan menggunakan rumus koefisean pearson product Moment Correlation guna mencari hubungan antara pengaruh Public Relations terhadap pengguna jasa Angkasa Pura II
Pengujian Hipotesa dimulai dengan membuat penilaian dari jawaban- Jawaban responden atas pernyataan dan pertanyaan yang disebarkan melalui Kuesioner dan kode dari setiap jawaban. Pengujian hipotesa menggunakan software SPSS 15.0 for windows, penggunaan software ini tidak diikuti dengan pengujian t- test dan z. Berdasarkan analisa r sebesar 2,8 %
Tanda positif pada 2,8 % (+2,8 %) bermakna terdapatnya hubungan diantara kedua variabel. Angkakorelasi 0,28 yang menunjukan rendah tetapi pasti hubungan diantara kedua variabel. Angkakorelasi 0,28 yang menunjukan rendah tetapi pasti hubungan diantara variabel pengaruh Public Relation dan pengguna jasa Angkasa Pura II.
Uji tingkat signifikan hasil uji hipotesa, dilakukan dengan membandingkan probilitas yang ditentukan. Jika probilitas > 0,05, maka Ho diterima dan jika probilitas < 0,05,maka ditolak. Signifikan Korelasi yang diperoleh adalah sebesar 0,28.ini bermakna Ho ditolak dan Ha (hipotesa alternatif) diterima karena probilitas 2,8 % <0,05. Uji signifikan diterima dan terdapat hubungan diantara kedua variabel.
Adapun fungsi dan tujuan PR dapat di simpulkan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan membina hubungan baik antar organisasi yang saling menguntungkan dengan publiknya. Penggunaan skala Guilford ditujukan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan diantara kedua variabel dalam penelitian ini. Dari hasil perhitungan korelasi, diperoleh harga r sebesar 2,8 % yang berarti
pengaruh Public Relation terhadap peningkatan pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deli Serdang berkorelasi rendah tapi pasti. Dimana angka 166 berada pada tingkat 2,8 %.
Untuk melihat besarnya kuat pengaruh antara kedua variabel, digunakan rumus :
KP = (rs)² X 100%
= (0,166)² x 100% = 0,028 X 100%
= 2,8 %
Kekuatan pengaruh antara kedua variabel adalah sebesar 2,8 %, ini berarti 2,8 % kekuatan pengaruh Public Relations pengguna jasa Angkasa Pura II.
Menurut Cutlip & Center (dalam Kasali dan Abdurachman), proses PR sepenuhnya mengacu kepada pendekatan manajerial. Proses ini terdiri dari : fact finding, planning, communication , dan evaluation (Abdurachman, 2001:31). Kasali mengadapsinya menjadi : pengumpulan fakta, definisi permasalahan, perencanaan dan program, aksi dan komunikasi, serta evaluasi.
1. Fact finding adalah mencari dan mengumpulkan fakta/data sebelum melakukan tindakan. Misalnya PR sebelum melakukan suatu kegiatan harus terlebih dahulu mengetahui, misalnya : apa yang diperlukan publik, siapa saja yang termasuk kedalam publik, bagaimana keadaan publik dipandang dari berbagai faktor.
2. Planning adalah berdasarkan fakta membuat rencana tentang apa yang harus dilakukan dalam menghadapi berbagai masalah itu.
3. Communicating adalah rencana yang disusun dengan baik kemudian dikomunikasikan atau dilakukan kegiatan operasional.
4. Evaluation adalah mengadakan evaluasi tentang suatu kegiatan, apakah tujuan sudah tercapai atau belum. Evaluasi itu dapat dilakukan secara kontinyu. Hasil evaluasi ini menjadi dasar kegiatan PR berikutnya.
Kasali menegaskan bahwa proses PR memperlihatkan dengan jelas pelaksanaan tugas PR bukan semata-mata melakukan aksi, melaikan membutuhkan rencana-rencana dan diikuti langkah-langkah
Menurut Ruslan (2005) mengutip Dozier dan Broom (1995) dalam (Hamsinah) jurnal Pembetukan Corporate Image Untuk Citra dan Reputasi Perusahaan bahwa peranan public relations di bagi empat katogori dalam suatu organisasi yaitu :
1. Tenaga ahli ( Expert prescriber)
Sebagai praktisi public relations yang berpengalaman dan berkemampuan tinggi dapat untuk mencari solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya.
2. Fasilitator komunikasi ( Communication fasilitator)
Dalam hal ini, praktisi public relations bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya dari organisasi yang bersangkutan, sekaligus harus mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi pada pihak publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut dilaksanakan oleh public relations bersangkutan dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, dan toleransi yang baik dari ke dua belah pihak.
Menurut Indrawati Tamin yang dikutip oleh Lena Satlita (2011), menyatakan bahwa ada empat peran yang dapat dimainkan oleh public relations yaitu: Interpreter atau in the middle (Penerjemah), Lubricant (pelumas atau pelicin), Pemonitoring dan pengevaluasi, dan Komunikasi. Adapun yang dimaksud dengan masing-masing yang telah disebutkan adalah:
1. Interpreter atau in the middle (Penerjemah)
Yaitu public relations berperan sebagai sumbu antara manajemen dengan publik internal maupun eksternal. Public relations harus mampu mengintepretasikan dinamika dan kebutuhan serta perilaku publik terhadap manajemen dan sebaliknya. Untuk bisa memikul peran ini, public relations harus mempunyai akses pada manajemen bahkan top manajemen. Peran ini sering disebut juga sebagai fasilitator komunikasi (komunikator/mediator).
2. Lubricant (pelumas atau pelicin)
Dalam menciptakan hubungan internal yang harmonis dan efisien seorang public relations berperan sebagai pelumas atau pelicin. Peran ini memungkinkan public relations mencegah timbulnya kemungkinan perpecahan dalam organisasi melalui komunikasi yang efektif. Misalnya dalam suatu pertemuan/rapat dengan pihak internal organisasi untuk menentukan suatu kebijakan baru perusahaan/organisasi ataupun yang lainnya, seorang public relation membantu pimpinan menjelaskan kembali apa yang telah disampaikan pimpinan dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan publik internal pun dapat menafsirkan/mengerti dengan jelas apa yang dipaparkan/dikatakan oleh seorang public relation tanpa menimbulkan permasalahan
Seorang public relation berperan untuk mengantisipasi setiap perubahan yang mungkin saja berdampak negatif terhadap organisasi. Dalam hal ini, public relation haruslah pandai dalam mengawasi setiap tindakan publik ( pemonitoring ) dan mengevaluasi (pengevaluasi) semua kegiatan yang berhubungan dengan publik. Pada tahapan evaluasi ini dilakukan perbaikan-perbaikan untuk menciptakan hubungan yang harmonis diantara publik suatu organisasi. Misalnya ketika perusahaan/organisasi mengadakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan publik, seorang public relation harus stanby me- monitoring (memantau) kegiatan tersebut dari awal hingga akhir dan setelah kegiatan tersebut selesai dilaksanakan kemudian ikut mengevaluasi terkait kelebihan dan kekurangan dari diadakannya kegiatan tersebut.
Seorang public relation harus mampu menggunakan teknik-teknik komunikasi yang efektif kepada publik internal maupun eksternal untuk terciptanya
saling pengertian. Dengan begitu semua informasi dapat tersampaikan secara langsung dan dapat diterima dengan baik oleh publik (tidak terjadi prasangka yang buruk.
Danandjaja (2011:73), menyatakan bahwa peranan public relations di dalam perusahaan yaitu :
a. Membantu menetapkan serta memelihara garis komunikasi.
b. Garis-garis komunikasi yang dimaksud disini berupa saling pengertian, saling menerima satu sama lain, dan kerjasama yang baik antara perusahaan/organisasi dengan publiknya.
c. Memecahkan masalah-masalah manajemen.
d. Peran public relations ketika terjadi masalah dalam suatu perusahaan/ organisasi yaitu membantu para manajer untuk menciptakan pendapat publik sehingga permasalahan segera dapat dipecahkan/dicari solusinya. Selain itu, seorang public relation juga dapat menjelaskan serta menekankan tanggungjawab kepada para manajer untuk dapat melayani kepentingan publik.
e. Membantu para manajer untuk mengambil keputusan yang efektif.
f. Dalam mengambil keputusan public relation harus mampu menjadi penengah. Maksudnya adalah peran public relations disini tidak memihak antara manajer dengan publik atau harus netral. Serta berusaha mengambil jalan terbaik ketika suatu keputusan belum dapat diambil dengan catatan tidak akan menimbulkan permasalahan dan tidak merugikan satu sama lain.
g. Memberi peringatan dini kepada para manajer untuk mengantisipasi setiap kecenderungan.
h. Salah satu kewajiban seorang public relation adalah selalu mengingatkan para manajer dalam melakukan berbagai kegiatannya. Jangan sampai
Kemudian menurut Frida Kusumastuti (2002:24), “Peranan petugas humas dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni peranan manajerial ( communication manager role ) dan peranan teknis ( communication technician role )”. Peranan manajerial dapat dibedakan menjadi tiga yaitu penasehat ahli ( expert preciber communications ), fasilitator pemecah masalah ( problem solving process facilitator ), dan fasilitator komunikasi ( communication facilitator ). Keempat perana petugas humas tersebut sering digunakan dalam suatu perusahaan/organisasi secara berbeda-beda tergantung beberapa hal yaitu sistem budaya perusahaan/organisasi, tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas, struktur perusahaan/organisasi yang menenukan wewenang dan kewajiban humas, serta ciri khas kehumasan sebuah perusahaan/organisasi.
Berdasarkan beberapa uraian yang telah disebutkan bahwa peran public relations dalam suatu perusahaan/organisasi sangatlah penting. Tanpa adanya public relations suatu perusahaan/organisasi tidak akan dapat menjaga dan meningkatkan citra/ image perusahaan/organisasi tersebut.
Selain itu juga, agar public relations dapat lebih berhasil menjalankan peranannya, maka petugas public relation perlu mengetahui dan menguasai pengetahuan tentang Public Relations dengan berbagai aspeknya. Secara singkat peran public relations dalam perusahaan/organisasi yaitu untuk membantu menetapkan serta memelihara komunikasi dan membantu dalam penyesaian pemecahan masalah- masalah manajemen yang telah terjadi.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang public relation membutuhkan media sebagai alat pendukung untuk terciptanya komunikasi atau penyampaian pesan yang efektif. Menurut Firsan Nova (2011), “Media public relations terdiri dari dua bentuk, yaitu media internal dan media eksternal”. Dari pendapat tersebut yang dimaksud sebagai media internal antara lain dapat berbentuk majalah, tabloid, buletin, koran, website perusahaan, intranet perusahaan, company profile , financial report , dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud media eksternal adalah media massa baik yang berbentuk cetak maupun elektronik.
Menurut Oemi Abdurrachman (1995), “Media yang dapat digunakan seorang public relation dibedakan menjadi 2:
a. The Printed Word (Kata-kata tercetak)
b. The Spoken Word (Kata-kata lisan)”.
Adapun yang termasuk sebagai the printed word (kata-kata tercetak) dan the spoken word (kata-kata lisan) antara lain: The Printed Word (Kata-kata tercetak) Kata-kata tercetak ini meliputi:
a. Majalah
Penerbitan majalah diperuntukkan bagi para staf, pegawai, maupun karyawan dan keluarganya (internal publik), publik keseluruhan, dan untuk publik khusus. Isi dari majalah harus sesuai dengan kepentingan dan kesenangan para pembaca, serta yang harus patut diketahui oleh para pembaca dimana berita atau artikel yang dimuat harus yang factual dan bermanfaat.
b. Booklets dan pamphlets
Tujuan dibuatkannya booklets dan pamphlets adalah agar dapat digunakan sebagai pedoman mengenai peraturan-peraturan, memberikan dorongan kepada para pembaca untuk mewujudkan sebuah tim yang kompak dalam bekerja, dan sebagainya.
c. Pedoman
Adapun isi dari pedoman ini adalah berupa keterangan-keterangan tentang rencana kegiatan-kegiatan dari tiap bagian organisasi/perusahaan. Dengan adanya pedoman akan mempermudah publik yang berkepentingan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai salah satu kegiatan yang telah direncanakan.
Proses fasilitator pemecahan masalah (Problem solving process fasilitator) Peranan ini merupakan bagian tim manajemen untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasehat sehingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan)
## KESIMPULAN
Pada dasarnya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh Public relations (PR) terhadap pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang. Maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil analisa diatas dapat terlihat jelas bahwa terdapat hubungan yang erat antara Public Relation (PR) dengan peningkatan pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu Kab. Deli Serdang.
2. Sebagian besar pengguna jasa Bandara merasa sangat puas dengan fasilitas yang diberikan oleh PT. Angkasa Pura II (persero).
3. Kinerja Public Relations (PR) PT. Angkasa Pura II (persero) berdasarkan penelitian diketahui cukup baik. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya minat pengguna jasa yang memakai fasilitas transportasi udara.
4. Loyalitas pengguna jasa di Bandara Internasional Kualanamu menunjukkan tingkat loyalitas pengguna jasa yang sangat baik berdasarkan distribusi dari pengisian kuesioner.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat pengaruh yang signifikan positif antara pengaruh public relations (PR) terhadap kepuasan pengguna jasa.
## DAFTAR PUSTAKA
Ardiyanti, Elviro. (2010). Metodologi Penelitian untuk Public Relations. Bandung: Simbiosea Rekatama Media.
Bagong, Suyanto, 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, jakarta: kencana
Buhan, Bungin, 2005, Metodologi Penelitian, Jakarta : Kencana Prenada Media Goup.
Bungin, Burhan, 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format Kuantitatif dan kualitatif,
Botan, C. H., & Hazleton, V. (1989). Public Relation Theory. New Jersey: Lawrence Elbraum Associates Publisher.
Cutlip, S., Center, A. H., & Broom, G. M. (2009). Effective Public Relations Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana
Rakhmat, 1995.lmu Komunikasi. PT Surya Perkasa. Jakarta
Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Sumanto, 1997. Metodologi Penelitian. PT Surya Perkasa, Bandung
Singarimbun, Masri, 2006. Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3S. www.angkasapuraii.co.id
www.bandarainternasionalkualanamu.com
|
b477d418-186b-4d02-85d3-258aefd919af | https://idm.or.id/JSER/index.php/JSER/article/download/172/160 |
## Journal of S ocial and Economics Research
Volume 5, Issue 2, December 2023
P-ISSN: 2715-6117 E-ISSN: 2715-6966 Open Access at: https://idm.or.id/JSER/index.php/JSER
THE INFLUENCE OF INTRINSIC MOTIVATION, TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP, AND ORGANIZATIONAL CULTURE ON EMPLOYEE PERFORMANCE OF PUTRA BARU SWALAYAN KUTOWINANGUN
PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PUTRA BARU SWALAYAN KUTOWINANGUN
Chandra Agung Kusuma 1 , Ignatius Soni Kurniawan 2 1,2 Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa E-mail: agungchandra014@gmail.com
ARTICLE INFO ABSTRACT
Correspondent
Chandra Agung Kusuma agungchandra014@gmail.com Key words: intrinsic motivation, transformational leadership, organizational culture, employee performance Website: https://idm.or.id/JSER/inde x.php/JSER Page: 784 - 790 Human resources have a very important role in a company. One of the success of a company can be seen from performance. Several factors have an influence on employee performance, including work motivation, leadership style, and organizational culture. This study aims to determine the influence of intrinsic motivation, transformational leadership, and organizational culture on employee performance in Putra Baru Swalayan Kutowinangun . This research is a quantitative descriptive research with a correlational approach. The research was conducted on all employees of Putra Baru Swalayan Kutowinangun. The data sources used are primary data and secondary data collected through questionnaires and interviews. Furthermore, the data is processed and analyzed using multiple linear regression analysis. The results showed that, the Intrinsic Motivation variable (X1) on Employee Performance (Y) has a calculated t value of 2,590 > t table (1.96), meaning that there is a positive influence between the Intrinsic Motivation variable (X1) on Employee Performance (Y). In the variable Transformational Leadership (X2) on Employee Performance (Y), the calculated t value shows a result of 3,347 > t table (1.96), meaning that there is a positive influence between the variable Transformational Leadership (X2) on Employee Performance (Y). In the variable Organizational Culture (X3) on Employee Performance (Y), the calculated t value shows a result of 6,498 > t table (1.96), meaning that there is a positive influence between the variable Organizational Culture (X3) on Employee Performance (Y). It can be concluded that intrinsic motivation, transformational leadership, and organizational culture affect employee performance in Putra Baru Swalayan Kutowinangun.
INFO ARTIKEL ABSTRAK Koresponden
Chandra Agung Kusuma agungchandra014@gmail.com
Kata kunci:
motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, kinerja karyawan
Website: https://idm.or.id/JSER/index. php/JSER Hal: 784 - 790
Sumberdaya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah perusahaan. Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kinerja. Beberapa faktor memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan, diantaranya motivasi kerja, gaya kepemimpinan, dan budaya organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian dilakukan terhadap seluruh karyawan Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara. Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada variabel Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y) memiliki nilai t hitung sebesar 2.590 > t tabel (1.96), artinya terdapat pengaruh positif antara variable Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Pada variabel Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y), nilai t hitung menunjukkan hasil sebesar 3.347 > t tabel (1.96), artinya terdapat pengaruh positif antara variabel Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Pada variabel Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y), nilai t hitung menunjukkan hasil sebesar 6.498 > t tabel (1.96), artinya terdapat pengaruh positif antara variabel Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun.
Copyright © 2023 JSER. All rights reserved.
## PENDAHULUAN
Sumber daya manusia memiliki peran penting dalam mencapai tujuan sebuah perusahaan. Pentingnya peran sumber daya manusia dalam kompetisi baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam agenda bisnis, menuntut suatu organisasi harus memiliki nilai lebih dibandingkan dengan organisasi lain. Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kinerja. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009:67).
Dalam mengelola sebuah perusahaan, setiap karyawan harus memiliki motivasi kerja. Menurut Mangkunegara (2009:93) motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Dalam penelitian Galan Kusuma dan Edy Rahardja (2018) dinyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Motivasi yang paling kuat adalah motivasi intrinsik karena tertanam langsung di dalam diri karyawan. Hasil kerja yang didasari atas kesadaran tersebut dapat menciptakan kinerja yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrian Nurtaneo Akbar (Prahyawan 2014:36) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan.
Selain itu peran pimpinan perusahaan juga sangat berpengaruh terhadap karyawan. Dalam memimpin perusahaan, para pemimpin memiliki berbagai metode, salah satu yang digunakan adalah gaya kepemimpinan transformasional. Menurut Robbins dan Judge (2015:261), pemimpin transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya, menyampingkan kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mampu memiliki pengaruh yang luar biasa bagi para pengikutnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Galan Kusuma dan Edy Rahardja (2018) juga menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Peningkatan kinerja karyawan juga dipengaruhi oleh budaya organisasi karena budaya organisasi merupakan nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi dan cara-cara bekerja yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak (Robbins dan Coulter, 2012:80). Budaya organisasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan agar dapat mencapai tujuan yang dicita- citakan sebuah perusahaan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Galan Kusuma dan Edy Rahardja (2018) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat akademis sehingga mampu dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya, meningkatkan wacana pengetahuan dan memberi kontribusi nyata pada teori yang berhubungan dengan permasalahan manajemen sumber daya manusia, serta menjadi upaya untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan bagi perusahaan.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Menurut Arikunto (2013) penelitian korelasi merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pengaruh antara dua variabel atau lebih tanpa melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Penelitian ini mengkaji pengaruh motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi sebagai variabel X atau variabel independen, terhadap kinerja kerja karyawan sebagai variabel Y atau variabel dependen.
Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan Putra Baru Swalayan Kutowinangun, menggunakan teknik pengambilan sampel berupa sampel jenuh. Sampel jenuh digunakan dalam penelitian ini karena jumlah populasi yang relative kecil. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder, yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Bentuk hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesis asosiatif. Hipotesis asosiatif adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu yang menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2016:69). Penelitian ini menanyakan hubungan antara tiga variabel independen (X) dan satu variabel dependen (Y).
Uji-t digunakan untuk menguji kemampuan masing-masing variabel X 1 ,X 2 , dan X 3 untuk menjelaskan Y. Langkah-langkah untuk menguji hipotesis, yaitu : 1. Menentukan Hipotesis
a. Ho = 0, tidak terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
b. Ha ≠ 0, terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
2. Menentukan tingkat signifikan yang dapat di tolerir Dalam menentukan kesalahan taksiran digunakan (α ) adalah 5% atau 0,05.
3. Menentukan besarnya t hitung
Menurut Sugiyono (2016) untuk menguji secara pasial dari koefisien masing- masing variabel digunakan uji-t dengan rumus
𝑡 = 𝑟 𝑟𝑝√𝑛−3 √1−𝑟 2 𝑝 Keterangan: r p =korelasi parsial yang ditemukan
n= jumlah sampel
t= t hitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan t table
4. Pengujian hipotesis
Ho= 0, tidak terdapat pengaruh motivasi intrinsic terhadap kinerja kerja karyawan
Ho= 0, tidak terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja kerja karyawan
Ho= 0, tidak terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja kerja karyawan
Ha ≠ 0, terdapat pengaruh motivasi intrinsic terhadap kinerja kerja karyawan Ha ≠ 0, terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja kerja karyawan
Ha ≠ 0, terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja kerja karyawan
Dengan meng gunakan tingkat keyakinan alpha ( α ) sebesar 5% dan derajat kebebasan (n-2). Kemudian dibandingkan antara nilai hitung dengan alpha 5% atau 0,05.
Jika t hitung ≤ t tabel maka H o didukung dan H a tidak didukung. Jika t hitung > t tabel maka H o tidak didukung dan H a didukung.
Gambar 1. Model Struktural
Berikut penjelasan lengkap mengenai pengujian hipotesis.
Tabel 1. Hubungan Langsung Original Sample (O) Sample Mean (M) Standard Deviation (STDEV) T Statistics (|O/STDEV|) P Values Hipotesis Motivasi Intrinsik (X1) -> Kinerja Karyawan (Y) 0.254 0.255 0.098 2.590 0.010 Diterima Kepemimpinan Transformasiona l (X2) -> Kinerja Karyawan (Y) 0.288 0.299 0.086 3.347 0.001 Diterima Budaya Organisasi (X3) - > Kinerja Karyawan (Y) 0.571 0.563 0.088 6.498 0.000 Diterima
## Pengaruh Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Berdasakan tabel uji t diatas pengaruh variabel Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,010 < 0,050 sedangkan untuk nilai t hitung sebesar 2.590 > t tabel (1.96), artinya Hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh positif antara variable Motivasi Intrinsik (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y).
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) Berdasakan tabel uji t diatas pengaruh variabel Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,001 < 0,050 sedangkan untuk nilai t hitung sebesar 3.347 > t tabel (1.96), artinya Hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh positif antara variable Kepemimpinan Transformasional (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y).
## Pengaruh Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y)
Berdasakan tabel uji t diatas pengaruh variabel Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y) sebesar 0,000 < 0,050 sedangkan untuk nilai t hitung sebesar 6.498 > t tabel (1.96), artinya Hipotesis diterima yang berarti terdapat pengaruh positif antara variable Budaya Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan (Y).
## SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik, kepemimpinan transformasional, dan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada Putra Baru Swalayan Kutowinangun.
## DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Kusuma, G., & Rahardja, E. (2018). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan PD BPR BKK Taman Pemalang). Diponegoro Journal Of Management, 7(2), 210-220.
Mangkunegara, Anwar Prabu. (2011). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prahiawan, W., & Simbolon, N. (2014). Pengaruh motivasi intrinsik dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PT Intimas Lestari Nusantara. Jurnal Ekonomi Universitas Esa Unggul, 5(1), 17914.
Robbins, Stephen P., & judge, T.A. (2015). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, S. P. (2012). dan Coulter, Mary. Management, England: Pearson Education Limited, 6.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.
|
3cbbb0b0-e4e1-4894-b705-eff85e353288 | https://e-jurnal.unisda.ac.id/index.php/Inspiramatika/article/download/1477/961 |
## TEORI BEBAN KOGNITIF: ELEMEN INTERAKTIVITAS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Barep Yohanes a ,Rendi Lusbiantoro b a Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNIBA Jl. Ikan Tongkol No. 01 Kertosari – Banyuwangi 68416, barepyohanes@gmail.com b SMK TELKOM Malang Jl. Danau Ranau Sawojajar Malang 65139, rendy@smktelkom-mlg.sch.id
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan munculnya Elemen Interaktivitas pada beban kognitif intrinsik siswa dalam pembelajaran matematika. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi, jurnal belajar siswa, wawancara, dan rekaman video. Untuk pengecekan keabsahan data menggunakan metode triangulasi dan strategi menyajikan informasi yang berbeda atau negatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X RPL 3 SMK TELKOM Malang. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa Elemen Interaktivitas merupakan bagian dari Beban kognitif intrinsic yang muncul dalam pembelajaran.Elemen Interaktivitas yang muncul dalam pembelajaran dapat terlihat dari kompleksitas materi yang sedang dipelajari sehingga siswa harus menghubungkan antara topik materi kedudukan titik, garis, bidang dan topik materi jarak dan besar sudut dalam bangun ruang. Kompleksitas materi yang sedang dipelajari juga melibatkan materi prasyarat seperti kesebangunan dua segitiga, aljabar, sudut istimewa dan keahlian siswa dalam belajar matematika. Saran yang dapat diberikan dari peneliti bahwa dalam belajar perlu memperhatikan elemen interaktivitas untuk mengetahui beban yang diemban oleh kognitif siswa. Guru harus selalu mengevaluasi kemampuan siswa sehingga siswa tidak terlalu berat dalam belajar.
Kata Kunci : beban kognitif, elemen interaktivitas, pembelajaran matematika
## Abstract
This study aims to describe the emergence of Elements of Interactivity on the intrinsic cognitive load of students in mathematics learning. The approach in this study is a qualitative approach and this type of research is descriptive research. Data obtained in this study include qualitative data obtained from observation sheets, student learning journals, interviews, and video recordings. To check the validity of the data using the triangulation method and the strategy presents different or negative information. The subjects in this study were students of class X RPL 3 of TELKOM Vocational School Malang. The results of the study obtained that the Element of Interactivity is part of the intrinsic cognitive load that arises in learning. Interactivity elements that appear in learning can be seen from the complexity of the material being studied so that students must connect between material topics where the points, lines, fields and topics of material distance and the angles in building space. The complexity of the material being studied also involves prerequisite material such as the congruence of two triangles, algebra, special angles and the students' expertise in learning mathematics. Suggestions can be given from the researcher that in learning it is necessary to pay attention to the element of interactivity to find out the burden carried out by the cognitive students. The teacher must always evaluate students' abilities so that students are not too heavy in learning.
Keywords : cognitive load, elements of interactivity, mathematic learning
## PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara elemen- elemen yang terdiri dari guru, siswa, dan sumber belajar pada lingkungan belajar (permendikbud, no. 103, 2014). Kolaborasi berkesinambungan antar elemen-elemen tersebut diharapkan akan membentuk suatu keadaan lingkungan belajar yang ideal. Siswa tidak akan maksimal jika tidak ada guru dalam kegiatan pembelajaran. Begitu juga guru tanpa suatu sumber belajar akan mengalami kesulitan dalam penyampaian materi dan kurang maksimal dalam pembelajaran. Ketiga elemen tersebut harus saling melengkapi dan saling membutuhkan guna mencapai suatu tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Guru memiliki wewenang dalam kegiatan yang dilakukan siswa pada saat kegiatan pembelajaran. Guru harus memberi fasilitas kepada siswa untuk dapat menyampaikan pendapat dan juga gagasan dalam kegiatan pembelajaran (Subanji, 2015:1). Guru memberikan kesempatan untuk siswa dapat menyamapaikan pendapatnya ataupun pemahaman yang dimilikinya.
Belajar merupakan kegiatan utama dalam suatu kegiatan pembelajaran. Belajar adalah suatu
aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2016:9). Belajar dapat menggali pengetahuan tentang suatu topik atau teori yang berkembang.Teori yang telah dimiliki juga dapat dipertajam dengan latihan- latihan yang lebih mendalam sehingga dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki.Melalui belajar dapat membantu untuk memperbaiki perilaku secara social ataupun perilaku secara prosedural dalam bertindak. Belajar akan membawa suatu perubahan yang nyata pada siswa.
Belajar juga merupakan kegiatan mental yang dilakukan oleh siswa untuk memahami suatu pengetahuan.Siswa memerlukan kemampuan mental atau pikiran saat mereka melakukan kegiatan belajar (Slavin, 2009, dan Cooper, 1998).Kemampuan mental atau pikiran ini berhubungan dengan perkembangan kognitif siswa yang dimiliki untuk belajar. Dalam kegiatan belajar siswa akan menggunakan kemampuan yang ada pada kognitif mereka. Semakin siswa sering melakukan kegiatan belajar akan membuat siswa semakin memiliki perkembangan kognitif yang baik pula.
Pemrosesan informasi merupakan aktivitas yang dilakukan oleh otak dalam memproses informasi baru dan
menyimpannya, kemudian memunculkan kembali informasi tersebut apabila dibutuhkan (Winkel, 2005:120, dan Slavin, 2009:216). Informasi yang diperoleh oleh siswa akan diproses dalam otaknya atau diabaikan begitu saja. Informasi juga akan dihubungkan dengan informasi lain yang telah dimiliki sehingga akan membentuk suatu
pengetahuan yang
saling berkesinambungan antara informasi yang diperoleh dengan informasi yang dimiliki.
Memori kerja merupakan pusat dari pemrosesan suatu informasi yang telah diterima oleh seorang siswa.Upaya yang dilakukan seorang siswa untuk memproses suatu informasi akan memberikan beban pada sistem memori siswa. Beban yang terjadi pada memori kerja inilah yang disebut beban kognitif (Plass, Moreno, dan Brunken, 2010, dan Sweller, Ayres, dan Kalyuga, 2011).Beban kognitif mengarah pada kapasitas memori kerja yang terbatas dan tak terbatasnya memori jangka panjang.Semakin berat memori kerja melakukan suatu tugas maka semakin berat pula beban kognitif yang diterima oleh siswa.Beban kognitif terjadi ketika siswa berada pada situasi memproses informasi atau memahami suatu materi.
Beban kognitif yang diterima oleh seseorang ditentukan oleh unsur/elemen
interaktivitas dalam suatu informasi.Elemen interaktivitas adalah element yang harus diproses secara bersamaan dalam memori kerja karena mereka secara logis berkaitan.Sedangkan elemen adalah segala sesuatu yang harus dipelajari atau diproses, atau yang telah dipelajari atau diproses.Elemen-elemen yang ada dalam suatu informasi inilah yang mempengaruhi besar kecilnya beban kognitif seseorang. Bila dalam suatu informasi memiliki elemen yang sangat banyak, memori kerja juga akan semakin berat memproses informasi dan mengakibatkan beban kognitif semakin besar.
Beban Kognitif Intrinsic mengacu pada jumlah elemen yang harus diproses secara bersamaan dalam memori kerja untuk mengkonstruksi skema atau disebut dengan elemen interaktivitas. Element interaktifitas tergantung pada dua hal yaitu: kerumitan materi dalam belajar dan juga keahlian peserta didik dalam belajar (ketersediaan skema dan automatisasi) (Artino, 2008:428). Sehingga beban kognitif Intrinsic melalui elemen interaktivitas ditentukan oleh interaksi antara sifat bahan yang dipelajari dan keahlian dari siswa.
## METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan untuk mengetahui elemen interaktivitas pada
beban kognitif intrinsik dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Tujuan penelitian untuk menggali elemen interaktivitas yang muncul dalam pembelajaran matematika yang ada di SMK TELKOM Malang.Penelitian dilakukan pada kelas X RPL 3 Tahun pembelajaran 2015/2016.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui munculnya elemen interaktivitas pada pembelajaran matematika di SMK TELKOM Malang. Materi dalam pembelajaran matematika adalah Geometri pada SMK kelas X.
Instrumen utama sekaligus pengumpul data pada penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti
mengamati proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru mata pelajaran matematika. Peneliti juga dibantu oleh 1 (satu) observer untuk mengamati pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga ada pembanding antar peneliti dan observer.Penelitian berlangsung selama 3 pertemuan pembelajaran dengan materi geometri.
Lembar observasi, jurnal belajar siswa, pedoman wawancara, dan rekaman video pembelajaran merupakan instrumen pendukung dalam penelitian.Keempat instrumen tersebut sebagai alat untuk menggali munculnya elemen interaktivitas dalam pembelajaran matematika. Lembar observasi diisi oleh peneliti sebagai observer dan dibantu
oleh 1 observer lain atau teman sejawat. Jurnal belajar diisi oleh siswa setelah pembelajaran selesai.Setiap akhir pembelajaran, peneliti memilih 6 siswa secara acak dan harus berbeda pada suatu pertemuan dengan pertemuan sebelumnya untuk diwawancarai.Melalui wawancara didapat data lebih mendalam tentang munculnya elemen interaktivitas yang dirasakan siswa pada saat pembelajaran.Peneliti juga merekam pembelajaran dari awal sampai akhir sehingga hasil rekaman dapat dianalisis kembali untuk melihat munculnya elemen interaktivitas dalam
pembelajaran.
Penelitian diawali dengan
persiapan yang terdiri dari menganalisis masalah, merancang instrument, memvalidasi instrument, dan observasi tempat penelitian.Persiapan yang dirasa sudah cukup maka, selanjutnya pengambilan data yang dilakukan di SMK TELKOM Malang.Pengambilan data dilakukan selama 3 pembelajaran Matematika.Data yang diperoleh kemudian dikelolah menggunakan teknik analisis data yang terdiri dari menstranskrip data verbal sampai penarikan kesimpulan. Untuk memastikan keabsahan data pada pengelolahan data maka dilakukan pemeriksaan keabsahan dengan
caratriangulasi dan penyajian informasi berbeda (Creswell, 2014:286-288).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh selama penelitian akan dibahas langsung berdasarkan elemen interaktivitas yang muncul pada pembelajaran matematika. Data berupa foto hasil kerja siswa, rekaman selama pembelajaran, jurnal belajar siswa, dan juga hasil wawancara. Pembahasan akan menjelaskan munculnya elemen interaktivitas yang ada dalam pembelajaran matematika.
Elemen Interaktivitas yang muncul terlihat dari rekaman pada saat pembelajaran (rekaman 0004 menit 1:10). Guru membahas tentang garis yang sejajar, perpotongan, dan bersilangan. Siswa memberikan jawaban yang salah ketika membahas soal.Ada beberapa siswa yang mengalami kesalahan dalam menjawab pertanyaan guru tentang garis yang sejajar, berpotongan, dan bersilangan. Kesalahan siswa dapat dilihat dari hasil wawancara:
Guru : GB sejajar dengan CF atau tidak?
Siswa : Tidak
Guru : Apa namanya?
Siswa : Bersilangan Guru : Berpotongan, kalau bersilangan tadi apa? Siswa dan guru : Tidak sejajar dan tidak berpotongan
Selain tanya jawab diatas, kesalahan siswa juga terlihat dari tanya jawab berikut.
Guru : BE dan CF apa namanya? Siswa : Sejajar Guru : Ndak, dia bersilangan Hasil lembar observasi mengungkap Elemen
Interaktivitasberasal dari garis yang berpotongan dengan yang bersilangan. Hasil jurnal belajar siswa juga terungkap bahwa siswa kurang bisa/kesulitan membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang. Kesulitan membayangkan lebih diperjelas lagi melalui hasil wawancara dengan siswa berinisial AIY yang mengatakan bahwa dalam belajar geometri tidak terlalu sulit tetapi yang sulit saat membayangkannya.
Peneliti : Menurut anda, apakah materi yang barusaja dipelajari sulit untuk dipahami? Mengapa anda merasa sulit memahami materi tersebut? AIY : Ya gak sulit, Cuma susah bayanginnya Elemen Interaktivitas yang muncul berikutnya adalah bidang yang sejajar.Siswa mengalami kesulitan dalam membahas soal yaitu menentukan suatu bidang yang sejajar dengan bidang lainnya (rekaman 0004 menit 04:04).
Guru : Sekarang, bidang yang sejajar dengan BDG?, kebayang apa tidak bidang BDG? Sebagain siswa : Kebayang Sebagian siswa : Sebentar, sebentar, bidang BDG (sambil membayangkan bidang BDG pada gambar.
Munculnya Elemen Interaktivitas terlihat dari kesulitan siswa dalam memahami bidang yang sejajar dengan bidang BDG.Elemen Interaktivitas
muncul dari kesulitan siswa dalam membayangkan bidang yang sejajar dengan bidang BDG. Kesulitan membayangkan ini terungkap dari hasil lembar observasi bahwa yang menjadi kesulitan siswa adalah membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang. Selain dari lembar observasi kesulitan membayangkan didukung oleh hasil jurnal belajar yang menjelaskan bahwa siswa kurang bisa membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang, kemudian diperjelas dengan hasil wawancara dengan siswa berinisial AIY.
Dalam kegiatan pembelajaran muncul Elemen Interaktivitasyang dapat dilihat dari kesulitan yang dialami oleh siswa. Ada beberapa siswa yang sedikit mengalami kebingungan saat siswa yang mengerjakan di depan memberikan panjang 5 pada suatu garis. Karena ada beberapa siswa yang merasa kebingungan dengan panjang 5 pada pekerjaan siswa maka guru bertanya kepada siswa yang mengerjakan di depan.
Guru : La kok bisa Siswa : ini kan sejajar dan sama dengan CG. Jadi ini ya setengahnya dari 10 pak.
Kesulitan siswa dalam memahami hasil kerja teman mereka disebabkan karena kurangnya kemampuan membayangkan kedudukan garis dalam bangun ruang. Kesulitan ini juga terungkap dari hasil jurnal belajar siswa bahwa mereka mengalami kesulitan dalam segi membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang. Kesulitan ini juga diperjelas dengan hasil wawancara dengan AIY yang merasa kesulitan dalam membayangkan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang.
Dari hasil observasi terlihat Elemen Interaktivitas yang muncul adalah tentang perhitungan tentang kedudukan titik P dan panjang AQ yang bernilai 5 . Siswa juga mengalami kesulitan saat guru membahas tentang panjang diagonal ruang yang bernilai 10 . Elemen Interaktivitasjuga muncul pada saat siswa mengalami kesulitan dalam memahami bidang segitiga dalam bangun kubus. Kesulitan ini juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan YIR sebagai berikut.
Peneliti : Dimanakah letak kesulitan saudara dalam memahami materi? Mengapa dibagian tersebut anda merasa kesulitan dalam memahaminya? YIR : Ya kalau sudah masuk ke yang agak kompleks gitu, pada saat dipecah-pecah segitiga-segitiga,
itu yang agak sulit.
Gambar 1. Bangun Ruang Kubus Hasil Kerja Siswa
Pembahasan dilanjutkan dengan menghitung jarak titik A ke bidang BDE
(rekaman 0009
menit 00:08).
Pembahasan diawali dengan mengajak siswa untuk membayangkan bidang BDE pada bangun kubus.
Guru : Bisa atau tidak membayangkan bidang BDE? Siswa : Bisa (Serentak) Guru : Apa jenis segitiga yang terbentuk? Siswa1 : Segitiga sama kaki Siswa2 : Segitiga sama sisi
Dari percakapan di atas siswa
mengalami kesulitan dalam
membayangkan dan memahami panjang sisi-sisi pembentuk segitiga BDE.
Beban kognitif intrinsic disebabkan oleh jumah element yang harus diproses secara bersamaan dan keterkaitan antara unsur-unsur. Siswa kurang memahami topik materi pada pertemuan sebelumnya dapat mengakibatkan beban kognitif yang lebih berat pada pembelajaran topik materi yang sedang dipelajari. Pengetahuan sebelumnya dari siswa akan mempengaruhi tingkat kompleksitas materi yang dipelajari (Kalyuga, 2011:39). Topik materi yang sedang dipelajari berhubungan dengan topik materi yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya.
Kesulitan siswa yang terjadi karena ada unsur dalam suatu topik materi yang tidak diproses. Siswa kurang memahami topik materi sehingga saat
guru memberikan latihan soal, siswa mengalami kesulitan mengerjakan atau menjawab pertanyaan guru. Siswa tidak mengulang materi sebelumnya (mempelajari kembali) sehingga informasi yang ada dalam memori kerja terlupakan. Informasi dalam memori kerja hanya bisa bertahan beberapa menit dan jika tidak ada pengulangan akan dilupakan. Informasi sepenuhnya dipahami ketika semua element yang berinteraksi dapat diproses dalam memori kerja (Sweller, Ayres, dan Kalyuga, 2011:62). Siswa melupakan definisi dari dua garis yang berpotongan atau bersilangan sehingga siswa tidak dapat menjawab atau menentukan dua buah garis yang berpotongan atau bersilangan. Siswa kurang mampu melihat atau mengkonfigurasi, pengenalan bentuk dan kedudukan, dan merepresentasikan suatu titik, garis, atau bidang dalam bangun ruang (Gal dan Linchevski, 2010). Kesulitan yang dialami membuat siswa tidak bisa memahami kedudukan suatu titik, garis, dan bidang dalam bangun ruang. Dari situasi tersebut mengakibatkan munculnya beban kognitif intrinsic dalam praktik pembelajaran matematika.
## KESIMPULAN
Elemen Interaktivitas merupakan bagian dari Beban kognitif intrinsic yang
muncul dalam pembelajaran.Elemen
Interaktivitas yang muncul dalam pembelajaran dapat terlihat dari kompleksitas materi yang sedang dipelajari sehingga siswa harus menghubungkan antara topik materi kedudukan titik, garis, bidang dan topik materi jarak dan besar sudut dalam bangun ruang. Kompleksitas materi yang sedang dipelajari juga melibatkan materi prasyarat seperti kesebangunan dua segitiga, aljabar, sudut istimewa dan keahlian siswa dalam belajar matematika.
## DAFTAR PUSTAKA
Artino, A. R. J. (2008). Cognitive Load
Theory and the role of learner experience: An Abbreviated Review for Education Practitioners. Association for the
Advancement of Computing In Education Journal , 16(4): 425-
439
Cooper, G. (1998). Research into Cognitive Load Theory and Instructional Design at UNSW .(Online), (http://dwb4.unl.edu/Diss/Coope r/UNSW.htm) , diakses 20
September 2015. Creswell, J. W. (2009). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, edisi-3 . Terjemahan Achmad Fawai. 2014. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gal, H. & Linchevski, L. (2010). To See or not to see: Analyzing Difficulties in Geometry from the Perspective of Visual
Perception. Educ Stud Math . 74:163-183
Kalyuga, S. (2011). Informing: A Cognitive Load Perspective. The International Journal of an Emerging Transdiscipline . 14:33-45 Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah . (2014). Jakarta: Permendikbud.
Plass, L. J., Moreno, R. & Brunken, R.
2010. cognitive Load Theory . New York: Cambridge University Press, (online). Slavin, E. R. (2009). Psikologi Pendidikan: Teori dan Prakte, edisi-9 . Terjemahan Marianto
Samosir. 2011. Jakarta: Indeks
Subanji. (2015). Teori Kesalahan Konstruksi Konsep dan Pemecahan Masalah Matematika. Malang: Universitas
Negeri Malang Suyono & Hariyanto. (2016). Belajar Dan Pembelajaran. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Sweller, J., Ayres, P. & Kalyuga, S. 2011. cognitive Load Theory . New York: Cambridge University Press, (online).
Winkel, S, W. (2005). Psikologi Pengajaran . Yogyakarta: Media Abadi
|
d38fa543-9dd0-4dd9-8b08-dbe57c4208c8 | https://jurnal.perhapi.or.id/index.php/impj/article/download/8/10 |
## ANALISA LINEAR SUPERPOSITION DALAM KELOLA GETARAN TANAH HASIL PELEDAKAN PADA PERTAMBANGAN BATUBARA
Linier Superposition Analysis on Managing Blasting Ground Vibration in Coal Mining
Dhion Pradatama 1 , Chani Pradasara 2 , dan Syarif Nurdiansyah 3
1,2 Technical Services Engineer, PT Multi Nitrotama Kimia, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
3 Area Manager, PT Multi Nitrotama Kimia, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Artikel masuk :September 2019 , Artikel diterima : Oktober 2019, Atikel terbit : November 2019
*Dhion Pradatama : dhion@mnk.co.id
Doi :
## ABSTRAK
Getaran tanah merupakan getaran yang ditimbulkan akibat dari proses peledakan tambang. Selama ini getaran tanah dianggap sebagai waste energy yang dapat merusak dan menjadi isu terhadap lingkungan di sekitar area tambang. PT. Multi Nitrotama Kimia sebagai perusahaan jasa penjualan bahan peledak di Indonesia memiliki kustomer dengan isu demikian, salah satunya adalah PT Adaro Indonesia. Guna menanggulangi isu tersebut, dilakukan rekayasa teknik terhadap getaran tanah yang dihasilkan dengan prinsip linear superposition menggunakan metode signature hole analysis (SHA) untuk meminimalisir getaran tanah yang ditimbulkan. Penelitian dan percobaan dilakukan menggunakan metode Signature Hole Analisys (SHA) untuk merekam perambatan gelombang di setiap range blok – strip tertentu terhadap area konsen. Gelombang yang telah terekam dianalisis dengan fitur Linear Superposition untuk mendapatkan rekomendasi waktu tunda beserta prediksi getaran tanah.. Rekomendasi yang didapat adalah waktu tunda pada inter-hole dan inter-row yang mana akan diterapkan untuk peledakan selanjutnya. Berdasarkan analisis menggunakan metode Signature Hole Analysis, rekomendasi waktu tunda yang diberikan dapat diterapkan untuk mengakomodir prinsip linear superposition gelombang. Penerapannya dapat dioptimalkan menggunakan inter-deck delay sehingga meminimalisir getaran tanah yang dihasilkan. Dibuktikan oleh getaran tanah yang dihasilkan menggunakan rekomendasi tersebut selalu di bawah standar yang ditetapkan (PVS = < 2.00 mm/s).
## Indonesian Mining Professionals Journal
Volume 1, Nomor 1, Bulan November 2019 https://jurnal.perhapi.or.id/impj
ISSN : 2714-8823 (Print); ISSN : -
Kata kunci:
Getaran Tanah, Linier Superposition, Signature Hole Analysis. .
## ABSTRACT
One of the blasting process effect is ground vibration. Ground vibration currently consider as waste energy which it can infere and be an issue to the environment. PT. Multi Nitrotama Kimia as blasting service and explosives sales in Indonesia has customers dealing with that issues, one of them is PT Adaro Indonesia. To overcome the issue, engineering approach is done to the ground vibration by changing waste energy into work energy with the principle of linear superposition using the signature hole analysis (SHA) method to minimize the ground vibration. Researches and experiments are carried out using the Signature Hole Analysis (SHA) method to record wave propagation in each range of certain blocks - strips to the concern area. The recorded waves are analyzed with the Linear Superposition feature to obtain delay time recommendation along with the predicted vibration. The recommended delay time obtained is the delay time on inter-hole and inter-row which will be applied for next blasting.Based on the Signature Hole Analysis method, the recommended delay time given can be applied to accommodate the linear superposition wave principle. Its application can be optimized using inter-deck delay to minimize ground vibration produced. Its proven by ground vibrations produced using the recommendations always below the specified standard (PVS = <2.00 mm / s).
## Keywords:
Ground Vibration, Signature Hole Analysis, Linear Superposition
## PENDAHULUAN
Peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan, yaitu : membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya atau memecah dan memindahkan batuan. Kegiatan peledakan dapat memberikan dampak ground vibration (getaran tanah), air blast (suara ledakan), flyrock (batu terbang). Ground vibration (getaran tanah) merupakan getaran yang ditimbulkan akibat dari proses peledakan. Selama ini getaran tanah dianggap sebagai waste energy yang dapat merusak dan menjadi isu terhadap lingkungan di sekitar area tambang. PT. Multi Nitrotama Kimia sebagai perusahaan jasa peledakan dan penjualan bahan peledak di Indonesia memiliki customer dengan isu ground vibration, yaitu PT Adaro Indonesia.
Pit Tutupan North merupakan salah satu area operasional PT Adaro Indonesia yang memiliki isu dengan lingkunga. Pit Tutupan North berada dekat dengan area kritis yaitu berupa infrastruksur perusahaan migas (Sumur, Tanki, Kantor) dan lingkungan penduduk (Gambar 1) dengan jarak yang sekarang hamper 100 – 1500 m yang mana menjadi perhatian terhadap pengaruh dari getaran tanah akibat peledakan (Gambar 2).
Gambar 1. Infrastruktur Perusahaan Migas Sebagai Titik Konsen Pit Tutupan North (PT Adaro Indonesia, 2019)
Gambar 2. Peta Pit Tutupan North dan Area Konsen (PT
## Adaro Indonesia, 2019)
Sesuai dengan regulasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI 7571:2010) tentang dampak getaran tanah akibat peledakan terhadap bangunan dan
infrastruktur yang ada di sekitar area penambangan, mengharuskan getaran tanah atau nilai Peak Vector Sum (PVS) yang dihasilkan dari peledakan di Pit Tutupan North <2 mm/s (Tabel 1). Guna menanggulangi isu tersebut, maka dilakukan rekayasa terhadap getaran tanah yang dihasilkan. Getaran tanah yang semula adalah waste energy dapat dirubah menjadi work energy dengan prinsip linear superposition menggunakan metode signature hole analysis (SHA) untuk meminimalisir getaran tanah yang ditimbulkan.
Jika dua gelombang atau lebih merambat dalam medium yang sama dan pada waktu yang sama, akan menyebabkan simpangan dari partikel dalam medium. Simpangan resultan merupakan jumlah aljabar dari simpangan (positif dan negatif) dari masing-masing gelombang. Hal ini disebut prinsip superposisi. Linear superposition merupakan suatu prinsip gelombang dimana jika dua atau lebih gelombang dengan fase berbeda merambat pada medium dan waktu yang sama dan memiliki amplitudo dan panjang gelombang yang sama akan menghasilkan simpangan resultan sebesar nol (Gambar 3). Prinsip inilah yang diujicobakan untuk mengatasi isu pada Pit Tutupan dengan merencanakan sedemikian mungkin waktu tunda (inter-row dan inter-hole delay) yang digunakan pada operasi peledakannya sehingga dapat mengakomodir prinsip linear superposition ini. Prinsip ini diharapkan dapat mengurangi getaran tanah hasil peledakan.
Demi mendukung kinerja prinisip ini, maka perlu dilakukan terlebih dahulu Signature Hole Analysis (SHA). Signature Hole Analysis adalah analisis dengan merekam gelombang dari satu, atau banyak lubang ledak standar. Sensor getaran akan ditempatkan diantara tempat yang sensitive terhadap struktur getaran, (yaitu dinding, bangunan, bendungan), hal ini akan memberikan informasi mengenai homogenitas masa batuan.
Berdasarkan analisis ini dapat dilakukan permodelan gelombang yang mana dapat menghasilkan rekomendasi untuk waktu tunda (interrow dan interhole) yang dapat mengakomodir prinsip linear superposition tersebut.
Gambar 3. Prinsip Linear Superposition gelombang
Tabel 1. Baku tingkat getaran peledakan terhadap kelas dan jenis Kelas Jenis bangunan Peak Vector Sum (mm/detik) 1 Bangunan kuno yang dilindungi undang-undang benda cagar budaya (Undang- undang No. 6 tahun 1992). 2 2 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen saja, termasuk bangunan dengan pondasi dari kayu dan lantainya diberi adukan semen. 3 3 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen diikat dengan slope beton. 5 4 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen slope beton, kolom dan rangka diikat dengan ring balk. 7 - 20 5 Bangunan dengan pondasi, pasangan bata dan adukan semen, slope beton, kolom dan diikat dengan rangka baja. 12 - 40
Sumber: Standar Nasional Indonesia, (SNI 7571 : 2010)
Output dari signature hole analysis ada dua, yaitu analisis scaled distance, dimana akan didapatkan prediksi nilai getaran yang akan dihasilkan berdasarkan pada jumlah isian bahan peledak dengan jarak terhadap area konsen. Kedua adalah linear superposition dengan simulasi waktu tunda yang dapat diterapkan pada kegiatan peledakan nanti. Pada metode signature hole, alat ukur (blasting monitor) ditempatkan secara paralel terhadap lubang ledak dan berada diantara dari lubang ledak dengan area konsen.
Oleh karena itu dilakukan peledakan signature hole di Pit Tutupan North. Signature hole analysis di Pit Tutupan North dilakukan dengan peledakan pada tujuh lubang standar dengan waktu tunda antar lubangnya yaitu 1m/s, 2.000 m/s, 4.000 m/s, 6.000 m/s, dan 8.000 m/s, 10.000 m/s, dan 12.000 m/s dengan isian bahan peledak per lubang sebanyak 75 Kg dengan kedalaman masing- masing 8 meter. Waktu tunda didesain dengan waktu yang panjang bertujuan agar dalam pengolahan data
dapat membedakan gelombang antar lubang yang terekam berdasarkan waktu tunda tersebut. Getaran (PVS) yang berhasil direkam oleh BM1 dan BM2 pada lubang SHA1 adalah 23,14 mm/s dan 21,72 mm/s, SHA2 adalah 20,36 mm/s dan 27,53 mm/s, SHA3 adalah 23,74 mm/s dan 16,45 mm/s, SHA4 adalah 26,96 mm/s dan 20,20 mm/s, SHA5 adalah 22,56 mm/s dan 25,59 mm/s, SHA6 adalah 29,24 mm/s dan 20,85 mm/s, dan SHA7 adalah 27,09 mm/s (Gambar 4).
Setelah gelombang peledakan signature hole berhasil terekam, selanjutnya gelombang-gelombang tersebut akan dianalisis untuk mengeluarkan amplitudo gelombang tersebut keluar dari fasenya dengan prinsip linear superposition. Data gelombang tersebut dianalisis menggunakan software dengan advanced module, yang mana hasil analisisnya akan berupa simulasi waktu tunda (inter-row, inter-hole, dan inter-deck delay) dan prediksi nilai getaran yang dihasilkan (Gambar 5).
Gambar 4. Desain Peledakan Signature Hole (PT SIS, 2019)
Gambar 5. Analisis Gelombang Signature Hole (Technical Services Department, 2019)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam analisisnya dibutuhkan permodelan gelombang dan analisis mengeluarkan amplitudo gelombang dari fasenya dengan prinsip linear superposition untuk menghasilkan model gelombang yang komprehensif.
Setelah dilakukan analisis terhadap gelombang signature hole, maka akan didapatkan simulasi waktu tunda berupa inter-row, inter-hole, dan inter-deck delay, berdasarkan prinsip linear superposition, beserta dengan prediksi getaran yang akan dihasilkan (Gambar 6).
Berdasarkan analisis, waktu tunda (inter-row dan inter- hole) yang direkomendasikan untuk peledakan di area Pit Tutupan North adalah 54ms x 68ms untuk area North 1, 108ms x 108ms untuk area North 2, 31ms x
53ms untuk area CT1, dan 47ms x 78ms untuk area CT2 (Tabel 2). Waktu tunda yang direkomendasikan ini akan digunakan sebagai desain waktu tunda pada peledakan di Pit Tutupan North (Gambar 7).
Berdasarkan analisis menggunakan metode Signature Hole Analysis, rekomendasi waktu tunda yang diberikan dapat diterapkan untuk mengakomodir prinsip linear superposition gelombang. Penerapannya dapat dioptimalkan menggunakan inter-deck delay sehingga meminimalisir getaran tanah yang dihasilkan dan distribusi energy yang lebih baik. Penggunaan rekomendasi waktu tunda (inter-hole dan inter-row) ini harus diperbarui dengan melakukan signature hole analysis per periode waktu tertentu apabila terjadi perubahan yang signifkan pada elevasi rencana peledakan sehingga dapat mewakili area tersebut.
Gambar 6. Output analisis gelombang signature hole berdasarkan linear superposition (Technical Services Department, 2019)
Tabel 2. Rekomendasi Inter-Hole dan Inter-Row Pit Tutupan North
Tutupan Sub Area Inter-Hole (ms) Inter-Row (ms) North 1 54 68 68 54 North 2 108 108 108 108 CT 1 31 53 53 31 CT 2 47 78 78 47
Sumber: Technical Services Department (2019)
Gambar 7. Desain Peledakan berdasarkan prinsip linear superposition (Technical Services Department, 2019)
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis signature hole dan hasil rekomendasi melalui prinsip linear superposition yang kemudian diimplementasikan pada peledakan di Pit Tutupan North menunjukkan hasil yang positif. Dibuktikan oleh hasil getaran tanah rata-rata yang dihasilkan selama kegiatan peledakan pada tahun 2019 di Pit Tutupan North dengan menggunakan
rekomendasi tersebut selalu tidak melebihi batas maksimal PPV yang ditetapkan (< 2.00 mm/s) (Gambar 8) dengan menggunakan desain inter-row dan inter-hole yang dapat mengakomodir prinsip linear superposition. Selanjutnya, sebagai improvemet lanjutan dapat dilanjutkan uji coba dengan optimalisasi delay menggunakan inter-deck delay berdasarkan prinsip linear superposition.
Gambar 8. Rangkuman Hasil Getaran Tanah di Pit Tutupan North (PT Adaro Indonesia, 2019)
1,21 1,18 1,25 1,33 1,2 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 January February March April May PV S (m m /s) Bulan Summary Hasil Getaran Tanah di Pit Tutupan North PVS (mm/s) Nilai Ambang Batas (mm/s)
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada PT.Adaro Indonesia sebagai pelanggan PT.Multi Nitrotama Kimia yang memberikan dukungan dan persetujuan mereka untuk menerbitkan makalah ini.
## DAFTAR PUSTAKA
________. (2010). Blastware Operator Manual Handbook. (pp. 6.35-6.58). Instantel Inc., Ottawa, Ontario,
Canada.
Hustrulid. W. (1999). Blasting Principles for Open Pit Mining. (Vol. 1, pp. 272-273). A.A. Balkema, Rotterdam, Brookfield.
Yang, R., Scovira, D. S., & Patterson, N. J. (2009). “An integrated approach of signature hole vibration monitoring and modeling for quarry vibration control”. International symposium on Rock fragmentation by blasting, FRAGBLAST 9, pp. 597-605.
|
7ed17632-72ad-470f-8dfc-63ed11c2af49 | http://journal.imla.or.id/index.php/arabi/article/download/136/60 | Available online: http://journal.imla.or.id/index.php/arabi Arabi : Journal of Arabic Studies, 4 (1), 2019, 45-54 DOI: http://dx.doi.org/10.24865/ajas.v4i1.136
## MVR ABBAS: MULTIMEDIA VIRTUAL REALITY GAME BERBICARA BAHASA ARAB UNTUK SISWA JENJANG MENENGAH PERTAMA
Novita Kusumadewi, Aziz Fajar Nurizki, Andri Bekti Pratama, Zukhaira Universitas Negeri Semarang, Indonesia E-mail : nvtkusumadewi@gmail.com
Abstract
Language learning must be carried out hierarchically from listening skills to writing skills. Although learning Arabic in Indonesia has been going on for centuries, learning listening skills and speaking Arabic still lacks adequate attention and focus. This happens because there is no proper language learning media available. Teachers rarely use and even never use media in learning Arabic, especially speaking skills. Based on the above problems, a solution is needed in the form of a variety of learning media that can be used by teachers and students in speaking learning, namely MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Arabic Speaking Game), an Arabic Speaking Game which not only teaches and trains related speaking skills only, but also has the contents of the material based on intercultural education considering learning languages will not be separated from learning the culture of the language.
Keywords: speaking skills, MVR Abbas, intercultural education
## Abstrak
Pembelajaran bahasa harus dilaksanakan secara hierarki mulai dari keterampilan menyimak sampai pada keterampilan menulis. Meskipun pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya, pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara bahasa Arab masih kurang mendapat perhatian dan fokus yang memadai. Hal ini terjadi karena belum tersedianya media pembelajaran bahasa yang tepat, seringkali guru jarang menggunakan dan bahkan tidak pernah menggunakan media dalam pembelajaran bahasa Arab khususnya keterampilan berbicara. Berdasarkan permasalahan di atas diperlukan suatu solusi berupa media pembelajaran yang bervariasi yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara yakni MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Arabic Speaking Game), sebuah Game Bebicara Bahasa Arab yang mana di dalamnya tidak hanya mengajarkan dan melatih terkait keterampilan berbicara saja, melainkan isi materinya berbasiskan pendidikan antarbudaya mengingat mempelajari bahasa tidak akan terlepas dari mempelajari budaya bahasa tersebut.
Kata Kunci: keterampilan berbicara, MVR Abbas, pendidikan antarbudaya
## Pendahuluan
Bahasa Arab termasuk bahasa asing yang paling banyak dipelajari oleh penduduk Indonesia (Chaer dan Leonie, 2010: 211-212). Bahasa Arab memiliki kedudukan yang istimewa di Indonesia, bahasa Arab masuk ke wilayah Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam (Effendy, 2012: 28). Bahasa Arab di Indonesia merupakan salah satu bahasa asing yang dipelajari di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun pendidikan non formal mulai dari jenjang MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA, sampai jenjang perguruan tinggi.
Mempelajari bahasa suatu negara tidak terlepas mempelajari budayanya juga. Pendidikan antarbudaya merupakan proses di mana wawasan budaya siswa makin luas, dengan bantuan informasi baru tentang budaya dan bahasa lain/asing dan pada waktu yang sama hal ini meningkatkan kesadaran anak terhadap fitur-fitur khusus budaya dan bahasanya sendiri (Madya, 2013: 194).
Pembelajaran bahasa Arab dapat dikatakan berhasil apabila siswa mampu menguasai empat keterampilan berbahasa (Iskandarwassid, 2013: 226). Empat keterampilan tersebut meliputi menyimak ( maha>rah al-istima>’), berbicara (maha>rah al-takallum), membaca (maha>rah al-qira>ah), dan menulis ( maha>rah al-Kita>bah). Pembelajaran bahasa harus dilaksanakan secara hierarki mulai dari keterampilan menyimak sampai pada keterampilan menulis (Tarigan 2015: 34).
Keterampilan berbicara ( maha>rah al-takallum) merupakan pengungkapan pikiran secara lisan. Dengan mengucapkan apa yang dipikirkan, seseorang dapat membuat orang lain yang diajak bicara mengerti apa yang ada dalam pikirannya. Berbicara merupakan suatu aktifitas komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia. Lebih lanjut bahwa berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal balik dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Effendy, 2012:150).
Meskipun pembelajaran bahasa Arab di Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya, pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara bahasa Arab masih kurang mendapat perhatian dan fokus yang memadai. Ini terjadi karena tujuan pembelajaran bahasa Arab hanya diarahkan pada satu arah, yakni agar siswa mampu memahami bahasa tulisan yang terdapat dalam buku ( kita>b) berbahasa Arab, dan pengertian hakikat. Metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan kegiatan belajar pada penghafalan kaidah-kaidah tata bahasa dan penerjemahan kata demi kata ( harfiah) (Izzan, 2015: 65). Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam pertumbuhan bahasa siswa yang menjadi penyebab kelemahan perkembangan bahasa siswa.
Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan di sekolah masih jauh dari kondisi yang diharapkan. Berdasarkan penelitian pada beberapa sekolah yang dilakukan Hakim (2016: 8) menyebutkan media pembelajaran Bahasa Arab di sekolah masih menggunakan media konvensional yang membosankan siswa. Para siswa lebih disibukan dengan materi yang hanya ada di buku paket. Hal ini disebabkan kurangnya inovasi dalam pembelajaran di kelas dan penggunaan media pembelajaran tradisional yang membuat siswa bahasa Arab menjadi kurang maksimal dan membosankan. Problematika pembelajaran keterampilan berbicara ini, juga terjadi pada pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab siswa MTs di Kota Semarang, khususnya siswa kelas VIII. Hal ini menyebabkan, masih banyak siswa yang kurang baik dalam berbicara bahasa Arab baik dalam pelafalan, penguasaan kata, maupun intonasinya. Seharusnya pada kelas ini siswa sudah mampu berbicara bahasa Arab meskipun dengan tingkatan yang sederhana. Effendy (2012: 150) menyatakan bahwa salah satu faktor penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian dan perasaan tidak takut salah.
Berdasarkan permasalahan di atas diperlukan suatu solusi berupa media pembelajaran yang bervariasi yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara. Pemanfaatan perangkat mobile dalam dunia pendidikan secara umum dan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab masih minim.
Menurut Gorgiev (dalam Purbasari 2013: 2) Semakin banyaknya masyarakat yang memiliki dan menggunakan perangkat mobile membuka peluang penggunaan perangkat teknologi bergerak
dalam dunia pendidikan. Kehadiran mobile-learning ini ditujukan sebagai pelengkap pembelajaran yang ada serta memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari kembali materi yang kurang dikuasai di manapun dan kapanpun.
Mengembangkan media pembelajaran berbasis mobile learning diperlukan suatu aplikasi yang mendukung. Salah satu aplikasi yang dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran adalah aplikasi Unity 3D. Unity 3D merupakan aplikasi untuk membuat aplikasi android yang kompleks dan tampilan yang menarik (https://unity 3d.com/unity). Selain dapat membuat Aplikasi dalam bentuk 2D dan 3D, Unity 3D juga dapat membuat dalam bentuk Virtual Reality (VR). Virtual Reality adalah sebuah teknologi yang memungkinan untuk berinteraksi dengan objek imajinasi dengan menggunakan komputer dan membawa kedalam suasana 3-Dimensi menggunakan kacamata Virtual Reality (VR Cardboard / Box) yang seolah nyata. Hal ini tentu dapat memberikan pengalaman yang berbeda dalam proses pembelajaran bagi siswa terutama pembelajaran bahasa Arab. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan mengembangkan media pembelajaran dalam bentuk Aplikasi Game Virtual Reality Bahasa Arab.
Game Virtual Reality Bahasa Arab adalah aplikasi keterampilan berbicara bahasa Arab, di mana aplikasi ini akan menghadirkan animasi yang interaktif untuk para siswa. Melalui aplikasi ini peneliti mencoba membuat media pembelajaran interaktif untuk keterampilan berbicara siswa kelas VIII MTs. Media ini berisi materi serta evaluasi dan di lengkapi dengan berbagai media seperti gambar, audio, dan animasi yang menarik minat siswa untuk belajar.
Dari pemaparan tersebut, peneliti akan mengembangkan media menarik dan interaktif berbasis aplikasi unity 3D untuk keterampilan berbicara bahasa Arab dengan judul “Game Virtual Reality Bahasa Arab: Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara Berbasis Pendidikan Antarbudaya untuk Siswa MTS Kelas VIII.
Penelitian tentang pengembangan media untuk keterampilan berbicara sudah sering dilakukan, akan tetapi dengan metode dan jenis penelitian yang berbeda. Meskipun banyak hasil penelitian tentang pengembangan untuk keterampilan berbicara, namun cara yang ditempuh untuk meningkatkan keterampilan berbicara masih menarik untuk dikaji, baik penelitian yang bersifat melengkapi maupun penelitian yang bersifat baru. Untuk itu, penelitian pengembangan keterampilan berbicara menarik sebagai bahan penelitian.
Beberapa penelitian yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah penelitian dari Yudi Nugraha Bahar (2014), Noor Lukman Hakim (2016), Firman Setiawan Riyadi dkk (2017), Ramdhan Dwi Ratriana (2017).
Yudi Nugraha Bahar (2014) dengan judul “Aplikasi Teknologi Virtual Reality bagi Pelestarian Bangunan Arsitektur “ hasil dari penelitian ini adalah aplikasi teknologi virtual reality. Aplikasi ini digunakan dalam bidang arsitektur khususnya berkaitan dengan pelestarian warisan sejarah atau preservasi dan konservasi digital. Persamaan penelitian Bahar dengan penulis adalah penggunaan teknologi virtual reality dalam mengembangkan produk. Adapun perbedaannya apabila Bahar mengembangkan aplikasi guna pelestarian bangunan arsitektur, sedangkan penulis mengembangkan multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya guna dijadikan sebagai media pembelajaran bahasa Arab khususnya untuk meningkatkan keterampilan berbicara.
Penelitian Noor Lukman Hakim (2016) dengan judul “Pengembangan Media Pembelajan Berbasis Aplikasi Swishmax untuk Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas VIII MTs di Kota Semarang” menunjukkan bahwa aplikasi pembelajaran berbasis Swishmax yang efektif digunakan untuk pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab siswa kelas VIII MTs. Persamaan antara penelitian Hakim dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengembangan media pembelajaran untuk keterampilan berbicara. Adapun perbedaan penelitian Hakim dengan penulis adalah Hakim menggunakan media berbasis Swishmax sedangkan penulis menggunakan multimedia virtual reality game.
Penelitian Firman Setiawan Riyadi dkk (2017) dengan judul “Aplikasi 3D Virtual Reality sebagai Media Pengenalan Kampus Politeknik Negeri Indramayu Berbasis Mobile” menunjukkan
bahwa aplikasi 3D virtual reality yang digunakan sebagai media pengenalan kampus. Berbeda dengan aplikasi yang akan dibuat pada penelitian ini, yakni multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya sebuah media pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Arab.
Penelitian Ramdhan Dwi Ratriana (2017) dengan judul “Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Virtual Reality di Sekolah Dasar Islam Multiplus Ar Rahim” menunjukkan bahwa video pembelajaran berbasis virtual reality yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman siswa terkait materi pembelajaran di sekolah dasar. Adapun perbedaan dengan aplikasi yang dibuat penulis adalah isi materi dan produk yang dihasilkan. Penelitian Ratriana menghasilkan produk berupa video pembelajaran dengan materi sekolah dasar, sedangkan dalam penelitian ini menghasilkan multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya dengan materi pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab MTs.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa belum ada satupun sebuah multimedia virtual reality game berbasis pendidikan antarbudaya yang digunakan sebagai media pembelajaran pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Arab. Hal ini berarti tidak ditemukan kesamaan yang bersifat plagiarisme.
## Konsep Multimedia Pembelajaran
Menurut Ariani dan Haryanto (2010: 26) berpendapat bahwa multimedia pembelajaran diartikan sebagai aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan terkendali.
## Unity 3D Engine
Unity Engine suatu game engine yang terus berkembang. Engine ini merupakan salah satu game engine dengan lisensi source proprietary, Unity Engine memiliki kerangka kerja (framework) lengkap untuk pengembangan profesional. Sistem inti engine ini menggunakan beberapa pilihan bahasa pemogramam, di antaranya C#, javascript maupun boo (Ghazali dkk, 2014:1-2). Dalam pengerjaan aplikasi ini menggunakan library Unity AR. Unity Ar menyediakan sebuah interface ke ARToolkit yang dikemas secara menarik oleh Unity 3D. Melalui Unity AR pengguna akan diberikan informasi tentang posisi dan rotasi suatu pola yang telah terdaftar sebelumnya.
Dengan adanya gabungan antara ARToolkit dan Unity ini dapat mempermudah pengguna untuk mengembangkan aplikasi berbasis augmented danVirtual reality. Virtual Reality
Menurut Sihite (2013: 398) berpendapat bahwa Virtual Reality (VR) atau realitas maya adalah teknologi yang membuat pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh komputer ( computer simulated environment), suatu lingkungan sebenarnya yang ditiru atau benar-benar suatu lingkungan yang hanya ada dalam imaginasi. Para pemakai dapat saling berhubungan dengan suatu lingkungan yang ditirukan, dapat menjadi mirip dengan dunia nyata, sebagai contoh, simulasi untuk pilot atau pelatihan pertempuran, atau dapat sangat berbeda dengan kenyataan, seperti di VR game.
## Pendidikan Antarbudaya
Pembelajaran bahasa antarbudaya merupakan salah satu dari empat katagori pendekatan pembelajaran budaya dalam pembelajaran bahasa (Liddicoat, 2011). Beberapa konsep lain yang terkait dengan pembelajaran antarbudaya yang dikemukakan oleh Liddicoat (2011: 838-930).
Pembelajaran antarbudaya merupakan proses di mana wawasan budaya siswa makin luas, dengan bantuan informasi baru tentang budaya dan bahasa lain/asing dan pada waktu yang sama seperti diilustrasikan pada gambar 1. berikut:
Gambar 1. Wawasan budaya pembelajar yang meluas (Dimodifikasikan dari Kaikkonen (dalam Madya 2013: 199)
## Keterampilan Berbicara dari jurnal
Keterampilan berbicara termasuk salah satu keterampilan berbahasa Arab. Secara umum tujuan latihan berbicara adalah agar siswa dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyoganyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan (Tarigan 2015: 16).
Secara esensial minimal ada 3 tujuan penting pembelajaran di sekolah. Ketika tujuan tersebut adalah untuk (1) melatih keberanian siswa, (2) melatih ujaran siswa, dan (3) melatih daya kreatifitas siswa (Abidin 2012: 95).
## Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan pengembangan ( research and development) disingkat R&D. Penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2012: 407). Sugiyono (2010: 408-409) membagi langkah-langkah penelitian dan pengembangan ke dalam sepuluh langkah, yakni (1) merumuskan potensi dan masalah, (2) mengumpulkan informasi, (3) mendesain produk, (4) memvalidasi desain produk kepada ahli, (5) melakukan perbaikan desain produk, (6) melakukan uji coba produk, (7) merevisi produk, (8) melakukan uji coba pemakaian dalam lingkup yang lebih luas, (9) merevisi produk lagi, dan (10) melakukan pembuatan produk secara masal. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini hanya sampai tahap kelima yakni melakukan perbaikan desain produk, hal ini karena keterbatasan waktu dan biaya. Adapun alur pelaksanaan dapat dilihat pada gambar 2 berikut:
Gambar 2. Alur Penelitian dan Pengembangan MVR Abbas
(Multimedia Virtual Reality Game Bahasa Arab)
Kesadaran atas jatidiri sendiri seseorang tumbuh Lingkungan Budaya Sendiri Seseorang Bahasa Sendiri Seseorang Standar Budaya Sendiri Seseorang Menjadi warga- negara yang nasionalis tetapi sekaligus siap begaul dengan warga bangsa lain Pengetahuan Tentang Prilaku Dan Budaya Tumbuh Standar Budaya Suku Lain / Asing Bahasa Suku Lain / Asing Lingkungan Budaya Suku Lain / Asing
Pembuatan Intrumen : (1) Observasi (2)Angket (3) Wawancara (4)Dokumentasi (5) Tes. Potensi dan masalah Masalah Siswa masih mendapatkan nilai di bawah rata-rata, guru masih berfokus pada buku ajar kurang memanfaatkan media. Potensi Salah satu potensi yang sangat menonjol adalah, mayoritas masyarakat di Kota Semarang memiliki smartphone yang digunakan setiap hari Pengumpulan Data Desain Produk Validasi Desain Revisi Desain 1. Menyusun Materi dan Evaluasi 2. Menyusun MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Bahasa Arab)
Penilaian MVR oleh guru, ahli materi, dan ahli multimedia.
Perbaikan MVR Abbas berdasarkan, guru, ahli materi, dan ahli multimedia
Subjek dan populasi dalam penelitian ini adalah siswa dan guru MTs bahasa Arab di Kota Semarang. Dalam penelitian ini sampel diambil secara acak dari guru bahasa Arab dan siswa MTs kelas VIII di Kota Semarang. Penelitian ini hanya difokuskan di MTsN 1, MTs N 2, MTs Al Azhar 14, MTs Al Khoiriyah, SMPI Sultan Agung 1 di kota Semarang dengan jumlah sampel 75 orang siswa dan 5 orang guru. Adapun subjek penelitian yang lain, yaitu ahli multimedia, ahli bahasa, dan ahli materi pembelajaran bahasa Arab yang memberikan penilaian maupun masukan terhadap prototipe media.
Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan non-tes. Teknik tes meliputi tes hasil belajar. Serta teknik non-tes meliputi angket atau kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini mencakup teknik tes dan non tes. Teknik analisis data yang dihasilkan dari tes uji coba hasil pengembangan dilakukan untuk mengetahui kecepatan pemahaman materi, kreativitas, dan hasil belajar siswa MTs Kelas VIII dipaparkan secara kuantitatif.
Data yang berasal dari non-tes berupa angket, observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan mengolah hasil dan memaparkan secara kualitatif. Data dari angket (para siswa, guru, dan pakar) dianalisis sebagai materi secara deskriptif. Angket uji validasi yang digunakan untuk validasi produk terdiri dari dua bagian, yaitu kolom c hecklist serta lembar komentar, tanggapan, kritik, dan saran dari validator.
Data hasil observasi digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian. Keseluruhan data yang diperoleh sangat perlu dicatat serta diteliti dan rinci. Hasil observasi pada penelitian dicatat secara keseluruhan untuk kemudian direduksi sehingga mendapatkan data-data penting yang mendukung penelitian. Sedangkan teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan guru dan siswa dengan wawancara terbuka untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran bahasa Arab, khususnya dalam pembelajaran berbicara.
Data yang diperoleh dalam wawancara merupakan data yang bersifat kualitatif sehingga cara yang dapat digunakan untuk merealisasikan data tersebut, yaitu melalui deskripsi data. Setelah wawancara dilakukan, peneliti akan mengelola data hasil wawancara tersebut menjadi bentuk paragraf deskriptif sehingga data dapat tersusun rapi dan runtut.
## Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Angket Kebutuhan
Sasaran penyebaran angket adalah guru bahasa Arab dan siswa. Angket ini dibagikan kepada 5 guru bahasa Arab dan 50 siswa di Kota Semarang. Angket analisis kebutuhan ini memuat beberapa aspek seperti (1) aspek isi dan materi media, (2) aspek visual media, dan (3) aspek audio media. Berikut merupakan hasil angket kebutuhan siswa dan guru terhadap media pembelajaran bahasa Arab berbasis aplikasi MVR ABBAS untuk keterampilan berbicara bahasa Arab:
Sebanyak 3 guru (60%) dan 17 siswa (34%) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa berbicara bahasa Arab di sekolah sangat baik. Adapun dalam penggunaan media, 4 guru (40%) dan 22 siswa (28.6%) menyatakan bahwa guru sering menggunakan media audio-visual dalam pembelajaran. Berdasarkan penggunaan handpone, 3 orang guru (60%) menyatakan bahwa menggunakan handpone di mana-mana, sedangkan 47 siswa (47,9%) menyatakan bahwa penggunaan handpone paling sering digunakan di rumah.
Dari aspek durasi penggunaan handpone, 2 orang guru (40%) dan 22 orang siswa (44%) menggunakan handpone dengan rata-rata penggunaan 2-4 jam sehari. Berdasarkan aspek kegiatan yang dilakukan ketika menggunakan handpone, 2 orang guru (40%) menyatakan bahwa sering menggunakan hp untuk keperluan belajar dan keperluan lainnya, 30 siswa (25%) sering menggunakan handpone untuk bermain game. Berdasarkan aspek tingkat keperluan pengembangan media pembelajaran bahasa Arab, 3 guru (60%) dan 24 (48%) siswa menyatakan sangat perlu. Selain itu, 3 guru (60%) menyatakan sangat perlu menyesuaikan media pembelajaran dengan kurikulum 2013. Dari segi elemen media yang disertakan, 5 guru (100%) menyatakan bahwa
elemen yang perlu ada adalah materi, KI dan KD, kosakata, dan evaluasi. Kemudian berdasarkan perlunya pengenalan kosakata sebelum inti pembelajaran, 3 guru (60%) dan 25 siswa (50%) menyatakan sangat perlu adanya pengenalan kosakata sebelum pembelajaran. Berdasarkan jumlah kosakata dalam aplikasi, 3 guru (60%) menyatakan bahwa kosakata yang digunakan hendaknya 10-15 kosakata, sedangkan 16 siswa (38%) menyatakan jumlah kosakata yang dikehendaki adalah sejumlah 5-10 kosakata.
Pada aspek lama durasi penerapan media pembelajaran bahasa Arab keterampilan berbicara, 3 guru (60%) dan 20 siswa (40%) menyatakan lama durasi penerapan, yaitu 6-8 menit. Berdasarkan aspek latihan berbicara dalam aplikasi, 3 guru (60%) menyatakan sangat perlu adanya latihan, sedangkan 30 siswa (60%) hanya menyatakan perlu. Berdasarkan aspek bentuk soal evaluasi 3 guru (30%) menyatakan bentuk soal evaluasi, yaitu mengidentifikasi bunyi huruf dan menemukan makna kata melalui gambar. Jenis warna yang dikehendaki untuk media, 3 guru (60%) memilih warna monokromatik, sedangkan 34 siswa (68%) memilih warna terang. Penyertaan tokoh dalam aplikasi, 3 guru (60%) dan 25 siswa (50%) menyatakan berupa kartun muslim. Selain itu, 3 guru (60%) menyatakan perlu adanya penyertaan ilustrasi untuk kosakata baru, sedangkan 22 siswa (44%) menyatakan sangat perlu.
Jenis gambar yang digunakan dalam media, 4 guru (80%) dan 39 siswa (78%) memilih kartun. Berdasarkan aspek contoh pengerjaan dalam latihan, 3 guru (60%) dan 34 siswa (68%) menyatakan sangat perlu adanya contoh pengerjaan dalam latihan. Berdasarkan aspek tombol icon dan menu penggunaan media, 3 guru (60%) menyatakan sangat perlu, sedangkan 38 siswa (76%) hanya menyatakan perlu. Adapun berdasarkan aspek navigasi petunjuk penggunaan media, 3 guru (60%) dan 27 siswa (54%) menyatakan sangat perlu adanya navigasi petunjuk penggunaan media. Selain itu, 5 guru (100%) dan 29 siswa (58%) memilih bahasa Indonesia Arab sebagai bahasa navigasi. Jumlah evaluasi yang ideal menurut 3 guru (60%) menyatakan sejumlah 10 soal. Sejumlah 3 guru (60%) menyatakan perlu adanya pemberian contoh pengerjaan untuk evaluasi dalam tiap tema. Berdasarkan aspek jenis audio yang sesuai untuk media, 5 guru (100%) dan 20 siswa (40%) memilih audio berupa gabungan antara suara latar dan efek.
## Desain Produk
MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Berbicara Bahasa Arab) merupakan media pembelajaran berupa aplikasi android dengan menggunakan teknologi virtual reality berbasis pendidikan antarbudaya yang berisi tentang materi yang berpedoman pada kurikulum 2013 berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. MVR Abbas menyajikan materi pembelajaran bahasa Arab pada jenjang MTs kelas VIII sederajat khususnya keterampilan berbicara. Dalam materi akan dimasukkan unsur-unsur budaya, mengingat belajar bahasa adalah belajar budaya. Penggunaan teknologi virtual reality dapat memberikan materi kepada siswa dengan jelas, real-time, dan interaktif. Aplikasi MVR Abbas berisi lima komponen utama, yaitu: KI dan KD, kosakata, percakapan, evaluasi yang berisi permainan, dan latihan soal.
Untuk mempermudah pemahaman siswa dalam mempelajari keterampilan berbicara bahasa Arab, penggunaan aplikasi ini dapat digunakan dalam ponsel pintar dengan sistem operasi android versi Lolypop ke atas yang dipadukan dengan google cardboard atau kacamata virtual reality. Cardboard adalah sebuah virtual reality (VR) headset atau realitas maya yang dikembangkan oleh Google untuk digunakan pada perangkat ponsel pintar. Program ini dkembangkan sebagai sistem terjangkau yang mendorong minat dan pengembangan aplikasi VR. Melalui Google Cardboard pengguna bisa merasakan realitas maya dengan cara sederhana, menyenangkan, dan terjangkau. Berikut desain aplikasi dari MVR Abbas (Multimedia Virtual Reality Game Berbicara Bahasa Arab):
Gambar 3. Tampilan Halaman Isi Identitas
Gambar 4. Desain Ruang Virtual Reality
Gambar 5. Desain Tampilan Kosakata
Gambar 6. Desain Tampilan Materi
Gambar 7. Desain Tampilan Evaluasi
## Gambar 8. Gambar VR
## Validasi Desain
Validasi produk dilaksanakan pada tanggal 26 April 2019 dengan dosen Pendidikan Bahasa Arab M. Yusuf Ahmad Hasyim, Ph.D selaku validator materi dan dosen DKV Wandah Wibawanto S.Sn., M.Ds. selaku validator media serta guru dari MTs 1 Semarang selaku stakeholder. Adapun hasil dari validasi materi dan guru menunjukkan bahwa media pembelajaran MVR Abbas dinyatakan sangat layak dengan rentangan skor 87,25. Sedangkan hasil dari validasi media dinyatakan layak dengan rentangan skor 83,42.
## Revisi Desain
Produk yang sudah divalidasi akan diperbaiki dengan cara menambahkan atau mengurangi materi yang terdapat di dalam multimedia. Revisi desain juga bisa dilakukan terhadap desain multimedia sehingga penampilannya lebih menarik, meliputi perubahan desain warna, instrumen, audio, dan desain gambar di dalam multimedia tersebut. Setelah desain produk divalidasi, peneliti merevisi masukan dari validator. Berikut sampel revisi salah satu desain tampilan awal.
Sebelum Revisi
Sesudah Revisi Gambar 5. Desain Perbaikan
Simpulan
MVR Abbas adalah media pembelajaran bahasa Arab keterampilan berbicara bahasa Arab dengan menggunakan teknologi virtual reality. MVR Abbas merupakan aplikasi berbasis android dengan menggunakan kacamata Google Cardboard atau VRBox. Materi yang disajikan mengandung unsur cross cultural understanding atau pendidikan antarbudaya. Hal ini akan membantu siswa dalam belajar bahasa Arab, mengingat belajar bahasa tidak dapat terlepas dari budaya yang terkandung dalam bahasa tersebut. MVR Abbas merupakan tantangan dan potensi yang nyata bagi pembelajaran bahasa Arab, khususnya keterampilan berbicara. Teknologi VR
cocok untuk visualisasi informasi secara intensif. Penerapan VR meningkatkan pengalaman atas kolaborasi ruang nyata dan semu sebagai kontribusi untuk pendidikan.[]
## Daftar Rujukan
Abdul Chaer. & Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Abidin, Yusuf. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Refika Aditama.
Ariani, Niken. & Dany Haryanto. 2010. Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Bahar, Yudi Nugraha. 2014. “Aplikasi Teknologi Virtual Reality bagi Pelestarian Bangunan Arsitektur”, Jurnal Desain Kontruksi, Vol. 13, No. 2.
Effendy, Ahmad Fuad. 2012. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.
Ghazali, dkk. 2014. “Pengembangan Peta Interaktif Tiga Dimensi Gedung Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember Menggunakan Unity 3D Engine”, Jurnal Teknik Pomits, Vol. 2, No. 2.
Hakim, Noor Lukmanul. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Aplikasi Swishmax Untuk Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Siswa Kelas VIII MTs di Kota Semarang. Semarang: UNNES.
Iskandarwassid, Dadang Sunendar. 2013 . Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Izzan, Ahmad. 2015. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung: Humaniora. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Liddicoat, A.J. 2011. Language Teaching and Learning from an Intercultural Perspective. In E. Hinkel (Ed) Handbook of Research in Second Language Teaching and Learning. London & New York: Routledge.
Madya, Suwarsih. 2013. Metodologi Pengajaran Bahasa: Dari Era Prametode Sampai Era Pascametode. Yogyakarta: UNY Press.
Purbasari, Rohmi Julia. dkk. 2013. “Pengembangan Aplikasi Android Sebagai Media Pembelajaran Matematika Pada Materi Dimensi Tiga Untuk Siswa SMA Kelas X”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 2.
Ratriana, Ramdhan Dwi. 2017. “Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Virtual Reality di Sekolah Dasar Islam Multiplus Ar Rahi”, Tesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Riyadi, Firman Setiawan. dkk. 2017. “Aplikasi 3D Virtual Reality sebagai Media Pengenalan Kampus Politeknik Negeri Indramayu Berbasis Mobile” , Jurnal Informatika dan Komputer, Vol. 2, No. 2.
Sihite, Berta. dkk. 2013. “Pembuatan Aplikasi 3D Viewer Mobile Dengan Menggunakan Teknologi Virtual Reality (Studi Kasus: Perobekan Bendera Belanda Di Hotel Majapahit)”, Jurnal Teknik Pomits, Vol. 2, No. 2.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Henry Guntur. 2015. Berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
|
e91296df-2b48-4f17-bec5-0d43b6a2997f | https://journal.stieamkop.ac.id/index.php/mirai/article/download/6464/4358 |
## Volume 9 Issue 1 (2024) Pages 422 - 429 Jurnal Mirai Management
ISSN : 2598-8301 (Online)
Analisis Kegiatan Literasi terhadap Minat Baca pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Kota Makassar
ST. Nur Aisyah 1 , Ince Prabu Setiawan Bakar 2 , Abrina Maulidnawati. J 3 🖂 1.2.3 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Islam Makassar
## Abstrak
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan dilakukan di SD Muhammadiyah Jongaya untuk tiga hal utama. Pertama, untuk mengetahui bagaimana kegiatan literasi terhadap minat baca pada siswa kelas VI di SD Muhammadiyah Jongaya. Kedua, untuk mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat kegiatan literasi terhadap minat baca pada siswa kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya. Ketiga, untuk mengetahui upaya guru dalam meningkatkan literasi terhadap minat baca pada siswa kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya. Subjek penelitian meliputi kepala sekolah, guru wali kelas, dan lima belas siswa kelas VI. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Keabsahan data diuji melalui triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan literasi dilakukan untuk meningkatkan minat baca siswa, namun kendala seperti ketersediaan buku yang kurang memadai dan kurangnya variasi bahan bacaan masih terjadi. Faktor pendukung meliputi adanya pojok baca, mading, dan perpustakaan, sementara faktor penghambat meliputi kurangnya prioritas, ketersediaan buku yang tidak memadai, dan kondisi perpustakaan yang kurang terawat. Upaya guru termasuk memberikan motivasi, menerapkan kegiatan literasi, dan memberikan tugas terkait bacaan. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas kegiatan literasi di sekolah tersebut.
Kata kunci : Analisis Kegiatan Literasi dan Minat Baca.
## Copyright (c) 2024 Aisyah
Corresponding author :
Email Address : tasyarivai41527@gmail.com
## PENDAHULUAN
Dalam era di mana teknologi semakin menggurita dan media sosial menjadi pusat perhatian, minat baca pada kalangan siswa seringkali terancam. Hal ini menjadi isu penting dalam dunia pendidikan, terutama di tingkat dasar seperti Sekolah Dasar (SD). Minat baca yang rendah tidak hanya berdampak pada kemampuan literasi siswa, tetapi juga pada perkembangan kognitif dan bahasa mereka secara keseluruhan. Menurut (Dalman, 2014) “Membaca adalah proses kognitif yang berkelanjutan untuk menginterpretasi dan mengambil berbagai informasi yang terkandung dalam tulisan. Dengan membaca, seseorang dapat mengakses informasi dan pengetahuan tentang berbagai topik, baik yang sederhana maupu n yang rumit dan kompleks”.
Faktor penting dalam kemajuan suatu negara adalah kualitas pendidikan, yang sebagian besar tercermin oleh kualitas kegiatan belajar mengajar di sekolah. Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam Bab 1 pasal 1 dijelaskan sebagai "upaya
sadar dan terencana untuk membentuk suasana Bela jar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara."
Perkembangan kemampuan manusia yang berkualitas tinggi harus selaras dengan perubahan yang cepat dalam era digital saat ini, mengingat penurunan minat baca siswa yang umum terjadi di sebagian besar lembaga pendidikan. Di Indonesia, budaya literasi, termasuk kebiasaan membaca, belum menjadi bagian yang kuat dalam masyarakat Indonesia. Pendidikan 4.0 bukan hanya tentang mengadopsi teknologi, tetapi juga memperkuat minat baca siswa agar sesuai dengan tuntutan zaman. Di era Pendidikan 4.0, ketersediaan informasi dan teknologi menyebabkan siswa memiliki waktu yang semakin terbatas untuk membaca. Meskipun demikian, kemahiran literasi siswa dalam membaca tetap menjadi kunci bagi kemampuan mereka dalam mengikuti perkembangan di bidang pendidikan. Sekarang para siswa harus mengatasi keterbatasan waktu dan mendapatkan informasi sebanyak mungkin sambil tetap membaca dalam waktu yang singkat. Bagaimana cara melakukan kegiatan membaca secara efisien tanpa memboroskan waktu? Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa literasi membaca memiliki signifikansi yang besar bagi siswa di era sekarang mengingat pesatnya kemajuan teknologi dan informasi. Kemampuan literasi membaca menjadi sarana bagi siswa untuk mengenali, memahami, dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh di sekolah. Literasi dasar, termasuk literasi membaca, seharusnya diajarkan sejak tingkat pendidikan dasar. Hal ini penting agar siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengakses informasi dan pengetahuan. Literasi membaca akan membantu siswa dalam memahami pesan-pesan yang disampaikan.
Dikutip dari (Fikri et al., 2022) “praktisi pendidikan khawatir dengan perkembangan dunia teknologi informasi saat ini yang tidak selalu mendukung. Kurangnya minat baca siswa sekolah di Indonesia masih menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan. Generasi saat ini tidak menganggap membaca menjadi kebutuhan hidup seperti generasi sebelumnya, padahal buku masih menjadi satu-satunya sumber bacaan. Selain itu, meskipun dunia telah dikuasai oleh teknologi informasi yang memungkinkan orang untuk membaca berbagai media, tingkat literasi membaca Indonesia masih sangat rendah. Saat ini, buku pun menjadi belahan dengan hadirnya buku elektronik yang bisa diakses kapanpun, dimanapun, dan dalam situasi apapun. Kegiatan membaca tidak menjadi prioritas di negara ini”. Sejak kemerdekaan Indonesia, kurikulum telah diubah hingga sebelas kali. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengembangkan sumber daya manusia. UNESCO menyatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat baca rendah di antara negara-negara berkembang. Dengan kata lain, minat membaca di masyarakat Indonesia dianggap sangat minim.
Salah satu inisiatif yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia saat ini adalah program literasi sekolah, dan salah satu program literasi yang telah dilaksanakan adalah "kegiatan 15 menit membaca buku non-pelajaran sebelum pembelajaran dimulai". Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan minat baca siswa serta meningkatkan kemampuan membaca guna meningkatkan pemahaman dan wawasan (Asiyah, 2019). Materi baca mungkin disesuaikan dengan tema dan kebutuhan pada jenjang pendidikan tertentu, tetapi esensinya adalah untuk menyampaikan nilai-nilai budaya, perilaku etis, kearifan lokal, serta pemahaman tentang identitas nasional dan kesadaran global kepada siswa. Menurut (Khatima, 2020) “perpustakaan sekolah berfungsi sebagai sarana untuk mendukung kegiatan literasi di sekolah; ini dilakukan dengan menyediakan bahan bacaan ilmu pengetahuan dan informasi untuk guru dan siswa. Perpustakaan juga sebagai penyedia
bahan bacaan perpustakaan yang berfungsi sebagai penyediaan sarana literasi, seperti sudut baca kelas, area baca kelas, menciptakan lingkungan kaya teks, serta strategi pengembangan minat baca siswa”.
Menurut buku panduan Gerakan Literasi Sekolah di sekolah dasar, yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikdasmen Mendikbud, dimulai dengan tahap pembiasaan dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan minat siswa dalam membaca serta berpartisipasi dalam kegiatan yang berkaitan dengan literasi. Ditahap ini, kegiatan dilakukan di berbagai tingkatan, mulai dari kelas rendah hingga kelas tinggi di sekolah dasar, dengan fokus pada kegiatan mendengarkan dan membacauntuk meningkatkan kemampuan pemahaman membaca siswa. Kegiatan dalam tahap pembiasaan meliputi mendengarkan, membaca, berbicara, menulis, dan memilih informasi. Selanjutnya, ada tiga tahap pembelajaran yang bertujuan untuk mempertahankan minat siswa terhadap membaca dan meningkatkan keterampilan literasi mereka melalui berbagai jenis kegiatan pengayaan dan menggunakan buku pelajaran.
Literasi Dasar mencakup keterampilan dalam mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung yang berkaitan dengan kemampuan analisis untuk melakukan perhitungan, memproses informasi, berkomunikasi, serta menggambarkan informasi berdasarkan pemahaman dan penilaian pribadi. Membaca adalah proses di mana pembaca meresepsi, menganalisis, dan menginterpretasikan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui media tulisan. Kegiatan membaca memiliki dampak yang sangat besar terhadap pengembangan literasi siswa. Membaca memiliki signifikansi yang penting bagi setiap Muslim karena merupakan salah satu perintah Allah yang disampaikan melalui mukjizat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu yang tertulis dalam Al-Qur'an QS. Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
ََۚقَلَخ ْيِذَّلا َكِ ب َر ِمْساِب ْأ َرْقِا ١ َۚ قَلَع ْنِم َناَسْنِ ْلْا َقَلَخ ٢ ُۙ م َرْكَ ْلْا َكُّب َر َو ْأ َرْقِا ٣ ُِۙمَلَقْلاِب َمَّلَع ْيِذَّلا ٤ ْْۗمَلْعَي ْمَل اَم َناَسْنِ ْلْا َمَّلَع
٥
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara Qalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak dike tahuinya”. (QS. Al -Alaq: 1-5).
Ayat di atas menjelaskan betapa penting ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Ayat tersebut mendorong setiap individu untuk mencari ilmu sebanyak mungkin. Sesuai dengan ajaran Islam, seorang Muslim diwajibkan untuk mengejar ilmu dari masa bayi hingga akhir hayat. Hal ini tercermin dalam kata "bilqalam" dalam ayat 4, yang mengandung makna bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mendidik manusia dengan menggunakan pena, yang meliputi aktivitas membaca dan menulis, sebagai salah satu sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran. Gerakan literasi sekolah mengikuti tiga langkah pelaksanaan, yakni pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran. Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan minat baca peserta didik dapat ditingkatkan, dimulai dari kegiatan membaca secara rutin di awal proses pembelajaran di kelas hingga menjadi kebiasaan pada setiap awal pelajaran di kelas.
Menurut (Sasmayunita, 2020) “ minat membaca dapat dikembangkan pada siswa melalui kegiatan literasi tanpa harus menunggu siswa memiliki keterampilan membaca yang sempurna. Adanya rasa senang, ketertarikan dalam diri siswa, partisipasi aktif yang bersifat sukarela, dan lebih menyukai kegiatan membaca tanpa membandingkannya dengan kegiatan lain merupakan pertanda munculnya minat dalam diri siswa”. Minat
menjadi motivator utama yang mendorong seluruh aktivitas. Secara garis besar, minat merujuk pada kecenderungan yang mendorong siswa untuk menjalani berbagai aktivitas di berbagai bidang dengan perasaan sukacita dan kenyamanan. (Sasmayunita, 2020) berpendapat bahwa “Minat membaca tidak hanya terwujud saat siswa telah menginjak dunia pendidikan saja, tetapi juga ketika ia berada dalam lingkungan keluarga dan sekitarnya minat membaca langsung diciptakan oleh dirinya sendiri. Namun, minat baca peserta didik belum tentu dirasakan secara menyeluruh oleh hampir semua sekolah”. Gerakan literasi sekolah di SD Muhammadiyah Jongaya belum terimplementasi sepenuhnya sesuai pedoman yang telah ditetapkan, kegiatan yang dilakukan masih mengacu pada kebijakan sekolah, tetapi fokusnya tetap pada peningkatan minat baca siswa. Menurut (Rahim, 2008), "minat baca merupakan keinginan yang kuat akan diwujudkannya dengan kebiasaan untuk mendapatkan bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadaran sendiri". Orang yang gemar membaca cenderung secara proaktif mencari dan menikmati berbagai jenis bahan bacaan tanpa perlu didorong oleh faktor eksternal.
Perpustakaan di SD Muhammadiyah Jongaya memiliki ketersediaan buku yang minim, terutama yang bersifat hiburan, sehingga siswa kurang tertarik untuk mengunjunginya. Meskipun terdapat pojok baca di kelas, buku-bukunya tidak cocok untuk usia siswa, sehingga mereka lebih memilih bermain selama istirahat daripada membaca. Pencapaian tujuan literasi sekolah bergantung pada keterlibatan semua anggota komunitas sekolah seperti guru, kepala sekolah, siswa, dan orang tua siswa. Hasil pengamatan di SD Muhammadiyah Jongaya mengindikasikan bahwa minat baca siswa, terutama di kelas VI, menurun karena minimnya minat siswa terhadap perpustakaan sekolah. Ditemukan bahwa lebih banyak siswa yang memilih bermain daripada menghabiskan waktu untuk membaca. Saat siswa membaca selama jam pelajaran, hal itu menyebabkan beberapa siswa mengalami kesulitan, seperti harus mengulang kelas dari kelas VI ke kelas V karena keterampilan membacanya masih terbatas. Situasi ini dipengaruhi oleh kurangnya minat baca siswa di lingkungan sekolah.
Berdasarkan kenyataan tentang rendahnya minat baca siswa di sekolah dasar pada saat ini khususnya di kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kegiatan Literasi Terhadap Minat Baca Pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya Kota Makassar”.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis fenomena yang diamati berdasarkan data yang diperoleh selama proses penelitian lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar yaitu di SD Muhammadiyah Jongaya Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Subjek penelitian meliputi kepala sekolah, guru wali kelas dan lima belas siswa kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder, yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data pada penelitian ini melalui tiga tahap yaitu, reduksi data, penyajian data dan verifikasi.
Keabsahan data diuji dengan triangulasi. “Triangulasi merupakan sebuah teknik untuk memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sumber-sumber lain di luar data itu sendiri untuk mengonfirmasi atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh” (Ladyani et al., 2019). Teknik triangulasi yang digunakan peneliti ada dua yaitu, triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
## HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
## 1. Kegiatan Literasi terhadap Minat Baca pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Jumhari, S.Sos selaku kepala sekolah dan Ibu Suhartini selaku wali kelas menunjukkan bahwa kegiatan literasi terhadap minat baca siswa di SD Muhammadiyah Jongaya dilakukan dengan melatih kebiasaan membaca, mencermati, dan menulis selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kebiasaan memperoleh informasi dari bacaan dan meningkatkan minat baca mereka. Namun, terdapat beberapa kendala seperti ketersediaan buku yang kurang memadai dan kurangnya variasi bahan bacaan di pojok baca, yang dapat menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang tertarik untuk membaca. Selain itu, pendapat dari Ibu Suhartini menunjukkan bahwa meskipun kegiatan literasi dilakukan, masih ada beberapa faktor yang menghambat seperti kurangnya bahan bacaan yang memadai. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan efektivitas kegiatan literasi di SD Muhammadiyah Jongaya.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan tiga siswa berinisial HL, NA, dan NF menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menyukai membaca, namun beberapa merasa bosan karena keterbatasan bahan bacaan di pojok baca. Hal ini menunjukkan bahwa kendala ketersediaan bahan bacaan juga dirasakan oleh siswa. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan ketersediaan dan variasi bahan bacaan di pojok baca sekolah agar dapat meningkatkan minat baca siswa secara menyeluruh.
Seperti yang disampaikan oleh Ibu Suhartini, bahwa meskipun ada beberapa kendala dalam pelaksanaan kegiatan literasi, seperti kurangnya bahan bacaan yang menyebabkan siswa merasa bosan, namun dia tetap menjalankan kegiatan literasi dengan penuh semangat. Selain membaca dan menulis selama pelajaran dimulai, juga ditekankan untuk memahami isi bacaan baik itu bahan bacaan pelajaran maupun non-pelajaran. Sebagai langkah untuk meningkatkan minat baca, guru dapat menggunakan strategi seperti mengadakan sesi tanya jawab atau menyusun pertanyaan dari berbagai sumber bacaan. Ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan merangsang minat baca siswa kelas VI, membantu mereka mengembangkan kebiasaan membaca secara alami. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber bacaan adalah sarana pengetahuan yang beragam, berbagai strategi dapat diterapkan untuk meningkatkan minat baca siswa kelas VI melalui kegiatan literasi. Meningkatkan minat baca juga akan meningkatkan kemampuan siswa secara keseluruhan.
Sejalan dengan pendapat diatas, Taringan dikutip dari (Nurlela & Mudian, 2023) menyatakan “minat baca merupakan kemampuan seseorang berkomunikasi dengan diri sendiri untuk menangkap makna yang terkandung dalam tulisa sehingga memberikan pengalaman emosi akibat dari bentuk perhatian yang mendalam terhadap makna bacaan”.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Literasi terhadap Minat Baca pada Siswa Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya
Untuk memahami faktor-faktor yang mendukung kegiatan literasi dalam meningkatkan minat baca siswa kelas VI, peneliti melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan wali kelas, kepala sekolah, dan siswa.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Jumhari, S.Sos selaku kepala sekolah SD Muhammadiyah Jongaya, dan Ibu Suhartini selaku wali kelas VI menunjukkan beberapa faktor pendukung kegiatan literasi terhadap minat baca adalah ketersediaan fasilitas seperti pojok baca, mading, dan perpustakaan, yang mencerminkan komitmen untuk membudayakan kegiatan membaca dan menulis di setiap waktu dan tempat. Dengan adanya fasilitas tersebut, siswa dapat dengan mudah mengakses beragam sumber literasi. Lebih jauh lagi, keberadaan pojok baca memberikan paparan yang lebih luas terhadap literasi kepada siswa, membantu mereka menjadi terbiasa dengan kegiatan membaca secara alami.
Selain pandangan tersebut, Wibowo yang dikutip dari (Ariyan dkk, 2023) “juga melengkapi argumennya terkait faktor pendukung dalam gerakan literasi sekolah, seperti penyediaan tambahan sumber bacaan. Guru juga menjadi faktor pendukung yang sangat penting, karena mereka mengawasi dan membimbing para siswa dalam menjalankan program ini”.
Selain faktor pendukung di SD Muhammadiyah Jongaya terdapat juga faktor penghambat. Dari hasil observasi secara langsung Adapun faktor penghambat di SD Muhammadiyah Jongaya yaitu:
a. Kebiasaan literasi di sekolah belum menjadi prioritas Baik di lingkungan sekolah maupun di rumah, masih banyak yang belum menyadari relevansi membaca. Membaca sering kali dianggap hanya sebagai tanggung jawab akademik belaka. Aktivitas membaca masih sering dipandang sebagai sesuatu yang dilakukan karena adanya tuntutan atau kewajiban, bukan sebagai sarana hiburan dan pengetahuan yang menyenangkan.
b. Kurangnya buku bacaan atau sumber baca
Salah satu kelemahan dalam mengembangkan minat dan kemampuan membaca adalah kurangnya ketersediaan bahan bacaan yang sesuai. Siswa seringkali tidak menemukan materi bacaan yang menarik bagi mereka, sehingga tidak ada dorongan yang kuat untuk membaca.
c. perpustakaan yang tidak berjalan
Ketersediaan perpustakaan di sekolah dasar sangatlah essensial bagi para siswa agar dapat memilih bahan bacaan. Namun, perpustakaan di SD Mulhammadiyah Jongaya tampaknya tidak terawat dengan baik dan kurang dikelola. Isinya tidak bervariasi dan terutama terdiri dari buku-buku pelajaran lama, yang membuat siswa kehilangan minat untuk mengunjungi perpustakaan.
d. pojok baca
Berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa buku-buku yang tersedia di pojok baca tidak diperbarui secara berkala, dan sebagian besar adalah buku-buku lama yang tidak diganti. Variasi buku di pojok baca juga terbatas dan cenderung tidak sesuai dengan usia siswa. Kondisi ini kemungkinan besar akan membuat siswa merasa bosan dan kehilangan minat untuk membaca karena hanya terpaku pada bahan bacaan yang itu-itu saja.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Suhartini selaku wali kelas VI dan tiga peserta didik kelas VI, terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaan kegiatan literasi di kelas VI. Hambatan tersebut antara lain adalah ketersediaan buku yang masih kurang memadai, beberapa siswa cenderung hanya melihat-lihat gambar daripada membaca, serta
masih ada siswa yang tidak aktif mengikuti aturan selama pelaksanaan kegiatan literasi. Selain itu, siswa juga mengalami gangguan fokus karena tergoda untuk bermain atau bercerita saat sesi literasi sedang berlangsung. Para siswa juga menyampaikan keluhan terkait ketersediaan buku yang terbatas di pojok baca, yang membuat mereka merasa malas membaca karena kurangnya variasi dan ketertarikan pada bahan bacaan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan literasi di sekolah masih belum optimal, terutama karena keterbatasan bahan bacaan, ketidakaktifan perpustakaan sekolah, serta kebiasaan siswa untuk bermain daripada membaca.
Hal diatas sejalan dengan pendapat Yunianika yang dikutip dari (dewi, dkk 2022), bahwa “salah satu faktor penghambat kegiatan literasi di sekolah adalah bahwa membaca belum menjadi prioritas bagi masyarakat sekolah. Selain itu, kurangnya sumber bacaan bagi siswa menyebabkan kurangnya minat untuk membaca”.
## 3. Upaya Guru dalam Meningkatkan Literasi terhadap Minat Baca Kelas VI SD Muhammadiyah Jongaya
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ibu Jumhari, S.Sos selaku kepala sekolah SD Muhammadiyah Jongaya, dan Ibu Suhartini selaku wali kelas VI, menujukkan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh kepala sekolah dan guru wali kelas untuk meningkatkan minat baca siswa. Upaya tersebut antara lain adalah memberikan motivasi kepada siswa, menerapkan kegiatan literasi membaca selama 15 menit, serta memberikan tugas yang berkaitan dengan bacaan kepada siswa. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kebiasaan membaca dan memperkuat minat baca siswa secara terencana dan terarah.
Ketika menerapkan Gerakan Literasi untuk meningkatkan minat baca, tentu saja akan ada beberapa siswa yang menyukai dan ada pula yang kurang antusias terhadap kegiatan literasi di sekolah. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik, penting untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam mengembangkan minat baca melalui Gerakan Literasi. Salah satu upaya yang dilakukan pendidik untuk meningkatkan literasi dan minat baca siswa adalah dengan memberikan dorongan kepada mereka untuk bercerita tentang apa yang sudah mereka baca.
## SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan literasi terhadap minat baca siswa kelas VI di SD Muhammadiyah Jongaya dilakukan dengan melatih kebiasaan membaca, mencermati, dan menulis selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kebiasaan memperoleh informasi dari bacaan dan meningkatkan minat baca mereka. Namun, terdapat beberapa kendala seperti ketersediaan buku yang kurang memadai dan kurangnya variasi bahan bacaan di pojok baca, yang dapat menyebabkan siswa merasa bosan dan kurang tertarik untuk membaca.
Faktor pendukung kegiatan literasi terhadap minat baca antara lain adanya pojok baca, mading, dan perpustakaan yang memungkinkan siswa mengakses berbagai sumber literasi. Namun, masih terdapat beberapa faktor penghambat seperti kurangnya prioritas terhadap kegiatan literasi, kurangnya bahan bacaan yang memadai, perpustakaan yang tidak berjalan dengan baik, dan kurangnya variasi buku di pojok baca.
Upaya guru dalam meningkatkan literasi terhadap minat baca siswa antara lain memberikan motivasi kepada siswa, menerapkan kegiatan literasi membaca selama
15 menit, serta memberikan tugas yang berkaitan dengan bacaan kepada siswa. Oleh karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan efektivitas kegiatan literasi di SD Muhammadiyah Jongaya, termasuk peningkatan ketersediaan dan variasi bahan bacaan serta penguatan upaya guru dalam mendorong minat baca siswa.
## Referensi :
Asiyah, S. (2019). Bupis untuk mewujudkan gerakan literasi sekolah menyonsong gernas baku pada gugus dahlia kecamatan parakan kabupaten temanggung tahun 2018. Widya Wacana: Jurnal Ilmiah , 14 (1).
Dalman. (2014). Keterampilan Membaca . Rajawali Pers.
Fikri, K., Rahma, Y. A., Rahfitra, A. A., & Rahayu, S. S. (2022). Meningkatkan Minat Baca Anak-Anak Melalui Gerakan Literasi Membaca di SDN 02 Desa Sri Gading. Jurnal Pengabdian UntukMu Negeri , 6 (2), 245 – 249.
Khatima, H. (2020). Pengaruh Kegiatan Literasi Dasar Terhadap Minat Baca Siswa Kelas V SD Negeri 32 Buakang Kecamatan Sinjai . Universitas Muhammadiyah Makassar.
Ladyani, F., Pinilih, A., & Faqih, M. (2019). Analisis Riwayat Penggunaan Bahasa Bilingual dengan Anak Keterlambatan Bicara di RS Imanuel Bandar Lampung tahun 2019. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan , 6 (4).
Nurlela, E., & Mudian, D. (2023). Upaya Meningkatkan Minta Baca Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pagaden Barat. Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Ilmu Pendidikan , 2 (3), 140 – 147.
Rahim, F. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar . Bumi Aksara.
Sasmayunita. (2020). Pengaruh Kegiatan Literasi dalam Peningkatan Minat Baca Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kota Ternate. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, Dan Sastra , 6 (2), 577 – 583.
|
98c540a4-9ad0-448e-8f36-d03bb4fc4355 | https://journal.stitaf.ac.id/index.php/ibtida/article/download/286/427 | "Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah p-ISSN: 2722-8452 (Print)\nVolume 03, No. 01 April 2022, Hal. 2(...TRUNCATED) |
5119c27f-e5fa-47b0-98e5-4729312b6d7d | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janis/article/download/23767/15554 | "Jurnal Administrasi Bisnis Volume 8, Nomor 1, Maret 2019, pp. 37-42 P-ISSN: 2252-3294 E-ISSN: 2548-(...TRUNCATED) |
End of preview. Expand
in Dataset Viewer.
ID Scholar
ID Scholar is a collection of Indonesian scholarly articles or journals compiled from most journals. This dataset is processed by downloading all PDFs and converting them to text using Huridocs' PDF Layout Analysis. This dataset has not been cleaned in any way except for language filtering using FastText.
- Downloads last month
- 129