0
dict
1
dict
{ "from": "human", "value": "Tolong jelaskan apa yang dimaksud dengan mediator dan apa saja tugas-tugasnya. Terima kasih" }
{ "from": "gpt", "value": "Salah satu unsur terpenting dalam mediasi adalah kehadiran mediator.  Apa itu mediator? Mengacu pada Pasal 1 angka 2 Perma 1/2016, mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.\n\nSetiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.[2]\n\nAdapun yang dimaksud sertifikat mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga terakreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi mediasi.[3]\nKemudian, perlu diketahui bahwa hakim tidak bersertifikat juga dapat menjalankan fungsi mediator dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah mediator bersertifikat dengan syarat adanya surat keputusan ketua pengadilan.[4]\nTugas Mediator\n\nMenjawab tugas seorang mediator lebih lanjut, Pasal 14 Perma 1/2016 telah merincikan tahapan tugas mediator dalam menjalankan fungsinya sebagai berikut.\n\nMemperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak untuk saling memperkenalkan diri. Menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat mediasi kepada para pihak.Menjelaskan kedudukan dan peran mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan.Membuat aturan pelaksanaan mediasi bersama para pihak.Menjelaskan bahwa mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus).Menyusun jadwal mediasi bersama para pihak.Mengisi formulir jadwal mediasi. Memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian.Menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala prioritas.Memfasilitasi dan mendorong para pihak untuk:\n\nmenelusuri dan menggali kepentingan para pihak; mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak; dan bekerja sama mencapai penyelesaian.\n\nMembantu para pihak dalam membuat dan merumuskan kesepakatan perdamaian. Menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya mediasi kepada hakim pemeriksa perkara; Menyatakan salah satu atau para pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara.Tugas lain dalam menjalankan fungsinya.\n\nDengan demikian, dapat diketahui bahwa tugas mediator adalah membantu merumuskan kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa dengan posisi netral dan tidak dengan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.\n\nSetelah mediasi berhasil mencapai kesepakatan, dikeluarkan kesepakatan perdamaian, lalu mediator mengajukannya kepada hakim pemeriksa perkara untuk dikuatkan dalam Akta Perdamaian.[5]\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami terkait tugas mediator sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n\nPeraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.\n\nREFERENSI:\n1. Desriza Ratman. Mediasi Non-Litigasi Terhadap Sengketa Medik dengan Konsep Win-Win Solution. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012\n2. Mediasi, yang diakses pada Selasa, 16 Agustus 2023, pukul 15.00 WIB.\n\n[1] Desriza Ratman. Mediasi Non-Litigasi Terhadap Sengketa Medik dengan Konsep Win-Win Solition. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2012, hal. 133[2] Pasal 13 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma 1/2016”)[3] Pasal 1 angka 3 Perma 1/2016[4] Pasal 13 ayat (2) Perma 1/2016[5] Pasal 27 ayat (1) dan (4) Perma 1/2016" }
{ "from": "human", "value": "Beberapa hari ini baru viral hakim MK dan politisi dilaporkan ke KPK karena nepotisme. Pertanyaan saya apa saja cakupan tindak pidana nepotisme dan apakah KPK berwenang menyidik dan menuntut nepotisme?" }
{ "from": "gpt", "value": "Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan nepotisme? Secara bahasa, KBBI mendefinisikan nepotisme adalah perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat; kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.\n\nNepotisme itu pada hakikatnya adalah mendahulukan dan membukakan peluang bagi kerabat atau teman-teman dekat untuk mendapatkan fasilitas dan kedudukan pada posisi yang berkaitan dengan birokrasi pemerintahan, tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku, sehingga menutup peluang bagi orang lain.[1]\nNepotisme merupakan jenis khusus dari konflik kepentingan yang timbul ketika seorang pegawai birokrasi atau pejabat publik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi ketika menjalani tugas. Dalam arti luas, nepotisme pada dasarnya berlaku untuk situasi yang sangat khusus, yaitu dalam hal seseorang menggunakan jabatannya untuk memperoleh keuntungan, sering dalam bentuk pekerjaan bagi anggota keluarganya.[2]\n\nAdapun, secara yuridis, definisi nepotisme ditemukan di dalam Pasal 1 angka 5 UU 28/1999. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.\n\nLalu, apa saja cakupan penyelenggara negara itu? Penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[3]\n\nSecara hukum, tindakan nepotisme adalah dilarang untuk dilakukan oleh penyelenggara negara.[4] Larangan nepotisme ini berarti melarang penyelenggara negara menggunakan atau menyalahgunakan kedudukannya dalam lembaga publik untuk memberikan pekerjaan publik kepada keluarganya. Sebab nepotisme dapat menimbulkan konflik loyalitas dalam organisasi.[5]\n\nLalu, apa saja contoh dari nepotisme? Di era orde baru, isu nepotisme muncul mengenai pengangkatan anggota MPR yang mempunyai hubungan darah dengan pejabat atau anggota MPR terpilih.[6] Contoh lain adalah seorang penyelenggara negara mengangkat anak atau sanak keluarganya untuk menduduki jabatan tertentu yang secara melawan hukum, seperti tanpa melalui rekrutmen resmi atau menggunakan kekuasaannya meloloskan keluarga/kroninya meskipun tidak memenuhi syarat.\nApakah Nepotisme Termasuk Tindak Pidana?\nLantas, apakah nepotisme termasuk tindak pidana? Benar, nepotisme adalah tindak pidana sebagaimana termaktub di dalam Pasal 22 UU 28/1999. Setiap penyelenggara negara yang melakukan nepotisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.\n\nNamun, apabila nepotisme tersebut ternyata merugikan keuangan negara atau memiliki unsur tindak pidana korupsi, maka dapat dijerat dengan pasal korupsi sebagaimana diatur di dalam UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001. Jenis-jenis korupsi dan unsur-unsur pasalnya dapat Anda simak lebih lanjut dalam artikel Bentuk-Bentuk Korupsi dan Aturannya di Indonesia.\nApakah KPK Berwenang Menangani Kasus Nepotisme?\n\nMenjawab pertanyaan Anda apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”) berwenang menyidik dan menuntut kasus nepotisme, perlu diketahui bahwa wewenang KPK adalah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.[7]\n\nSepanjang penelusuran kami, pasal-pasal tindak pidana korupsi di dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 berbeda dengan pasal tindak pidana nepotisme sebagaimana termaktub di dalam Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 22 UU 28/1999. Akan tetapi, jika perbuatan nepotisme tersebut ternyata memenuhi unsur pasal-pasal tindak pidana korupsi seperti merugikan keuangan negara, maka berlaku pasal tindak pidana korupsi.\n\nSehingga, jika tindakan nepotisme tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, misalnya karena terbukti merugikan keuangan negara, maka KPK berwenang untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut pelakunya.\nContoh Kasus\n\nContoh kasus nepotisme dapat Anda baca dalam Putusan PN Bengkulu No. 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN. Bgl. Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa Bupati Seluma pada tahun 2011 menerbitkan Perbup 4/2011 yang telah diubah dengan Perbup 5/2011 yang dijadikan acuan pembangunan infrastruktur peningkatan jalan konstruksi hotmix dan jembatan melalui pelaksanaan pekerjaan pada tahun jamak untuk masa tahun anggaran 2011 (hal. 43 – 44).\n\nPemenang lelang mengacu pada persyaratan yang ditetapkan dalam dalam peraturan bupati tersebut. Salah satu perusahaan (PT) milik anak kandung Bupati Seluma tidak memenuhi syarat sebagai pemenang jika mengacu pada Perpres 54/2010, sehingga dibentuk peraturan bupati yang memuat persyaratan yang diskriminatif dan menguntungkan kepentingan keluarga Bupati Seluma di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, meskipun tidak sesuai dengan Perpres 54/2010 (hal. 44 – 45).\n\nPT milik anak kandung Bupati Seluma sebagai penyedia barang dan jasa pembangunan infrastruktur dan peningkatan jalan dengan konstruksi hotmix dan jembatan, tidak mempunyai kemampuan dasar untuk melaksanakan pekerjaan. Sehingga, mengakibatkan pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan kualitas dan kuantitas berdasarkan laporan hasil pemeriksaan fisik, sehingga merugikan negara senilai Rp4.185.750.353,37 (hal. 45 – 46).\n\nAtas hal tersebut, penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Pasal 3 jo. Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 (hal. 43) atau Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 5 angka 4 jo. Pasal 22 UU 28/1999 (hal. 46).\n\nMajelis hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu memutus terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana nepotisme berdasarkan Pasal 1 angka 5 jo. Pasal 5 angka 4 jo. Pasal 22 UU 28/1999 dengan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda Rp200 juta (hal. 185).\n\nNamun, putusan tersebut dianulir oleh Mahkamah Agung melalui Putusan MA No. 2291 K/Pid.Sus/2017. MA menyatakan bahwa judex facti salah menerapkan hukum (hal. 91). Majelis hakim menolak kasasi dari terdakwa dan menerima kasasi dari penuntut umum dengan alasan bahwa perbuatan terdakwa yang melawan hukum tersebut telah merugikan keuangan negara yang signifikan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (hal. 91 – 94)\n\nMajelis hakim kasasi mengadili sendiri dengan menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 8 bulan (hal. 94).\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme](Data Kepolisian /pusatdata/detail/1365/undangundang-nomor-28-tahun-1999#?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_28_1999)\n2. [Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/1371/node/38/uu-no-31-tahun-1999-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_31_1999)\n3. [Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/339?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_20_2001)\n4. [Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/12614?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_30_2002)\n5. [Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5570005fee45f/nprt/lt51f9c3e535dd8/undang-undang-nomor-10-tahun-2015?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_10_2015)\n6. [Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5dad1de8f0292?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_19_2019)\nPUTUSAN\n\nPutusan Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor 61/Pid.Sus-TPK/2016/PN. Bgl;Putusan Mahkamah Agung Nomor 2291 K/Pid.Sus/2017.\nREFERENSI:\n1. Adnan Buyung Nasution (et. al). Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media dan BPP PP Muhammadiyah, 1999\n2. Hariyanto. Priayisme dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN): Studi Status Group di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012\n3. KBBI, yang diakses pada Rabu, 25 Oktober 2023, pukul 19.35 WIB.\n\n[1] Adnan Buyung Nasution (et. al). Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media dan BPP PP Muhammadiyah, 1999, hal. 34[2] Hariyanto. Priayisme dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN): Studi Status Group di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012, hal. 118 – 199[3] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (“UU 28/1999”)[4] Pasal 5 angka 4 UU 28/1999[5] Hariyanto. Priayisme dan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN): Studi Status Group di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012, hal. 119[6] Adnan Buyung Nasution (et. al). Menyingkap Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media dan BPP PP Muhammadiyah, 1999, hal. 28[7] Pasal 6 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" }
{ "from": "human", "value": "Adik saya pernah membuat surat perjanjian utang piutang dengan si A, lalu si A lari dari tanggung jawab dengan pindah ke kota lain. Setelah itu, saya mencari si A dan ketemu dengannya. Lalu adik saya menyuruh saya untuk membuat surat perjanjian utang piutang baru tetapi antara si A dengan saya. Apakah surat perjanjian baru tersebut bisa dikatakan sah? Apakah keuntungan dan kerugian saya bila saya lanjutkan ke jalur hukum mengingat si A juga lari dari tanggung jawab lagi?" }
{ "from": "gpt", "value": ".css-sugdn{width:100%;margin-right:auto;margin-left:auto;}\nKLINIK TERKAIT10 Sebab Hapusnya Perikatan Menurut KUH Perdata25 Mei 2023Dasar Hukum Cessie dan Penjelasannya 21 Jan 2022Bolehkah Pihak Ketiga Menagih Piutang ke Debitur?07 Jun 2021Hubungan Antara Novasi dengan PKPU29 Nov 2018\n\nKami kurang memahami maksud Anda mengenai perjanjian utang piutang baru tersebut. Sehingga, kami berasumsi bahwa perjanjian utang piutang baru tersebut bermaksud untuk mengganti para pihak yang ada dalam perjanjian utang piutang yang lama (adik Anda dan si A) menjadi antara Anda dan si A, dengan objek perjanjian yang tetap sama yaitu utang piutang antara adik Anda dan si A.\n\nJika Anda membuat perjanjian utang piutang yang baru, maka akan timbul hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Ini karena perjanjian utang piutang adalah perjanjian riil.\nAdapun menurut J. Satrio dalam bukunya Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (hal. 49) yang dimaksud dengan perjanjian riil adalah perjanjian yang baru terjadi, kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. Contoh dari perjanjian riil adalah perjanjian utang piutang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian penitipan barang. Perlu digarisbawahi di sini bahwa bukan berarti dalam perjanjian riil tidak perlu ada sepakat/persetujuan, tetapi yang benar adalah, bahwa sepakat saja belum cukup untuk menimbulkan perjanjian yang riil.\n\nIni berarti apabila Anda membuat perjanjian baru dengan si A, maka Anda menjadi kreditur, dan si A menjadi debitur. Oleh karena itu, Anda akan mempunyai kewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang yang Anda perjanjikan untuk dipinjamkan dalam perjanjian baru tersebut. Jika Anda tidak menyerahkan uang sebagaimana diperjanjikan, maka perjanjian utang piutang antara Anda dan si A belum timbul atau belum berlaku.\nApabila yang Anda dan adik Anda maksudkan adalah hanya ingin mengganti para pihak dalam perjanjian, dari adik Anda menjadi Anda sebagai kreditur, maka yang perlu adik Anda lakukan adalah melakukan novasi atas perjanjian utang piutang antara adik Anda dan si A sebelumnya.\n\nApa itu novasi? Novasi diatur dalam Pasal 1413 sampai dengan Pasal 1424 KUH Perdata, yang mana arti novasi atau perjanjian novasi adalah pembaruan utang.\n\nSatrio dalam bukunya Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, dan Percampuran Hutang (hal. 102-103), menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1413 KUH Perdata, ada tiga macam jalan untuk pembaruan utang, atau dengan kata lain hapusnya perikatan karena novasi terjadi apabila:\n\nPenggantian perikatan lama dengan perikatan baru untuk orang yang mengutangkan (novasi objektif);Ada debitur baru yang ditunjuk untuk menggantikan debitur lama (novasi subjektif pasif);Peristiwa di mana kreditur baru ditunjuk menggantikan kreditur lama (novasi subjektif aktif).\n\nHal tersebut didasarkan atas Pasal 1413 KUH Perdata yang berbunyi selengkapnya sebagai berikut:\n\nAda tiga macam jalan untuk pembaruan utang:\n\nbila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya;bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dari perikatannya;bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dari perikatannya.\nPelaksanaan Novasi\n\nDalam kasus Anda, novasi yang harus dilakukan adalah novasi subjektif aktif, yaitu yang diganti adalah krediturnya, dari adik Anda menjadi Anda. J. Satrio masih dalam buku yang sama (hal. 117) menjelaskan bahwa tidak berarti novasi subjektif aktif harus dituangkan dalam satu perjanjian, yang penting adalah bahwa sesudah ada perjanjian antara kreditur baru dengan kreditur lama, debitur menyetujuinya, dengan demikian debitur tahu ke mana ia harus memberikan pelunasannya.\n\nJadi, kami berpendapat dalam hal ini Anda tidak perlu membuat perjanjian baru, cukup ada perjanjian antara Anda dan adik Anda bahwa Anda yang akan menggantikan kedudukannya sebagai kreditur, dan pemberitahuan serta persetujuan dari debitur sehingga debitur bisa memberikan pelunasan kepada Anda.\n\nDi sisi lain, jika Anda sebagai kreditur yang baru ingin memperkarakan perbuatan si A yang tidak juga membayar utangnya ke jalur hukum yaitu mengajukan gugatan wanprestasi, tentu ada keuntungan dan kerugiannya.\n\nKeuntungannya adalah Anda akan mendapatkan kepastian hukum setelah pengadilan memberikan putusan atas gugatan wanprestasi yang dilakukan oleh A. Terlebih jika Anda telah berusaha menempuh cara musyawarah atau memberikan surat teguran atau surat somasi kepada si A, tetapi tetap tidak mau membayar utangnya.\n\nBaca juga:Pengertian Somasi dan Cara Membuatnya\n\nNamun yang perlu diperhitungkan dari pengajuan gugatan wanprestasi adalah tentu akan ada biaya yang harus Anda keluarkan dan harus siap mengikuti proses di pengadilan untuk mengurus perkara tersebut hingga mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap.\n\nPerlu Anda pahami, sebagaimana disampaikan Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata (hal. 156) yang kami kutip dari Novasi, Instrumen Penting di Masa Pandemi, tindakan pembaruan utang itu haruslah nyata, dalam arti bahwa kehendak untuk mengadakan pembaruan utang atau novasi harus dibuktikan lewat perbuatan para pihak.\n\nArtikel Novasi, Instrumen Penting di Masa Pandemi telah dipublikasikan sebelumnya di Premium Stories. Temukan ulasan pengadilan penting, isu dan tren hukum terkini lainnya hanya di Premium Stories. Berlangganan sekarang hanya Rp42rb/bulan dan nikmati sajian produk jurnalisme hukum terbaik tanpa gangguan iklan. Klik di sini untuk berlangganan.\n\nSeluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n\nKitab Undang-Undang Hukum Perdata.\n\nREFERENSI:\n1. Satrio. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie, dan Percampuran Hutang. (Bandung: Alumni), 1999\n2. Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. (Bandung: Citra Aditya Bakti), 2001\n3. Pokok-pokok Hukum Perdata. (Jakarta: Intermasa), 2005." }
{ "from": "human", "value": "Apakah yang dimaksud dengan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang dimiliki oleh legislator? Dan apakah kebijakan tersebut tidak dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi sesuai dengan pendapat berbeda dari hakim konstitusi pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013?" }
{ "from": "gpt", "value": "Istilah open legal policy sering ditemui di berbagai putusan Mahkamah Konstitusi. Konsep open legal policy ini pertama kali dipergunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 010/PUU-III/2005.[1] Secara harfiah, open legal policy berarti kebijakan hukum terbuka.\n\nMenurut Radita Ajie, konstitusi memang terkadang tidak memuat suatu aturan yang secara spesifik dan eksplisit mengatur suatu dasar konstitusional kebijakan publik yang memberi dasar bagi pilihan kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy) yang menjadi dasar kewenangan bagi pembuat undang-undang untuk menjabarkannya lebih jauh dalam suatu undang-undang sebagai pengaturan lebih lanjut.[2]\n\nDi bidang ilmu hukum, konsep open legal policy atau kebijakan hukum terbuka ini adalah hal baru dan relatif tidak dikenal sebelumnya. Selama ini istilah policy (kebijakan) dalam bidang ilmu kebijakan publik sudah mengandung makna bebas atau terbuka, karena makna kebijakan selalu merujuk pada keleluasaan pejabat/pihak yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu yang pelaksanaannya tidak atau belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan.[3]\n\nDengan demikian, “kebijakan hukum” dapat diartikan sebagai tindakan pembentuk undang-undang dalam menentukan subjek, objek, perbuatan, peristiwa, dan/atau akibat untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sementara kata “terbuka” dalam istilah kebijakan hukum terbuka diartikan sebagai suatu kebebasan pembentuk undang-undang untuk mengambil kebijakan hukum.[4]\n\nBerdasarkan uraian tersebut, menjawab pertanyaan apa itu kebijakan hukum terbuka? Menurut Mardian Wibowo, kebijakan hukum terbuka atau open legal policy adalah ketika ada dua kondisi yaitu UUD 1945 memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut, namun tidak memberikan batasan pengaturan materinya atau ketika UUD 1945 tidak memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut.[5]\n\nSementara, menurut pandangan Mahkamah Konstitusi open legal policy adalah kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.[6]\nMaka, secara garis besar, suatu kebijakan pembentukan undang-undang dapat dikatakan bersifat terbuka atau open legal policy adalah ketika UUD 1945 atau konstitusi sebagai norma hukum tertinggi di Indonesia tidak mengatur atau tidak secara jelas memberikan batasan terkait apa dan bagaimana materi tertentu harus diatur oleh undang-undang.\nApakah Norma yang Bersifat Open Legal Policy Tak Bisa Diuji ke MK?\n\nLantas bisakah norma yang bersifat open legal policy diujikan ke Mahkamah Konstitusi sebagaimana disebutkan dalam dissenting opinion Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013?\n\nSebagai informasi, dalam dissenting opinion atau pendapat berbeda yang dikemukakan oleh Maria Farida Indrati dalam putusan tersebut, menilai bahwa tata cara pelaksanaan pilpres, ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan umum, dan aturan presidential threshold adalah open legal policy (hal. 91).\nLebih lanjut, Maria berpatokan pada Putusan MK No. 51-52-59/PUU-VI/2008 yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membatalkan undang-undang atau sebagian isinya jika merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang. Meskipun suatu undang-undang dinilai buruk, mahkamah tetap tidak dapat membatalkannya, sebab yang dinilai buruk tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditolerir (hal. 92).\nBerkaitan dengan produk legal policy yang dianggap inkonstitusional ketika jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang tidak dapat ditolerir tersebut, berdasarkan Putusan MK No. 86/PUU-X/2012 (hal. 100), dalam pertimbangan hukumnya, ditegaskan juga bahwa open legal policy yang dimiliki oleh pembentuk undang-undang tidak dapat dijalankan sebebas-bebasnya, dan harus memperhatikan tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum sebagaimana bunyi Pasal 28J ayat (2) UUD 1945:\n\nDalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.\n\nMaka, menjawab pertanyaan Anda, ada prinsipnya, undang-undang apapun itu termasuk yang pembentukannya melalui open legal policy tetap bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi sebagai cabang kekuasaan kehakiman yang oleh Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 diberikan kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.\n\nMahkamah Konstitusi dapat menguji undang-undang yang dibentuk melalui open legal policy dan mungkin saja membatalkan undang-undang tersebut apabila melanggar ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 dan ketika melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditolerir sebagaimana dijelaskan di atas.\n\nNamun demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi, ketika suatu norma undang-undang masuk ke dalam kategori kebijakan hukum terbuka (open legal policy), maka norma tersebut berada di wilayah yang bernilai konstitusional atau bersesuaian dengan UUD 1945.[7]\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban kami, semoga bermanfaat.\n\nDasar Hukum:\n\nUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.\nPutusan:\n\nPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 010/PUU-III/2005;Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008;Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012;Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013.\n\nReferensi:\n\nIwan Satriawan dan Tanto Lailam. Open Legal Policy dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 3, September 2019;Mardian Wibowo. Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 2 Juni 2015;Radita Ajie. Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy) dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 13, Nomor 02, Juni 2016.\n\n[1] Mardian Wibowo. Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 2 Juni 2015, hal. 210[2] Radita Ajie. Batasan Pilihan Kebijakan Pembentuk Undang-Undang (Open Legal Policy) dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan Tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 13, Nomor 02, Juni 2016, hal. 112[3] Mardian Wibowo. Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 2 Juni 2015, hal. 210[4] Mardian Wibowo. Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 2 Juni 2015, hal. 211[5] Mardian Wibowo. Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 2 Juni 2015, hal. 212[6] Iwan Satriawan dan Tanto Lailam. Open Legal Policy dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pembentukan Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Volume 16, Nomor 3, September 2019, hal. 564[7] Mardian Wibowo. Menakar Konstitusionalitas sebuah Kebijakan Hukum Terbuka dalam Pengujian Undang-Undang. Jurnal Konstitusi, Vol. 12 No. 2 Juni 2015, hal. 204" }
{ "from": "human", "value": "Dalam debat capres/cawapres sering disebut tentang pajak karbon dalam rangka mengatasi krisis iklim. Saya mau bertanya mengenai makna dari pajak karbon, dan bagaimana penerapan pajak karbon di Indonesia? Mohon pencerahannya, terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Pajak karbon adalah salah satu bentuk pigouvian tax untuk mengkompensasi eksternalitas negatif yang dihasilkan aktivitas emisi karbon.[1]\n\nAdapun yang dimaksud dengan pigouvian tax atau Pajak Pigovian adalah suatu pungutan pajak atas setiap unit keluaran (output) dari sumber pencemar ke dalam jumlah yang sebanding dengan efek kerusakan marginal yang ditimbulkan.[2]\nPajak Pigovian atau disebut juga sebagai Pajak Pigou akan dikenakan terhadap transaksi yang menimbulkan adanya biaya atau kerugian yang harus ditanggung oleh pihak ketiga yang sebenarnya tidak terlibat dalam transaksi tersebut. Fenomena inilah yang dikenal dengan eksternalitas negatif.[3]\n\nDapat diartikan pula bahwa pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas setiap produk yang menghasilkan emisi karbon, seperti bahan bakar fosil. Adapun, emisi karbon dalam hal ini tidak hanya terbatas pada gas karbon dioksida (CO2), melainkan termasuk juga gas metana (CH), dinitro dioksida (N2O), dan serta gas lain yang mengandung unsur fluor (F).[4]\nPeraturan pajak karbon di Indonesia pada tingkat undang-undang diatur di dalam UU 7/2021. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.[5]\n\nAdapun emisi karbon adalah penyebab terbesar dari perubahan iklim dunia. Emisi karbon disebut juga sebagai gas rumah kaca, yaitu keluaran (output) dari tindakan keseharian manusia.[6] Emisi karbon yang dimaksud tersebut merupakan emisi karbon dioksida ekuivalen, yaitu representasi emisi gas rumah kaca antara lain senyawa karbon dioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), dan metana (CH4).[7]\nTujuan Pajak Karbon\n\nPajak karbon merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan target emisi karbon sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim.[8]\n\nDalam Pasal 2 angka 1 Persetujuan Paris ditegaskan bahwa tujuan dari konvensi tersebut adalah memperkuat penanganan global terhadap ancaman perubahan iklim, dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan upaya pengentasan kemiskinan, termasuk melalui:\n\nmenahan laju kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat Celcius di atas suhu di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius di atas suhu di masa pra-industrialisasi, mengakui bahwa upaya ini akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim;meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan mendorong ketahanan iklim dan melakukan pembangunan yang rendah emisi gas rumah kaca, tanpa mengurangi produksi pangan; danmembuat aliran dana yang konsisten dengan arah pembangunan yang rendah emisi gas rumah kaca dan berketahanan iklim.\n\nSelanjutnya, tujuan pajak karbon adalah untuk mengubah perilaku pelaku usaha menuju ekonomi hijau yaitu upaya mengurangi emisi karbon sekaligus menciptakan sumber pembiayaan baru bagi pemerintah.[9]\n\nKemudian, dalam UU 7/2021 dijelaskan bahwa tujuan dikenakannya pajak karbon yaitu dalam rangka mengendalikan emisi gas rumah kaca untuk mendukung pencapaian Nationally Determined Contribution (“NDC”) atau kontribusi yang ditetapkan secara nasional, yaitu komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris.[10]\nSubjek Pajak dan Tarif Pajak Karbon\nDalam UU 7/2021 dijelaskan bahwa subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.[11] Adapun pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.[12]\n\nDengan demikian, pajak karbon dikenakan atas pembelian barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon, dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.\n\nKemudian, saat terutang pajak karbon tersebut ditentukan pada saat:[13]\n\npembelian barang yang mengandung karbon;akhir periode tahun kalender dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu; atausaat lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.\n\nAdapun tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara.[14] Namun, jika harga karbon lebih rendah dari Rp30 per kilogram, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen atau satuan yang setara.[15]\n\nKemudian, dalam Perpres 98/2021 dijelaskan bahwa NEK atau nilai ekonomi karbon adalah nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.[16] Penyelenggaraan NEK tersebut salah satunya dilakukan melalui pungutan atas karbon yang dilakukan dalam bentuk pungutan di bidang perpajakan baik pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya.[17]\n\nLebih lanjut, pungutan atas karbon dalam pungutan di bidang perpajakan baik pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya berdasarkan pada:[18]\n\nkandungan karbon;potensi emisi karbon;jumlah emisi karbon; dan/ataukinerja aksi mitigasi perubahan iklim.\n\nLalu, ketentuan mengenai penetapan tarif pajak karbon dan perubahan tarifnya, tata cara penghitungan pajak karbon, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, mekanisme pengenaan pajak karbon dan tata cara pengurangan pajak karbon diatur dengan peraturan menteri keuangan.[19]\nPenerapan Pajak Karbon\n\nLantas, kapan pajak karbon berlaku di Indonesia? Alur penerapan pajak karbon di Indonesia adalah sebagai berikut:[20]\n\ntahun 2021, dilakukan pengembangan mekanisme perdagangan karbon;tahun 2022 sampai dengan 2024, diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax) untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada pembangkit listrik tenaga uap batubara;tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan tahapan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan antara lain kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak, dan/atau skala.\n\nDengan demikian, pengenaan pajak karbon mulai berlaku pada tahun 2025 dan seterusnya. Selain itu, sepanjang penelusuran kami terkait dengan penetapan tarif dan perhitungan pajak karbon, hingga artikel ini ditayangkan, peraturan menteri keuangan tentang pajak karbon belum diterbitkan.\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim)](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5821a73ed821b/undang-undang-nomor-16-tahun-2016?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_16_2016)\n2. [Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt6183566157105?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_7_2021)\n3. [Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt6192110200abc/peraturan-presiden-nomor-98-tahun-2021/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perpres_98_2021)\n4. [Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt6357823b0b14a/peraturan-menteri-lingkungan-hidup-dan-kehutanan-nomor-21-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=permen_LHK_21_2022)\nREFERENSI:\n1. Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat\n2. Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021\n3. Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022.\n[1] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 14[2] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 14[3] Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022, hal. 2[4] Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022, hal. 2[5] Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU 7/2021”)[6] Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya. Pajak Karbon: Belajar dari Swedia dan Finlandia. Indramayu: Penerbit Adab, 2022, hal. 2[7] Penjelasan Pasal 13 ayat (1) jo. ayat (8) UU 7/2021[8] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 13 – 14[9] Anih Sri Suryani. Pajak Karbon sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia. Info Singkat; Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XIII, No. 18/II/Puslit/September/2021, hal. 14[10] Penjelasan Pasal 13 ayat (1) UU 7/2021[11] Pasal 13 ayat (5) UU 7/2021[12] Pasal 13 ayat (6) UU 7/2021[13] Pasal 13 ayat (7) UU 7/2021[14] Pasal 13 ayat (8) UU 7/2021[15] Pasal 13 ayat (9) UU 7/2021[16] Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional (“Perpres 98/2021”)[17] Pasal 47 ayat (1) huruf c jo. Pasal 58 ayat (1) Perpres 98/2021[18] Pasal 35 ayat (1) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon jo. Pasal 58 ayat (1) Perpres 98/2021[19] Pasal 13 ayat (10) dan (14) UU 7/2021[20] Penjelasan Pasal 13 ayat (3) UU 7/2021" }
{ "from": "human", "value": "Jika ada suatu Peraturan Pemerintah (PP) yang menegaskan tentang suatu hal pada ayat (1), kemudian ayat berikutnya menyatakan bahwa pelaksanaan dari ayat (1) akan diatur dengan Peraturan Menteri. Apakah itu berarti bahwa peraturan pada ayat tersebut tidak bisa berjalan tanpa adanya Peraturan Menteri? Meskipun Peraturan Menteri tersebut belum ada sampai PP tersebut resmi berlaku. Dan tidak dijelaskan pada PP tersebut kapan harus ada Peraturan Menteri. Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Keberlakuan Peraturan Pemerintah yang Belum Ada Peraturan Pelaksanaannya yang dibuat oleh Muhammad Yasin, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 2 Agustus 2017. KLINIK TERKAIT Kedudukan Fatwa MUI dalam Sistem Hukum Indonesia 02 Nov 2023 Perbedaan Kodifikasi Hukum dan Unifikasi Hukum 03 Mar 2023 Putusan MK Tak Dilaksanakan, Harus Bagaimana? 02 Des 2021 Cara Mengartikan Penjelasan Pasal yang Bunyinya \"Cukup Jelas\" 28 Des 2020 Apa Itu Peraturan Pemerintah? Peraturan Pemerintah (“PP”) adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 : Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Sehingga, materi muatan PP adalah materi untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Lalu, untuk menjalankan PP sebagaimana mestinya, acapkali ada perintah untuk membentuk peraturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Presiden (“Perpres”) atau Peraturan Menteri (“Permen”) untuk mengatur lebih lanjut. Jika terdapat perintah penerbitan Perpres dalam suatu rumusan PP, maka pemerintah wajib menerbitkannya. Peraturan pelaksana itu kadang diatur karena diperlukan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara [1] atau dalam rangka penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan. [2] Kapan PP Mulai Berlaku? Setelah mengetahui apa itu peraturan pemerintah, selanjutnya perlu Anda pahami bahwa secara hukum, peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 87 UU 12/2011 . Rumusan Pasal 87 UU 12/2011 tersebut menunjukkan bahwa materi muatan PP berlaku dengan sendirinya pada tanggal diundangkan, atau pada tanggal lain yang disebutkan dalam PP tersebut. Sebagai contoh, Pasal 19 PP 83/2008 menyebutkan: Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ini berarti, PP 83/2008 otomatis berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 31 Desember 2008. Sedangkan contoh PP yang berlaku pada tanggal tertentu yang ditetapkan adalah PP 9/1975 . Pasal 49 PP 9/1975 menyebutkan bahwa PP tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975, padahal PP diundangkan pada 1 April 1975. Jadi, tanggal pengundangan tidak selalu sama dengan tanggal berlakunya suatu PP. Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dilihat dari keberlakuannya, PP sudah resmi berlaku pada waktu ditetapkan terlepas dari apakah Permen yang diperintahkan sudah terbit atau belum . Pelaksanaan PP yang Belum Ada Peraturan Pelaksananya Kemudian, apakah operasional atau pelaksanaan PP ditentukan semata oleh peraturan teknis seperti Permen? Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, PP ditetapkan untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Pembentuk UUD 1945 tak menjelaskan secara detail apa yang dimaksud ‘sebagaimana mestinya’, tetapi dapat dipahami sebagai keinginan agar operasionalisasi UU itu berjalan sepenuhnya. Agar berjalan sepenuhnya, maka perlu ada peraturan pelaksana, yang di antaranya dapat berupa Permen, sebagaimana Anda sebutkan dalam pertanyaan. Jadi, Permen itu didelegasikan demi kesempurnaan pelaksanaan PP. Namun ketiadaan Permen yang didelegasikan bukan berarti membuat PP tidak berlaku. Dengan mengambil komparasi PP sebagai peraturan pelaksana UU, maka pembentukan peraturan pelaksana yang disebut peraturan delegasi bertujuan untuk mengurangi kesulitan dan permasalahan di lapangan. Hanya saja, jarak penerbitan Permen yang diperintahkan dengan masa berlakunya PP akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan PP tersebut . [3] Bagaimana jika Permen yang diperintahkan PP tidak diterbitkan? Menurut hemat kami, persoalannya lebih pada efektivitas berlakunya PP, tak berpengaruh pada berlakunya PP karena berlakunya PP sudah ditetapkan dengan jelas . Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma REFERENSI:\n1. Fitriani Ahlan Sjarif. Pembentukan Peraturan Delegasi dari Undang-Undang pada Kurun Waktu 1999-2012. Disertasi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Juli 2015. Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan (Setelah Dilakukan Perubahan Pertama dan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). Yogyakarta: BPFE UGM, 2006. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan. Jakarta: Rajawali, 2010. [1] Soehino, Hukum Tata Negara, Teknik Perundang-Undangan (Setelah dilakukan Perubahan Pertama dan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia . Edisi Pertama. (Yogyakarta: Balai Penerbit Fakultas ekonomi UGM, 2006), hal. 46. [2] Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU 12/2011”). [3] Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 110. hukumonline google konstitusi pembentukan undang-undang uud 1945 peraturan pemerintah peraturan menteri tata negara hukum klinik peraturan perundang-undangan peraturan pelaksana klinik hukumonline peraturan presiden pp" }
{ "from": "human", "value": "Pasal 1365 KUH Perdata mengatur tentang apa?" }
{ "from": "gpt", "value": "Ketentuan Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) tercermin dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:\n\nTiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.\nDari Pasal 1365 KUH Perdata, seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila terpenuhi syarat-syarat atau unsur-unsur sebagai berikut:[1]\n\nperbuatan tersebut perbuatan melawan hukum;harus ada kesalahan;harus ada kerugian yang ditimbulkan;adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.\nPerbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata\n\nDalam konteks hukum perdata, PMH dikenal dengan istilah onrechtmatige daad, yaitu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau bertentangan baik dengan kesusilaan, pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, dan barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar ganti kerugian.[2]\n\nKemudian, menurut Munir Fuady, PMH adalah sebagai kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.[3]\n\nDengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata adalah perbuatan yang melawan undang-undang, perbuatan yang bertentangan dengan hak-hak orang lain, perbuatan yang mengakibatkan kerugian pihak lain dan pihak yang melakukan PMH harus menggantikan kerugian kepada pihak yang telah dirugikannya.[4]\n\nSelengkapnya mengenai PMH dalam hukum perdata dapat Anda baca pada artikel Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana.\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n\nKitab Undang-Undang Hukum Perdata.\nREFERENSI:\n1. Indah Sari. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol. 11, No. 1, 2020\n2. M.A. Moegni Djojodirdjo. Perbuatan Melawan Hukum, Cet.2. Jakarta: Pradnya Paramita, 1982\n3. Munir Fuady. Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002\n4. Syahrul Machmud. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, Cetakan Kesatu. Bandung: CV. Mandar Maju, 2008.\n\n[1] Syahrul Machmud. Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Dokter yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, Cetakan Kesatu. Bandung: CV. Mandar Maju, 2008, hal. 55[2] M.A. Moegni Djojodirdjo. Perbuatan Melawan Hukum, Cet.2. Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hal. 25-26[3] Munir Fuady. Perbuatan Melawan Hukum: Pendekatan Kontemporer. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hal. 3[4] Indah Sari. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Vol. 11, No. 1, 2020, hal. 54" }
{ "from": "human", "value": "Saya pernah melihat di sebuah media cetak laporan keuangan suatu perseroan terbuka. Namun begitu saya lihat komposisi pemegang saham, saya menemukan bahwa hanya tiga orang saja yang memegang saham perseroan tersebut walaupun perseroan itu suatu perseroan terbuka. Pertanyaan saya adalah bagaimana hal ini bisa terjadi, karena menurut sepengetahuan saya bahwa suatu perseroan terbuka memiliki setidaknya dua syarat, yaitu: a. memiliki modal disetor minimal Rp 3 miliar; b. pemilik saham sekurang-kurangnya 300 pemegang saham. Demikianlah, saya sangat berterima kasih atas jawabannya." }
{ "from": "gpt", "value": "Perseroan terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.[1]\n\nDalam ketentuan Pasal 1 angka 18 POJK 23/2021, definisi perusahaan terbuka adalah emiten yang telah melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas atau perusahaan publik. Sementara itu, yang dimaksud dengan emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum.[2]\n\nSementara itu, yang dimaksud dengan perseroan publik adalah perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.[3]\nBegitu pula, menurut Pasal 1 angka 1 UU P2SK yang mengubah Pasal 1 angka 21 UU Pasar Modal yang dimaksud dengan perusahaan publik adalah perseroan dengan jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).\n\nM. Yahya Harahap dalam bukunya Perseroan Terbatas (hal. 41), menerangkan yang dimaksud dengan perseroan terbuka (Tbk) adalah:\n\nPerseroan publik yang telah memenuhi ketentuan UU Pasar Modal; atauPerseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di Bursa Efek. Maksudnya perseroan tersebut menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas.[4]\nCiri-ciri Perseroan Terbuka\n\nPertama, apabila perseroan terbuka tersebut merupakan perusahaan atau perseroan publik, maka sahamnya telah dimiliki oleh paling sedikit 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor Rp3 miliar.\n\nHal ini diatur di dalam ketentuan Pasal 1 angka 16 POJK 23/2021 sebagai berikut:\n\nPerusahaan Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki paling sedikit oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor paling sedikit Rp3 miliar atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.\n\nApabila perseroan publik telah memenuhi kriteria modal dan pemegang saham sesuai dengan ketentuan di atas, maka wajib mengubah anggaran dasarnya untuk mengubah status perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka, dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut.[5]\n\nKedua, apabila perseroan tersebut telah melakukan penawaran umum (public offering). Yang dimaksud dengan “penawaran umum” adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang mengenai pasar modal dan peraturan pelaksananya.[6]\n\nTerdapat dua jenis penawaran umum jika mengacu pada POJK 53/2017 yaitu Pasal 1 angka 8 dan 9 sebagai berikut:\n\nPenawaran umum oleh emiten skala kecil adalah penawaran umum yang dilakukan oleh emiten skala kecil dengan nilai keseluruhan efek yang ditawarkan, tidak termasuk efek lain yang menyertainya, dengan jumlah tidak lebih dari Rp50 miliar.Penawaran umum oleh emiten skala menengah adalah penawaran umum yang dilakukan oleh emiten skala menengah dengan nilai keseluruhan efek yang ditawarkan, tidak termasuk efek lain yang menyertainya, dengan jumlah tidak lebih dari Rp250 miliar.\n\nBaca juga: Konsekuensi IPO Terhadap Pengendalian Perusahaan\n\nMenjawab pertanyaan Anda berdasarkan penjelasan di atas, kami berpendapat bahwa bisa saja perseroan terbuka yang Anda sebutkan adalah perseroan terbuka yang telah melakukan penawaran umum (public offering) di Bursa Efek dan bukan merupakan perseroan publik.\n\nAtau, kemungkinan lainnya adalah perseroan itu sendiri dan/atau pemegang saham telah melakukan pembelian kembali saham-saham yang beredar di Bursa Efek. Saham-saham yang dibeli kembali oleh perseroan disebut juga treasury stocks. Saham-saham tersebut tidak mempunyai hak suara dan karenanya tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”).[7]\n\nMenurut Pasal 37 ayat (1) UUPT, syarat materiel pembelian kembali (buy back) saham-saham yang telah disetor oleh perseroan terbatas adalah sebagai berikut:\n\nPembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; danJumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.\n\nSyarat formal (prosedural) pembelian kembali saham-saham di atas pada dasarnya hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam UUPT dan/atau anggaran dasar.[8]\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal](Data Kepolisian /pusatdata/detail/12421/undangundang-nomor-8-tahun-1995?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_8_1995)\n2. [Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas](Data Kepolisian /pusatdata/detail/26940/undangundang-nomor-40-tahun-2007?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_40_2007)\n3. [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63b23fc23cfe4/peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-nomor-2-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perppu_2_2022)\n4. [Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt6427eaaee8a1f/undang-undang-nomor-6-tahun-2023/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_6_2023?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_cipta_kerja_2023)\n5. [Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63c23d76b51e4?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_4_2023)\n6. [Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 53/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt599fedc636d52/peraturan-otoritas-jasa-keuangan-nomor-53-pojk04-2017-tahun-2017/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=pojk_53_2017)\n7. [Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2021 Tahun 2021 tentang Tindak Lanjut Pengawasan di Bidang Pasar Modal](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt61c181f837b3b/peraturan-otoritas-jasa-keuangan-nomor-23-pojk04-2021-tahun-2021/document/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=POJK_23_2021)\nREFERENSI:\n1. M. Yahya Harahap. Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2016\n2. Marzuki Usman et.al. Pengetahuan Dasar Pasar Modal. Institut Bankir Indonesia, 1997.\n\n[1] Pasal 109 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”)[2] Pasal 22 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (“UU P2SK”) yang mengubah Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU Pasar Modal”) jo. Pasal 1 angka 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2021 Tahun 2021 tentang Tindak Lanjut Pengawasan di Bidang Pasar Modal[3] Pasal 109 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 8 UU PT[4] Marzuki Usman et.al. Pengetahuan Dasar Pasar Modal. Institut Bankir Indonesia, 1997, hal. 127[5] Pasal 24 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (2) huruf f UU PT[6] Pasal 22 angka 1 UU P2SK yang mengubah Pasal 1 angka 14 UU Pasar Modal[7] Pasal 40 ayat (1) UU PT[8] Pasal 38 UU PT" }
{ "from": "human", "value": "Pasca pemilihan, biasanya akan ada hasil quick count yang ditayangkan di televisi secara nasional. Apa yang dimaksud dengan quick count dan apa bedanya dengan real count atau exit poll? Bagaimana aturan quick count? Apakah quick count mencerminkan hasil pemilu?" }
{ "from": "gpt", "value": "Secara sederhana, quick count adalah penghitungan cepat hasil pemilu. Menurut KBBI, hitung cepat adalah metode untuk memverifikasi hasil pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah berdasarkan hasil yang diperoleh dari sejumlah tempat pemungutan suara yang dijadikan sampel.\n\nAdapun, menurut Pasal 1 angka 22 Peraturan KPU 9/2022 penghitungan cepat adalah kegiatan penghitungan suara hasil pemilu atau pemilihan secara cepat dengan menggunakan teknologi informasi atau berdasarkan metodologi tertentu.\nQuick count dapat pula diartikan sebagai perhitungan secara cepat hasil pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah dengan menggunakan tempat pemungutan suara (“TPS”) sampel. Dengan quick count, hasil perhitungan suara dapat diketahui dua sampai tiga jam setelah perhitungan suara di TPS ditutup.[1]\n\nArtinya, sampel quick count tidak diperoleh dari para responden yang ditanyai satu per satu, melainkan diperoleh dari hasil rekap resmi di lapangan atau TPS.[2]\n\nQuick count pada dasarnya menggunakan teknik probability sampling yaitu mengambil sebagian dari seluruh populasi secara acak untuk dijadikan sampel. Unit sampel dari quick count yang diteliti adalah TPS, tepatnya hasil perolehan suara TPS.[3]\n\nSalah satu metode yang digunakan dalam pelaksanaan quick count adalah metode stratified random sampling. Metode ini dapat memungkinkan setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, sehingga proses pengukuran dapat dilakukan dengan melibatkan sedikit sampel. Meskipun tidak melibatkan semua anggota populasi, hasil survei dapat digeneralisasikan sebagai representasi populasi. Adapun, jumlah sampel TPS yang digunakan adalah proporsional dari masing-masing daerah pemilihan.[4]\n\nPerlu diperhatikan bahwa dalam quick count, data yang digunakan adalah data sampel sehingga selalu terdapat margin of error. Semakin kecil sampel yang digunakan maka nilai margin of error-nya akan semakin besar, dan sebaliknya, semakin besar sampel yang digunakan, maka semakin kecil nilai margin of error-nya.[5]\nApa Fungsi Quick Count?\n\nQuick count yang disebut juga sebagai parallel vote tabulation (PVT), yang memiliki fungsi dan tujuan untuk:[6]\n\nMendeteksi kecurangan: dengan mengumpulkan data hasil TPS, quick count atau PVT dapat mendeteksi manipulasi hasil TPS pada hari pemilu ketika manipulasi tersebut melebihi margin kesalahan PVT.Mencegah penipuan: PVT biasanya mencakup keterlibatan masyarakat sipil dan cakupan nasional. Dengan adanya pemantau quick count atau PVT dapat secara langsung mencegah terjadinya kecurangan di TPS.Membangun kepercayaan terhadap proses pemilu: jika hasil PVT atau quick count sesuai dengan hasil resmi, maka dapat membangun kepercayaan terhadap proses pemilu karena dapat menegaskan proses pemilu yang kredibel dan hasil quick count pun dapat dipercaya.Memproyeksi hasil pemilu.Membangun kapasitas lokal atau organisasi masyarakat sipil untuk melakukan pengawasan dalam proses pemilu.Memverifikasi hasil resmi, karena tingkat akurasi quick count yang tinggi.\n\nNamun patut dicermati bahwa meskipun quick count dapat menjadi elemen untuk mengobservasi hasil pemilu, namun terdapat keterbatasan dan tantangannya, di antaranya adalah bahwa quick count:[7]\n\nTidak dapat memproyeksikan pemenang pemilu ketika hasil pemilu berada dalam margin of error. Misalnya ketika dua kandidat teratas dipisahkan oleh 1% suara tetapi margin of error dari quick count adalah 2,5%.Tidak menunjukkan kualitas secara keseluruhan proses pemilu.Negara besar, geografi sulit, dan situasi konflik menghadirkan tantangan yang signifikan untuk implementasi quick count karena memerlukan data dari sampel TPS yang representatif secara statistik untuk menghasilkan hasil yang valid.\n\nMenurut hemat kami, quick count atau PVT dalam pemilu dapat memproyeksikan pemenang pemilu, selain tidak dalam margin of error, juga menggunakan metodologi yang memadai, dilakukan oleh lembaga yang kredibel, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, misalnya tidak memiliki keberpihakan terhadap peserta pemilu tertentu.\nAturan Hukum Pelaksanaan Quick Count dalam Pemilu\n\nDasar hukum quick count dapat Anda temukan di dalam Pasal 448 dan Pasal 449 UU Pemilu. Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat dalam bentuk:[8]\n\nsosialisasi pemilu;pendidikan politik bagi pemilih;survei atau jajak pendapat tentang pemilu; danpenghitungan cepat hasil pemilu.\n\nAdapun yang dapat melaksanakan kegiatan penghitungan cepat yaitu lembaga survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat, juga oleh media massa, lembaga penelitian, atau lembaga lainnya.[9]\n\nKhusus untuk lembaga survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat harus memenuhi ketentuan yaitu berbadan hukum di Indonesia, bersifat independen, mempunyai sumber dana yang jelas, dan terdaftar di KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sesuai dengan cakupan wilayah kegiatan penghitungan cepat yang didaftarkan paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara.[10]\n\nDalam hal pendaftaran ke KPU, berlaku pula bagi media massa, lembaga penelitian, dan lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (4) Peraturan KPU 9/2022 kecuali mengenai surat keterangan telah terdaftar minimal 1 tahun pada asosiasi lembaga survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat.[11]\n\nPatut dicatat bahwa dalam melaksanakan penghitungan cepat, lembaga survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat, termasuk media massa, lembaga penelitian, dan lembaga lainnya harus mematuhi ketentuan:[12]\n\ntidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu atau pemilihan;tidak mengganggu proses tahapan pemilu;bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas;mendorong terwujudnya suasana kondusif bagi penyelenggara pemilu atau pemilihan yang aman, damai, tertib, dan lancar;benar-benar melakukan wawancara dalam pelaksanaan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat;tidak mengubah data lapangan dan/atau pemrosesan data;menggunakan metode penelitian ilmiah; danmelaporkan metodologi, sumber dana, dan jumlah responden, tanggal dan tempat pelaksanaan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat.\n\nAdapun, pengumuman quick count atau prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Yang dimaksud dengan “pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat” tersebut adalah termasuk pemberitaan dan publikasi penghitungan cepat di dalamnya termasuk exit polling.[13]\n\nDalam mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasil survei atau jajak pendapat dan penghitungan mengenai pemilu atau pemilihan lembaga yang melakukan penghitungan cepat harus menyatakan bahwa hasil kegiatan yang dilakukannya bukan hasil resmi KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota.[14]\n\nPelanggaran terhadap pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa prakiraan hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi pemilu atau jika pelaksana mengumumkan hasil penghitungan cepat sebelum 2 jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta. Hal ini diatur di dalam Pasal 540 UU Pemilu.\nPerbedaan Quick Count, Exit Poll, dan Real Count\n\nMerujuk artikel Perbedaan Quick Count, Exit Poll, dan Real Count dalam Pemilu, exit poll adalah metode yang dilakukan beberapa saat setelah pemilih menyalurkan pilihan politiknya di tempat pemungutan suara. Secara teknis, exit poll merupakan bagian dari survei. Metode yang digunakan dalam exit poll biasanya dengan mewawancarai responden atau pemilih setelah keluar dari tempat pemungutan suara (hal. 1).\n\nLantas, apa itu real count? Masih dalam artikel yang sama, real count adalah perhitungan keseluruhan surat suara di seluruh tempat pemungutan suara yang ada. Data yang dihitung dalam real count adalah angka resmi dari setiap tempat pemungutan suara, bukan berdasarkan sampel (hal. 1).\n\nDapat dikatakan bahwa real count adalah rekapitulasi yang valid dan hasilnya mutlak untuk menentukan pemenang pemilu, sebab metode rekapitulasinya dilakukan secara berjenjang sesuai dengan UU Pemilu dan dilakukan oleh KPU (hal. 2).\n\nLalu, apa perbedaan dari quick count dengan real count? Quick count adalah penghitungan cepat yang dilakukan oleh masyarakat seperti lembaga survei, media massa dan lain-lain dengan mengambil sampel yang diambil dari hasil pemilihan di sejumlah TPS dengan metodologi tertentu. Sementara, real count adalah hasil resmi yang dikeluarkan oleh KPU atas hasil pemilihan umum.\nDengan demikian, menjawab pertanyaan Anda apakah quick count mencerminkan hasil pemilu, sifatnya adalah memprediksi atau memproyeksikan hasil pemilu. Namun, tetap ada kemungkinan adanya kesalahan (margin of error) dari hasil quick count, karena yang digunakan dalam quick count adalah sampel TPS, bukan keseluruhan TPS. Sehingga menurut pendapat kami, untuk menentukan akurasi dari quick count adalah metodologi yang digunakan serta jaminan independensi lembaga yang melaksanakannya.\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt59ba5511ab93b/undang-undang-nomor-7-tahun-2017?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_7_2017)\n2. [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt6398217fef35f?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perppu_1_2022)\n3. [Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023](Data Kepolisian /pusatdata/detail/v2/lt646ddfc0759f3?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_7_2023)\n4. [Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota](https://jdih.kpu.go.id/data/data_pkpu/2022pkpu009.pdf)\nREFERENSI:\n1. Dirga Ardiansa, Quick Count: Apa, Oleh, dan untuk Kepentingan Siapa? Puskapol UI, yang diakses pada Selasa, 12 Februari 2024, pukul 20.36 WIB\n2. Hitung cepat, yang diakses pada Selasa, 12 Februari 2024, pukul 19.56 WIB\n3. Akhmad Fauzy. Survei vs Quick Count (Studi Kasus Pemilukada DKI Jakarta Putaran 1). Unisia Vol. XXXIV No. 77 Juli 2012\n4. Executive Summary, Assessing and Verifying Election Results: A Decision-Maker’s Guid to Parallel Vote Tabulation and Other Tools, USAID, April 2015\n5. Handrini Ardiyanti. Quick Count dan Permasalahannya. Info Singkat Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Vol. V No. 02/II/P3DI/Januari/2013\n6. Putri Azona. Analisis Quick Count dengan Menggunakan Metode Stratified Random Sampling Studi Kasus Pemilu Gubernur Kalimantan Barat 2018. Bimaster: Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya, Vol. 10 No. 1 (2021).\n\n[1] Handrini Ardiyanti. Quick Count dan Permasalahannya. Info Singkat Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI, Vol. V No. 02/II/P3DI/Januari/2013, hal. 18[2] Akhmad Fauzy. Survei vs Quick Count (Studi Kasus Pemilukada DKI Jakarta Putaran 1). Unisia Vol. XXXIV No. 77 Juli 2012, hal. 200[3] Dirga Ardiansa, Quick Count: Apa, Oleh, dan untuk Kepentingan Siapa? Puskapol UI, yang diakses pada Selasa, 12 Februari 2024 pukul 20.36 WIB.[4] Putri Azona. Analisis Quick Count dengan Menggunakan Metode Stratified Random Sampling Studi Kasus Pemilu Gubernur Kalimantan Barat 2018. Bimaster: Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya, Vol. 10 No. 1 (2021), hal. 43[5] Putri Azona. Analisis Quick Count dengan Menggunakan Metode Stratified Random Sampling Studi Kasus Pemilu Gubernur Kalimantan Barat 2018. Bimaster: Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya, Vol. 10 No. 1 (2021), hal. 47[6] Executive Summary, Assessing and Verifying Election Results: A Decision-Maker’s Guid to Parallel Vote Tabulation and Other Tools, USAID, April 2015, hal. 3[7] Executive Summary, Assessing and Verifying Election Results: A Decision-Maker’s Guid to Parallel Vote Tabulation and Other Tools, USAID, April 2015, hal. 4[8] Pasal 448 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”)[9] Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota (“Peraturan KPU 9/2022”)[10] Pasal 16 ayat (2) jo. Pasal 17 ayat (1) Peraturan KPU 9/2022[11] Pasal 22 ayat (2) Peraturan KPU 9/2022[12] Pasal 17 ayat (4) huruf g dan Pasal 22 ayat (2) Peraturan KPU 9/2022[13] Pasal 449 ayat (5) UU Pemilu dan penjelasannya[14] Pasal 19 ayat (5) Peraturan KPU 9/2022" }
{ "from": "human", "value": "Apakah ada Interpol di Indonesia? Jika ada, apa tugas mereka? Lalu, apa arti dari red notice?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Interpol KLINIK TERKAIT Hukumnya Ekstradisi Buron Internasional di Indonesia 05 Mei 2021 Perbedaan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dengan Ekstradisi 16 Sep 2020 Perbedaan Kejahatan Internasional dengan Transnasional 25 Nov 2019 Tempat Kejadian Perkara, Daerah Hukum Polisi, dan Kewenangan Relatif Pengadilan 27 Sep 2013 Sebelumnya, apa yang dimaksud dengan Interpol? Apa itu polisi internasional? Secara singkat, Interpol adalah singkatan dari International Criminal Police Organization , yaitu sebuah organisasi kepolisian internasional yang terbesar di dunia. [1] Interpol memiliki 2 tujuan yaitu: [2] Memastikan dan mempromosikan seluas-luasnya hubungan saling membantu antara seluruh kepolisian yang berwenang dalam batas hukum yang ada di negara-negara yang berbeda dan dalam semangat Universal Declaration of Human Rights . Mendirikan dan mengembangkan semua institusi yang berkontribusi secara efektif untuk pencegahan dan penekanan kejahatan hukum biasa. Tak jarang, ada kasus di mana negara meminta bantuan ke Interpol dalam melacak dan menemukan seseorang yang dicari di negaranya yang melarikan diri ke negara lain sehingga perlu upaya ekstradisi. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Interpol berperan pula dalam proses ekstradisi antar negara di mana jika negara yang diminta dan meminta tidak memiliki perjanjian ekstradisi sebelumnya dapat mengajukan permohonan ke Interpol untuk memohonkan penahanan dan ekstradkisi ke negara yang diminta. [3] Baca juga: Hukumnya Ekstradisi Buron Internasional di Indonesia NCB-Interpol Indonesia Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, Interpol ada di Indonesia . Pada akhir tahun 1954, pemerintah menunjuk Jawatan Kepolisian Negara sebagai National Central Bureau atau NCB-Interpol Indonesia untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam organisasi Interpol. Fungsi dari NCB adalah menjamin hubungan dengan berbagai departemen/instansi di dalam negeri, dengan NCB negara lain dan dengan Sekretaris Jenderal Interpol, sebagaimana dikutip dari Profil NCB-INTERPOL . NCB-Interpol Indonesia ini dikepalai langsung oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Kapolri”). [4] Bersumber dari laman yang sama, sekretariat NCB-Interpol Indonesia bertugas membina, mengawasi dan mengendalikan penyelenggaraan tugas NCB Interpol dalam kerja sama internasional dalam lingkup bilateral, trilateral, dan multilateral, dengan membawahi 4 bagian: Bagian Kejahatan Internasional bertugas melaksanakan kegiatan kerjasama Interpol dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan internasional/transnasional serta pelayanan umum internasional dalam kaitannya dengan kejahatan, pelaku kejahatan dan bantuan hukum internasional, dan juga melaksanakan perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Bagian Komunikasi Internasional bertugas melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan internasional/ transnasional melalui sarana jaringan Interpol, Aseanapol dan sarana informasi lainnya, serta mengumpulkan informasi dan pengolahan data, publikasi dan dokumentasi terhadap hasil kegiatan Divisi Hubungan Internasional Polri. Bagian Konvensi Internasional bertugas mempersiapkan pelaksanaan perjanjian internasional dan penyelenggaraan pertemuan internasional baik di dalam maupun di luar negeri dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional/transnasional dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia maupun sarana prasarana. Bagian Liaison Officer (LO) dan Perbatasan bertugas melaksanakan pembinaan para Atase Polri/SLO dan Staf Teknis/LO Polri di luar negeri, serta kerja sama penegakan hukum di wilayah perbatasan. Singkatnya, NCB-Interpol Indonesia bertugas sebagai penghubung antara kepolisian negara setempat dengan Interpol. Setiap informasi yang diterima oleh NCB akan disampaikan ke kepolisian negara setempat begitu pula sebaliknya . [5] Red Notice Itu Apa? Jika ditanya red notice itu apa, mengutip dari laman INTERPOL , disebutkan bahwa “ Red Notices are issued for fugitives wanted either for prosecution or to serve a sentence. A Red Notice is a request to law enforcement worldwide to locate and provisionally arrest a person pending extradition, surrender, or similar legal actio n.” Dalam terjemahan bebasnya berarti red notice dikeluarkan untuk buronan yang dicari baik dalam rangka penuntutan atau untuk menjalani hukuman. Red notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk menemukan dan menangkap sementara seseorang yang akan diekstradisi, diserahkan, atau dilakukan tindakan hukum serupa. Lebih lanjut, disarikan dari Red Notice, DPO dan Cekal, serta Peluang Buronan di Pengadilan , red notice berguna untuk mengingatkan polisi di semua negara bahwa ada seseorang yang sedang dicari polisi negara lain karena orang itu diduga melakukan kejahatan berdasarkan sistem hukum negara yang meminta red notice . Masih dari artikel yang sama, suatu red notice mengandung 2 jenis informasi yaitu: Informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi orang yang sedang dicari seperti nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, warna rambut dan mata, foto, dan sidik jari jika ada. Informasi terkait dengan kejahatan yang dilakukan, seperti pembunuhan ( murder ), pemerkosaan ( rape ), kejahatan terhadap anak-anak ( child abuse ), atau perampokan bersenjata ( armed robbery ). Perlu diperhatikan, dalam artikel yang sama juga ditegaskan bahwa red notice bukanlah suatu perintah penahanan , melainkan pemberitahuan orang yang paling dicari di seluruh dunia. Meski demikian, dasar hukum dari diterbitkannya red notice oleh Interpol adalah surat perintah penangkapan atau perintah pengadilan yang dikeluarkan oleh otoritas yudisial di negara terkait. Banyak dari negara anggota Interpol yang menganggap red notice sebagai permohonan yang sah untuk dilakukannya penangkapan sementara. [6] Pihak yang hendak mengecek buronan atau daftar red notice Interpol dapat mengunjungi situs Red Notice INTERPOL , dan tinggal memasukkan beberapa identitas yaitu nama, kebangsaan, gender, usia, negara yang mencari, dan kata kunci lainnya. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. REFERENSI:\n1. Adimas Rakyandani Saksono dan I Made Tjatrayasa. Fungsi dan Peran Internasional Criminal Police Organization-Interpol dalam Ekstradisi . Jurnal Kertha Negara Vol. 04, No. 1, Februari 2016\n2. About Notices , diakses pada 23 Desember 2021, pukul 08.36 WIB\n3. INTERPOL , diakses pada 22 Desember 2021 pukul 22.00 WIB\n4. Profil NCB-INTERPOL , diakses pada 22 Desember 2021 pukul 20.11 WIB\n5. Red Notice INTERPOL , diakses pada 22 Desember 2021 pukul 21.20 WIB\n6. Tim Koordinasi Interpol , diakses pada 23 Desember 2021, pukul 08.58 WIB. [1] Adimas Rakyandani Saksono dan I Made Tjatrayasa. Fungsi dan Peran Internasional Criminal Police Organization-Interpol dalam Ekstradisi . Jurnal Kertha Negara Vol. 04, No. 1, Februari 2016, hal. 1-2 [2] Adimas Rakyandani Saksono dan I Made Tjatrayasa. Fungsi dan Peran Internasional Criminal Police Organization-Interpol dalam Ekstradisi . Jurnal Kertha Negara Vol. 04, No. 1, Februari 2016, hal. 2 [3] Adimas Rakyandani Saksono dan I Made Tjatrayasa Fungsi dan Peran Internasional Criminal Police Organization-Interpol dalam Ekstradisi . Jurnal Kertha Negara Vol. 04, No. 1, Februari 2016, hal. 5 [4] Tim Koordinasi Interpol , diakses pada 23 Desember 2021, pukul 08.58 WIB. [5] Adimas Rakyandani Saksono dan I Made Tjatrayasa. Fungsi dan Peran Internasional Criminal Police Organization-Interpol dalam Ekstradisi . Jurnal Kertha Negara Vol. 04, No. 1, Februari 2016, hal. 5 [6] About Notices , diakses pada 23 Desember 2021, pukul 08.36 WIB internasional pidana" }
{ "from": "human", "value": "Dalam kasus pidana, saya sering melihat di televisi maupun di internet, ada namanya rekonstruksi. Apa itu rekonstruksi? Apa dasar hukumnya? Kemudian, yang menjadi pemeran rekonstruksi itu siapa, apakah tersangka asli atau pemeran pengganti? Apakah dalam setiap kasus pidana harus dilakukan rekonstruksi?" }
{ "from": "gpt", "value": ".css-sugdn{width:100%;margin-right:auto;margin-left:auto;}\nKLINIK TERKAITWajibkah Sidang Pidana Anak Tertutup untuk Umum?28 Apr 2023Perbedaan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata13 Apr 2023Bisakah Orang Tua Bertanggung Jawab Jika Anak Melakukan Tindak Pidana?05 Apr 2023Bisakah Orang Gila Jadi Saksi di Persidangan Pidana?07 Mar 2023\n\nTujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu tindak pidana.\n\nPada kasus tertentu, pihak kepolisian dapat menggunakan rekonstruksi sebagai petunjuk lain untuk memperkuat Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”). Menurut Black’s Law Dictionary, rekonstruksi dapat dimaknai sebagai proses membangun kembali atau mengorganisasikan kembali atas sesuatu.[1] Sementara, menurut B. N. Marbun rekonstruksi adalah pengembalian seperti semula, penyusunan (penggambaran) kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula.[2]\nDalam Lampiran SK Kapolri 1205/2000 (hal. 24) menyebutkan bahwa metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik:\n\ninterview;interogasi;konfrontasi;rekonstruksi.\n\nPemeriksaan sendiri merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau sanksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam BAP (hal. 23).\nAdapun, maksud diadakannya rekonstruksi adalah untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk lebih meyakinkan kepada pemeriksa tentang kebenaran keterangan tersangka atau saksi (hal. 249 – 250).\nSementara, dalam Pasal 24 ayat (3) Perkapolri 6/2019, disebutkan bahwa untuk menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik dapat melakukan rekonstruksi.\n\nProses rekonstruksi menurut Lampiran SK Kapolri 1205/2000 dapat dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP). Setiap peragaan perlu diambil foto-fotonya dan jalannya peragaan dituangkan dalam BAP. Kemudian, hasil rekonstruksi dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda dengan BAP (hal. 250).\nHaruskah Tersangka Ikut Proses Rekonstruksi Perkara Pidana?\n\nBerlakunya asas praduga tak bersalah dan Pasal 66 KUHAP dimana tersangka tidak memiliki kewajiban pembuktian, maka tersangka dapat menolak dan tidak dapat dipaksa untuk memberikan keterangan, termasuk ikut dalam proses rekonstruksi.\n\nPasal 66 KUHAP menyebutkan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian, sehingga penuntut umum atau penyidiklah yang berkewajiban mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan kesalahan tersangka. Hal ini dijelaskan oleh M. Yahya Harahap pada dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan (hal. 42)\n\nHal ini juga diatur dalam Pasal 52 KUHAP yang berbunyi:\n\nDalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.\n\nDengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, dalam proses rekonstruksi dapat dipakai pemeran pengganti yang ditunjuk untuk memerankan rekonstruksi.\nApakah Semua Perkara Pidana Perlu Rekonstruksi?\n\nRekonstruksi digunakan untuk kepentingan pengungkapan perkara pidana, agar tidak menimbulkan perspektif beragam dari sisi korban dan keluarganya, seperti dalam kasus pembunuhan, sehingga rekonstruksi perlu dilakukan untuk pencarian kebenaran materiel dan keadilan.\n\nNamun, tidak semua tindak pidana harus dilakukan rekonstruksi karena untuk meminimalisasi biaya agar lebih efisien.[3] Selain itu, rekonstruksi hanya digunakan untuk melengkapi bukti dalam penyidikan yang membutuhkan gambaran lengkap peristiwa secara visual.\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami tentang rekonstruksi perkara pidana, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/2647/node/629/uu-no-8-tahun-1981-hukum-acara-pidana?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHAP)\n2. [Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5da0317cf00d7?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perkapolri_6_2019?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perkapolri_6_2019)\n3. [Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt625e79f63e959/surat-keputusan-kapolri-nomor-skep-1205-ix-2000-tahun-2000/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=SK_kapolri_1205_2000)\nREFERENSI:\n1. Bryan A. Garner. Black’s Law Dictionary. ST. Paul Minn: West Group, 1999\n2. B. N. Marbun. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996\n3. Dedi Prasetyo. Aksara Presisi Membangun POLRI. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2021.\n\n[1] Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ST. Paul Minn: West Group, 1999, hal. 1278[2] B. N. Marbun, Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hlm. 469.[3] Dedi Prasetyo, Aksara Presisi Membangun POLRI, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2021, hal. 500." }
{ "from": "human", "value": "Saya masih awam dengan dunia pasar modal terutama apa itu reksa dana? Bentuk-bentuk atau jenis reksa dana dan karakteristiknya? Apakan reksa dana itu aman bagi masyarakat untuk berinventasi? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih banyak atas pertanyaan Anda. KLINIK TERKAIT Eksekusi Saham yang Digadaikan dalam Bursa 26 Jul 2023 Yang Harus Diperhatikan Jika Perusahaan Ingin Memberikan Corporate Guarantee 08 Mei 2023 Langkah Hukum Pemegang Saham Jika Laporan Keuangan Direkayasa 06 Nov 2012 Reksadana Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas 03 Jul 2012 Pengertian reksa dana menurut Pasal 1 angka 27 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UUPM”) adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan portofolio efek, dan manajer investasi? Portofolio efek adalah kumpulan efek yang dimiliki oleh orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi berupa surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek (lihat ketentuan Pasal 1 angka 5, angka 23, dan angka 24 UUPM ). Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Sedangkan, manajer investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 1 angka 11 UUPM ). Selain pihak-pihak yang telah disebutkan, reksa dana biasanya juga akan melibatkan kustodian, yaitu pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya ( Pasal 1 angka 8 UUPM ). Secara garis besar, mekanisme reksa dana dapat digambarkan dalam skema berikut ini: Reksa dana memiliki dua bentuk yaitu berbentuk Perseroan dan berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Selanjutnya kami akan jelaskan satu persatu. 1. Reksa Dana Perseroan Reksa dana perseroan dapat berbentuk perseroan terbuka atau perseroan tertutup ( Pasal 18 ayat [2] UUPM ). Pengaturan reksa dana perseroan selanjutnya diatur dalam Peraturan IV.A.3 Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-13/PM/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan (“Peraturan IV.A.3”) serta dalam Peraturan IV.A.4 – Keputusan Ketua Bapepam No. 14/PM/2002 tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan (“Peraturan IV.A.4”). Reksa dana perseroan biasanya berbentuk PT sehingga juga harus mengacu pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas . Dana yang disetorkan oleh investor kepada reksa dana perseroan terbagi dalam saham-saham. Oleh karena berbentuk PT maka karakteristik utama reksa dana perseroan adalah berbentuk badan hukum. Oleh karena itu tanggung jawab hukum ada pada PT itu sendiri melalui Direksi. Apabila investor ingin menarik dananya pada reksa dana perseroan tertutup, maka dapat menjual kembali sahamnya kepada Reksa Dana. Sedangkan untuk reksa dana perseroan terbuka, saham dapat dijual kembali melalui Bank Kustodian atau agen penjual yang ditunjuk oleh Manajer Investasi ( Peraturan IV.A.3. angka 17 ). 2. Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif Pengertian Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dapat ditemukan dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (1) huruf b UUPM . Kontrak investasi kolektif adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Unit Penyertaan di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif. Reksa Dana berbentuk kontrak investasi kolektif menghimpun dana dengan menerbitkan Unit Penyertaan kepada masyarakat pemodal dan selanjutnya dana tersebut diinvestasikan pada berbagai jenis Efek yang diperdagangkan di Pasar Modal dan di pasar uang. Berbeda dengan reksa dana perseroan, dana yang telah disetorkan oleh investor akan terbagi dalam unit-unit penyertaan yang memiliki nominal tertentu per lembarnya. Reksa Dana KIK selanjutnya diatur dalam Peraturan No. IV.B.1 - Keputusan Bapepam-LK No. KEP-552/BL/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (“Peraturan IV.B.1”) serta dalam Peraturan No. IV.B.2 - Keputusan Bapepam-LK No. KEP-553/BL/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (“Peraturan IV.B.2”). Apabila investor ingin menarik dana investasinya, maka ia dapat menjual kembali unit penyertaan kepada Agen Penjual Efek Reksa Dana yang ditunjuk oleh manajer investasi ( Peraturan IV.B.1 angka 2 ). Karakteristik utama reksa dana KIK adalah bukan merupakan suatu badan tetapi merupakan suatu hubungan kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang juga mengikat investor sebagai pemegang unit penyertaan. Oleh karena itu investor harus memiliki kepercayaan terhadap manajer investasi untuk mengelola dana. Mengenai apakah reksa dana aman bagi masyarakat untuk berinvestasi, pada prinsipnya apapun bentuk investasi pasti memiliki risikonya masing-masing termasuk reksa dana. Apabila Anda ingin berinvestasi melalui reksa dana, kami sarankan untuk mempelajarai terlebih dahulu secara teliti agar mempunyai informasi yang cukup sebelum mengambil keputusan. Salah satu keuntungan investasi reksa dana KIK adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif, dikecualikan dari kategori objek pajak penghasilan (lihat Pasal 4 ayat [3] huruf i UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan ). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 4. Peraturan IV.A.3 – Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-13/PM/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan 5. Peraturan IV.A.4 – Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor 14/PM/2002 tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan 6. Peraturan Nomor IV.B.1 - Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Nomor KEP-552/BL/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif 7. Peraturan Nomor IV.B.2 - Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Nomor KEP-553/BL/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman Kontrak Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif reksa dana" }
{ "from": "human", "value": "Apa itu SEMA? Bagaimana kedudukannya? Kemudian, masih soal SEMA, apakah Pasal 1238 KUH Perdata yang berisi mengenai pernyataan lalai masih berlaku setelah dikeluarkannya SEMA 3/1963?" }
{ "from": "gpt", "value": "Apa itu SEMA? SEMA adalah singkatan dari Surat Edaran Mahkamah Agung. Disarikan dari artikel Kekuatan Hukum Produk Hukum MA: PERMA, SEMA, Fatwa, dan SK KMA SEMA merupakan bentuk edaran pimpinan Mahkamah Agung ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administratif.\n\nDalam artikel tersebut, dijelaskan bahwa SEMA tergolong sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel). Mengutip Bagir Manan, peraturan kebijakan adalah peraturan yang dibuat, baik kewenangan maupun materi muatannya tidak berdasar pada peraturan perundang-undangan, delegasi atau mandat, melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari freies ermessen yang dilekatkan pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan hukum. Misalnya surat edaran, juklak, juknis.\n\nDisarikan dari artikel Ke Mana Bisa Melakukan Pengujian Peraturan Kebijakan? sebagai tindakan pemerintah, peraturan kebijakan menurut Fitriani Ahlan Sjarif adalah peraturan yang bersifat umum dan abstrak (mengatur banyak orang dengan norma yang luas), bersumber dari diskresi, bukan merupakan peraturan perundang-undangan, namun dilaksanakan untuk menjalankan undang-undang, dan mengatur internal organisasi.\n\nDengan demikian, pada hakikatnya SEMA bersifat internal, yakni ditujukan kepada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada semua unsur penyelenggara peradilan dalam melaksanakan tugasnya.[1]\n\nSelain itu, karena SEMA sebagai diskresi yang digolongkan sebagai peraturan kebijakan, maka substansinya harus sekedar bersifat membimbing, menuntun, memberi arahan kebijakan, dan mengatur pelaksanaan tugas yang lebih bersifat administrasi.[2]\n\nMeskipun terlihat mirip, namun peraturan kebijakan seperti SEMA bukanlah peraturan perundang-undangan. Secara definisi, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.[3]\n\nHal ini juga terlihat bahwa peraturan kebijakan tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana termaktub di dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 sebagai berikut:\n\nUUD 1945;Tap MPR;undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang;peraturan pemerintah;peraturan presiden;peraturan daerah provinsi; danperaturan daerah kabupaten/kota.\n\nLebih lanjut, diterangkan dalam Pasal 8 UU 12/2011 bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, DPRD provinsi, gubernur, DPRD kabupaten/kota, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.\n\nPeraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.\n\nBerdasarkan Pasal 7 dan 8 UU 12/2011 tersebut, terlihat bahwa surat edaran tidak termasuk ke dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Untuk memberikan gambaran kepada Anda, berikut kami uraikan perbedaan peraturan kebijakan dengan peraturan perundang-undangan:[4]\nPeraturan Kebijakan Peraturan Perundang-undanganBersumber hanya pada fungsi eksekutif negara dalam bidang penyelenggaraan kebijakan pemerintahan yang tidak terikat (vrijbeleid).Bersumber dari fungsi legislatif dan eksekutif negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan kebijakan pemerintahan terikat (gebonden beleid).Berasal dari wewenang diskresi.Wewenang berasal dari aturan tertulis di atasnya.Materi muatan peraturan kebijakan berhubungan dengan kewenangan membentuk keputusan-keputusan dalam arti beschikkingen, kewenangan bertindak dalam hukum privat, dan kewenangan membuat rencana-rencana.Mengatur tata kehidupan masyarakat yang jauh lebih mendasar, seperti perintah dan larangan berbuat atau tidak berbuat, jika perlu disertai ancaman pidana atau paksaan.\nBisakah SEMA Menyatakan Pasal dalam Undang-Undang Tidak Berlaku?\n\nUntuk menjawab pertanyaan Anda, mengenai ketentuan SEMA 3/1963 yang menganggap Pasal 1238 KUH Perdata tidak berlaku, maka perlu diketahui bahwa pencabutan atau menyatakan tidak berlakunya norma suatu undang-undang hanya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:\n\nMelalui peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.[5] Disarikan dari artikel Tata Cara Pencabutan Undang-Undang suatu undang-undang dapat dicabut oleh undang-undang atau dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang kedudukannya setara. Sementara, hierarki yang lebih tinggi dari undang-undang adalah Tap MPR dan UUD 1945. Namun, Tap MPR tidak dimungkinkan lagi untuk mencabut undang-undang karena Tap MPR yang berlaku saat ini adalah Tap MPR sementara dan Tap MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Tap MPR I/MPR/2003.\n\nMelalui putusan pengujian materiil atau judicial review suatu undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi. Pasal 9 ayat (1) UU 13/2022 berbunyi:\n\nDalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.\n\nTerhadap pengujian materiil suatu undang-undang, maka putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan pencabutan norma hukum dapat berupa menyatakan mengabulkan permohonan pemohon dan menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 dan menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[6]\n\nMenjawab pertanyaan Anda perihal terbitnya SEMA 3/1963, pendapat kami adalah SEMA tersebut tidak mempengaruhi keberlakuan Pasal 1238 KUH Perdata.\n\nMenurut hemat kami, SEMA 3/1963 pada dasarnya tidak memiliki kekuatan untuk mengubah atau membatalkan undang-undang dalam hal ini adalah KUH Perdata. Selain karena kedudukannya sebagai peraturan kebijakan dan bukan sebagai peraturan perundang-undangan yang setara atau lebih tinggi dari KUH Perdata, juga karena mekanisme perubahan atau pencabutan suatu undang-undang tidak dapat melalui SEMA.\n\nDengan demikian, Pasal 1238 KUH Perdata tetap berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban kami perihal apa itu SEMA dan kedudukannya sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.\nDasar Hukum:\n\nKetetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 Sampai dengan 2002;Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang.\n\nReferensi:\n\nFirdaus Arifin. Pengujian Peraturan Kebijakan dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Jurnal Litigasi Vol. 22 (1) April 2021;Meirina Fajarwati. Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 02 Juni 2017;F. Marbun. Hukum Administrasi Negara I. Cetakan kedua (revisi). Yogyakarta: FH UII Press, 2018.\n\n[1] Meirina Fajarwati. Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 02 Juni 2017, hal. 146\n\n[2] Meirina Fajarwati. Validitas Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana Ditinjau dari Perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14 No. 02 Juni 2017, hal. 156\n\n[3] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”)\n\n[4] Firdaus Arifin. Pengujian Peraturan Kebijakan dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Jurnal Litigasi Vol. 22 (1) April 2021, hal. 143 dan S.F. Marbun. Hukum Administrasi Negara I. Cetakan kedua (revisi). Yogyakarta: FH UII Press, 2018, hal. 257\n\n[5] Lampiran II Nomor 158 UU 12/2011\n\n[6] Pasal 51A ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi" }
{ "from": "human", "value": "Saya perempuan yang sudah bertunangan, dan sebentar lagi akan menikah. Sudah hampir 10 tahun ini, ada seseorang yang berusaha mendekati saya, sebut saja X, teman sekolah saya. Saya mulai merasa terganggu dengan pesan dan telepon dari X. Saya tidak pernah menjawabnya. Tapi, dia semakin menggila dan bahkan meneror nomor HP calon suami saya. Kami berdua bahkan sampai mengganti nomor HP. Namun X tetap berusaha menggunakan segala cara untuk menghubungi saya. Pesan-pesannya yang provokatif melalui media sosial dan e-mail sengaja saya save sebagai bukti. Saya sudah menegaskan, supaya jangan mengganggu. Saat saya pindah rumah, X bahkan mencari tahu rumah saya dan mendapat nomor telepon rumah saya. Beberapa kali dia menelepon rumah, marah-marah karena bukan saya yang mengangkat telepon. Saya merasa terintimidasi dan ketakutan jika X datang dan melakukan tindakan yang mengancam jiwa kami. Adakah tindakan hukum yang bisa saya lakukan? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Stalker itu artinya apa? Dikutip Cambridge Dictionary yang kemudian kami terjemahkan secara bebas, apa yang dimaksud dengan stalker? Stalker adalah seseorang yang secara ilegal mengikuti dan mengawasi seseorang yang lain, terutama wanita. Stalker dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penguntit sebagaimana Anda maksud.\n\nSepanjang penelusuran kami, tidak ada undang-undang secara khusus yang mengatur mengenai stalker atau penguntit ini.\nKemudian, setelah mengetahui apa itu stalker, perlu Anda ketahui, apa yang dilakukan stalker? Obsesi adalah dasar dari perilaku stalking, di mana stalker (penguntit) akan melakukan observasi dan juga berkontak dengan korban dengan tujuan untuk memenuhi keinginannya untuk memiliki kedekatan dengan korban. Para stalker mengikuti korban sampai ke tempat mereka beraktivitas dan tempat tinggal.[1]\n\nCiri-ciri stalker adalah mereka tertarik terhadap informasi-informasi personal dari korbannya seperti nomor telepon, email, ukuran pakaian, nama lengkap, dan lain-lain yang cenderung bersifat privasi. Stalker juga berusaha mencari informasi tentang jati diri korban melalui internet, arsip personal, atau media lain yang mengandung informasi korban, bahkan ada yang sampai mendekati orang-orang terdekat korban untuk memperoleh hal tersebut tanpa izin.[2]\nJerat Hukum Stalker yang Meneror Terus-Menerus\n\nSelanjutnya kami akan membahas mengenai apakah stalking melanggar hukum? Namun sebelumnya Anda tidak menjelaskan pesan-pesan provokatif atau ancaman seperti apa yang stalker lakukan beserta motifnya. Sebab, sebenarnya hukum positif Indonesia mengatur beberapa pasal terkait pengancaman yang diatur dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan serta UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[3] yakni pada tahun 2026 sebagai berikut.\nKUHPUU 1/2023Pasal 335 ayat (1) angka 1 jo.Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta,[4] barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.Pasal 448 ayat (1) huruf a Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta,[5] setiap orang yang:a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atauPasal 368 ayat (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.Pasal 482 ayat (1)Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk:a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; ataub. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.\n\nSelain itu, perbuatan stalker yang melakukan pengancaman bahkan pemerasan juga dilarang dalam Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 dengan bunyi sebagai berikut:\n\nSetiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:\n\nmemberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; ataumemberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.\n\nAdapun yang dimaksud dengan “ancaman kekerasan” adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.[6]\n\nKemudian jika ancaman itu mengandung kekerasan atau menakut-nakuti juga dilarang dalam Pasal 29 UU 1/2024 yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti.\n\nMenyambung kronologi yang Anda ceritakan, stalker meneror melalui instant messenger, email, dan juga telepon, oleh karenanya kami berpendapat, stalker tersebut berpotensi dijerat menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE dan perubahannya.\n\nUntuk mengetahui apakah stalker tersebut bisa dijerat Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024, Anda bisa membaca pedoman penerapan pasalnya dalam artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Cyberstalking.\n\nApabila stalker tersebut tak memenuhi unsur-unsur pasal tersebut, menurut hemat kami, ia bisa dijerat menggunakan Pasal 29 UU 1/2024 dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.[7]\n\nJadi, apabila Anda telah mencoba berbagai upaya untuk menyampaikan secara baik-baik kepada stalker agar tidak mengganggu lagi, namun ia masih terus mengganggu kehidupan Anda, lalu apakah stalker bisa dilaporkan ke polisi? Singkatnya bisa, sebagaimana yang telah kami terangkan, Anda dapat melaporkan stalker tersebut ke polisi atas dugaan tindak pidana di atas. Bagaimana prosedur yang harus ditempuh? Anda bisa mengikuti petunjuknya di Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Kitab Undang-Undang Hukum Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/nprt/38/wetboek-van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP)\n2. [Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik](Data Kepolisian /pusatdata/detail/27912/undangundang-nomor-11-tahun-2008?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_11_2008)\n3. [Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt584a7363785c8?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_19_2016)\n4. [Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt65961ed500cf3/undang-undang-nomor-1-tahun-2024/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_1_2024)\n5. [Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63b3943c53853/undang-undang-nomor-1-tahun-2023?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_1_2023_KUHP_baru)\n6. [Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4f4df95a89a5f/peraturan-mahkamah-agung-nomor-2-tahun-2012?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perma_2_2012)\nPUTUSAN\n\nPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013.\n\nREFERENSI:\n1. Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang). Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol. 3 No. 2, 2019\n2. Cambridge Dictionary, yang diakses pada 21 Mei 2024, pukul 10.00 WIB.\n\n[1] Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang). Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol. 3 No. 2, 2019, hal. 14\n\n[2] Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang). Jurnal Bimbingan dan Konseling, Vol. 3 No. 2, 2019, hal. 14\n\n[3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)\n\n[4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP\n\n[5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023\n\n[6] Penjelasan Pasal 27B ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”)\n\n[7] Pasal 45B UU 1/2024" }
{ "from": "human", "value": "Anak saya belajar mengaji dan masih berumur 11 tahun tapi pengajarnya sering melakukan kekerasan dalam mendidiknya dengan cara menarik telinganya dan memutarnya sehingga mengakibatkan daun telinga mengeluarkan darah lebam membiru. Apa langkah hukum yang harus saya tempuh sehingga tidak ada korban berikutnya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Bapak Sutrisno yang saya hormati, KLINIK TERKAIT Anak Dianiaya Tetangga, Apa Langkah Hukumnya? 24 Jul 2024 Memberikan ASI Eksklusif Termasuk Contoh Hak Asasi Manusia Anak? 17 Okt 2023 Sistem Peradilan Pidana Anak serta Pendekatan Restoratif dan Diversi 31 Mar 2023 Bisakah Orang Gila Jadi Saksi di Persidangan Pidana? 07 Mar 2023 Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang anak dalam menjalankan hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan - termasuk di dalamnya hak mendapatkan pengajaran tanpa adanya kekerasan dan diskriminasi - dilindungi oleh undang-undang yaitu dalam hal ini UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ( “ UU P erlindungan A nak” ). Anak dalam pengertian UU P erlindungan A nak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan ( Pasal 1 angka 2 UU P erlindungan A nak ). Oleh karena usia anak Bapak 11 tahun, maka anak bapak tersebut termasuk anak yang mendapatkan perlindungan UU P erlindungan A nak . Berkaitan dengan pertanyaan Bapak yang didasarkan pada kronologis yang disampaikan, maka perbuatan “si Pengajar” tersebut telah termasuk ke dalam perbuatan pelanggaran terhadap hak anak dan bahkan patut diduga sebagai sebuah tindak pidana. Langkah hukum yang dapat ditempuh antara lain dapat mendatangi dan melaporkan peristiwa tersebut kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang alamat dan kontaknya bisa dilihat di situsnya: www.kpai.go.id atau dapat juga melaporkan peristiwa ini kepada kantor kepolisian di wilayah Bapak berada. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Namun demikian, kami menyarankan Bapak terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan “si Pengajar” dan Kepala Sekolah tempat anak Bapak mengaji sebelum mengambil tindakan hukum. Apabila mungkin permasalahan tersebut bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah kekeluargaan. Di samping itu diharapkan bisa mencegah terjadinya kembali perbuatan tersebut baik kepada anak Bapak, maupun kepada anak-anak yang lain. Demikian semoga bermanfaat . Dasa r hukum : Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ." }
{ "from": "human", "value": "Kemarin baru saja dikeluarkan putusan MK tentang sengketa pilpres 2024. Saya dengar putusan MK bersifat final dan mengikat. Apa yang dimaksud keputusan MK bersifat final dan mengikat? Lalu putusan yang seperti apa bisa dikatakan final and binding?" }
{ "from": "gpt", "value": "Menjawab pertanyaan Anda, apa yang dimaksud keputusan MK bersifat final dan mengikat? Perlu kami luruskan, yang tepat adalah putusan MK bersifat final dan mengikat atau yang juga sering disebut dengan final and binding. Apa artinya final and binding?\nPasal 10 ayat (1) UU MK mengatur kewenangan MK untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:\n\nmenguji undang-undang terhadap UUD 1945;memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;memutus pembubaran partai politik; danmemutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.\n\nAdapun sifat putusan MK final and binding artinya putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).[1] Jadi, final and binding artinya adalah tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut.\nSementara itu, disarikan dari Menguji Sifat ‘Final dan Mengikat’ dengan Hukum Progresif, sifat mengikat bermakna putusan MK tidak hanya berlaku bagi para pihak tetapi bagi seluruh masyarakat Indonesia.\n\nLebih lanjut, Malik dalam jurnal berjudul Telaah Makna Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi yang Final dan Mengikatmenerangkan frase final dan frase mengikat saling terkait sama seperti dua sisi mata uang artinya akhir dari suatu proses pemeriksaan, telah memiliki kekuatan mengeratkan atau menyatukan semua kehendak dan tidak dapat dibantah lagi (hal. 81-82).\n\nTatkala putusan tersebut diucapkan dalam sidang pleno, maka ketika itu lahir kekuatan mengikat (verbindende kracht). Putusan MK yang final dan mengikat tidak dapat dilepaskan dengan asas erga omnes yang diartikan dengan mengikat secara umum dan juga mengikat terhadap objek sengketa (hal. 82).\nAkibat Hukum dari Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat\n\nMasih bersumber dari jurnal yang sama, akibat hukum dari putusan MK yang final dan mengikat dalam makna positif adalah sebagai berikut (hal. 91-92):\n\nMendorong terjadinya proses politik\n\nPutusan MK bersifat final dan mengikat dapat mendorong terjadinya proses politik menyangkut:\n\nAmendemen atau mengubah undang-undang atau membuat undang-undang baru, akibat hukum dari putusan MK yang memutuskan tentang sebuah undang-undang dianggap bertentangan dengan UUD;Proses politik akan terjadi akibat dari putusan MK tentang hasil pemilihan umum;Putusan MK yang menyatakan adanya pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 akibat dari adanya putusan MK.\n\nAkibat hukum dari putusan tersebut adalah mendorong terjadinya proses politik di MPR untuk memberhentikan atau menolak memberhentikan presiden atau wakil presiden yang dinyatakan bersalah oleh putusan MK tersebut. Oleh karena itu, putusan MK dapat meniadakan satu keadaan hukum atau menciptakan hak dan kewajiban tertentu.\n\nMengakhiri sebuah sengketa hukum\n\nKetentuan Pasal 10 ayat (1) huruf b, c, dan dUU MK menentukan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.\n\nSedangkan akibat hukum dalam makna negatif adalah sebagai berikut (hal. 92-95):\n\nMembatalkan sebuah keputusan politik dan/atau sebuah undang-undang hasil produk politik\n\nPutusan MK bersifat final dan mengikat dapat membatalkan sebuah produk undang-undang yang dibuat oleh kekuasaan legislatif (DPR) bersama dengan kekuasaan eksekutif (pemerintah).\n\nTerguncang rasa keadilan pihak-pihak yang tidak puas terhadap putusan-putusan MK yang final dan mengikat\n\nPutusan MK bersifat final and binding tidak memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang merasakan putusan tersebut mengandung nilai-nilai ketidakadilan dan tidak puas terhadap putusan tersebut untuk menempuh jalur hukum lain.\n\nDalam perspektif ke depan dapat membawa pembusukan hukum dari dalam hukum itu sendiri\n\nPembusukan hukum terkait dengan lemahnya penegakan hukum. Apabila tidak dilaksanakan karena tidak mempunyai kekuatan memaksa (eksekutorial) sehingga putusan tersebut hanyalah putusan di atas kertas (law in book).\nTatkala penegakan hukum terhadap putusan MK justru dapat menurunkan kewibawaan hukum lembaga tersebut serta dapat membuat masyarakat menjadi kacau balau (chaos), merupakan normless society dalam kenyataan (in het werkelijkheid).\nSifat Final dan Mengikat Pada Putusan Arbitrase\n\nDi samping itu, sifat putusan final dan mengikat ini dapat juga kita temukan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang diatur dalam UU 30/1999.\n\nPutusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Artinya, putusan arbitrase merupakan putusan final dan dengan demikian tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali.[2]\n\nHal ini dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai penyelesaian sengketa melalui arbitrase menjadi berlarut-larut. Berbeda dengan proses pengadilan negeri di mana terhadap putusannya para pihak masih dapat mengajukan banding dan kasasi, maka dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak terbuka upaya hukum banding, kasasi maupun peninjauan kembali.[3]\nSifat Final dan Mengikat Pada Putusan BPSK\n\nTak hanya putusan MK yang mempunyai sifat final dan mengikat, apakah putusan BPSK mengikat? Benar, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”) juga bersifat final dan mengikat.\n\nUntuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis dan putusan majelis ini final dan mengikat. Yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah bahwa dalam badan BPSK tidak ada upaya banding dan kasasi.[4]\n\nNamun terhadap putusan BPSK dapat diajukan upaya hukum keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.[5]\n\nPelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu tersebut dianggap menerima putusan BPSK.[6]\n\nDemikian jawaban dari kami tentang arti putusan bersifat final dan mengikat sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4ca2eb6dd2834/undang-undang-dasar-1945?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UUD_1945)\n2. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen](Data Kepolisian /pusatdata/detail/447/undangundang-nomor-8-tahun-1999/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_8_1999)\n3. [Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa](Data Kepolisian /pusatdata/detail/815/undangundang-nomor-30-tahun-1999-/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_30_1999)\n4. [Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/13664/nprt/538/undangundang-nomor-24-tahun-2003?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_24_2003)\n5. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4e3118f0c4f79/nprt/lt51ee17b11ad42/undangundang-nomor-8-tahun-2011?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_8_2011)\n6. [Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt52e63b5c46dc0/nprt/lt51ee17b11ad42/undang-undang-nomor-4-tahun-2014?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_4_2014)\n7. [Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5f76abc40155f?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_7_2020)\nREFERENSI:\n1. Malik. Telaah Makna Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi yang Final dan Mengikat. Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No. 1, April 2009.\n\n[1] Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi\n\n[2] Pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”)\n\n[3] Penjelasan Umum UU 30/1999\n\n[4] Pasal 54 ayat (1) dan (3) serta penjelasannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”)\n\n[5] Pasal 56 ayat (2) UU 8/1999\n\n[6] Pasal 56 ayat (3) UU 8/1999" }
{ "from": "human", "value": "Apakah RUU Jaminan Produk Halal sudah disahkan? Jika belum disahkan apa yang menyebabkan RUU ini tersendat sehingga prosesnya begitu lama, kalau tidak salah sejak tahun 2008 hingga kini? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Sampai saat ini RUU Jaminan Produk Halal masih belum disahkan dan masih terus dibahas oleh DPR. Alasan kenapa RUU Jaminan Produk Halal masih belum juga disahkan, menurut artikel RUU JPH Akan diajukan Ke Pleno Baleg yang kami akses di situs dpr.go.id , adalah karena ada satu hal krusial yang belum disepakati oleh anggota DPR. Hal yang dimaksud yaitu mengenai masalah kelembagaan yang berwenang untuk melakukan sertifikasi, registrasi, dan labelisasi produk halal agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan. Masalah kelembagaan ini juga menjadi perdebatan alot saat pembahasan RUU ini pada DPR periode lalu. Dalam artikel tersebut juga dijelaskan sebagai berikut: KLINIK TERKAIT Pasal Santet dalam KUHP Baru dan Pembuktiannya 19 Des 2023 Tugas dan Wewenang MPR 20 Jun 2023 Ini 2 Perbedaan Legislative Review dan Judicial Review 15 Mar 2023 Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Pengelolaannya 29 Mar 2022 RUU tentang Jaminan Produk Halal ini merupakan usul inisiatif DPR RI dimana pengusulnya Komisi VIII DPR RI. RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2011. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas RUU tentang JPH sudah melalui proses yang panjang, karena sebelumnya DPR periode yang lalu juga telah membahas RUU ini, namun belum berhasil sampai pada Pengambilan Keputusan. Sebagai informasi tambahan mengenai kelembagaan ini, sebagaimana diberitakan artikel hukumonline Pemerintah Tetap Andalkan MUI pada awalnya a da tiga alternatif kelembagaan yang direkomendasikan DPR: 1. Lembaga Jaminan Produk Halal (“LPJH”) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan mempunyai perwakilan di daerah. 2. LPJH bersifat tetap dan independen serta tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintah lainnya, namun memiliki perwakilan di provinsi, kabupaten/kota, dan 3. LPJH merupakan unit kerja dari Kementerian Agama. Namun, berdasarkan Laporan Singkat Rapat Panja Harmonisasi RUU Tentang Jaminan Produk Halal tertanggal 21 September 2011, Rapat Panitia Kerja (Panja) harmonisasi RUU tentang Jaminan Produk Halal menyepakati bentuk kelembagaan Badan Nasional Penjamin Produk Halal (BNP2H) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Menurut informasi dari laman parlemen.net , RUU JPH telah masuk ke dalam Daftar Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun Anggaran 2012 Berdasarkan Persetujuan di Rapat Paripurna pada 16 Desember 2011. Sekian jawaban dari kami, semoga membantu." }
{ "from": "human", "value": "Apa perbedaan antara Alat Bukti dengan Barang Bukti?" }
{ "from": "gpt", "value": "A. Alat Bukti KLINIK TERKAIT Apa Perbedaan Benda Sitaan dengan Barang Bukti? 27 Mar 2024 Jenis-jenis Hukuman Pidana dalam KUHP 24 Jan 2023 Keabsahan Faksimile Sebagai Alat Bukti 13 Des 2018 Prosedur Peminjaman Barang Bukti Tindak Pidana 04 Okt 2011 Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk , hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian ( Martiman Prodjohamidjojo , Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti , hal. 19). Hal ini berarti bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas B. Barang Bukti Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam P asal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu: a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan, Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam P asal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti ( Ratna Nurul Afiah , Barang Bukti Dalam Proses Pidana , hal. 14). Selain itu di dalam Hetterziene in Landcsh Regerment (”HIR”) juga terdapat perihal barang bukti. Dalam P asal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat atau pun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan P asal 42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu di- beslag di antaranya: a. Barang-barang yang menjadi sasaran tindak pidana ( corpora delicti ) b. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana ( corpora delicti ) c. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana ( instrumenta delicti ) d. Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk memberatkan atau meringankan kesalahan terdakwa ( corpora delicti ) Selain dari pengertian-pengertian yang disebutkan oleh kitab undang-undang di atas, pengertian mengenai barang bukti juga dikemukakan dengan doktrin oleh beberapa Sarjana Hukum. Prof. Andi Hamzah mengatakan, barang bukti dalam perkara pidana adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan (objek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan (alat yang dipakai untuk melakukan delik), termasuk juga barang yang merupakan hasil dari suatu delik ( Andi Hamzah , Hukum Acara Pidana Indonesia , hal. 254). Ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti : a. Merupakan objek materiil b. Berbicara untuk diri sendiri c. Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya d. Harus diidentifikasi dengan keterangan saksi dan keterangan terdakwa Menurut Martiman Prodjohamidjojo , barang bukti atau corpus delicti adalah barang bukti kejahatan. Dalam P asal 181 KUHAP majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenali barang bukti terebut. Jika dianggap perlu, hakim sidang memperlihatkan barang bukti tersebut. Ansori Hasibuan berpendapat barang bukti ialah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan. Jadi, dari pendapat beberapa Sarjana Hukum di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan barang bukti adalah : a. Barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana b. Barang yang dipergunakan untuk membantu melakukan suatu tindak pidana c. Benda yang menjadi tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana d. Benda yang dihasilkan dari suatu tindak pidana e. Benda tersebut dapat memberikan suatu keterangan bagi penyelidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun berupa rekaman suara f. Barang bukti yang merupakan penunjang alat bukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam suatu perkara pidana. Tetapi kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu perkara pidana, karena ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti, seperti tindak pidana penghinaan secara lisan ( Pasal 310 ayat [1] KUHP ) ( Ratna Nurul Afiah , Barang Bukti , hal.19). Bila kita bandingkan dengan sistem Common Law seperti di Amerika Serikat, alat-alat bukti tersebut sangat berbeda. Dalam Criminal Procedure Law Amerika Serikat, yang disebut forms of evidence atau alat bukti adalah: real evidence, documentary evidence, testimonial evidence dan judicial notice (Andi Hamzah). Dalam sistem Common Law ini, real evidence (barang bukti) merupakan alat bukti yang paling bernilai. Padahal real evidence atau barang bukti ini tidak termasuk alat bukti menurut hukum acara pidana kita. Bila memperhatikan keterangan di atas, tidak terlihat adanya hubungan antara barang bukti dengan alat bukti. Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa untuk menentukan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah; dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan adalah sebagai berikut: 1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat [1] KUHAP); 2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang ditangani; 3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan JPU. DASAR HUKUM: 1. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB), (S. 1848 No. 16, S.1941 No. 44) 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana" }
{ "from": "human", "value": "Apa ada perbedaan antara barang bukti dengan benda sitaan dalam perkara pidana?" }
{ "from": "gpt", "value": "Untuk menjelaskan apa itu benda sitaan, kami akan menjelaskan terlebih dahulu tentang apa itu penyitaan. Menurut Pasal 1 angka 16 KUHAP penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.\n\nSelanjutnya, menurut Pasal 1 angka 4 PP 58/2010, benda sitaan adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan.\n\nTerkait dengan benda sitaan, Pasal 39 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa yang dapat dikenakan penyitaan adalah:\n\nbenda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.\n\nKemudian, dalam Pasal 39 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (1) KUHAP di atas.\n\nLalu, dimana benda sitaan disimpan? Benda sitaan menurut KUHAP disimpan di rumah benda sitaan negara.[1] Jika belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, maka penyimpanan benda sitaan tersebut dilakukan di kantor kepolisian, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.[2]\n\nNamun, jika benda sitaan terdiri atas benda yang lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau biaya penyimpanan terlalu tinggi, maka dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat dilakukan tindakan sebagai berikut:[3]\n\njika perkara masih di tangan penyidik atau penuntut umum, benda dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;jika perkara sudah di pengadilan, maka benda dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkara dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.\n\nDalam hal benda sitaan bersifat terlarang atau dilarang diedarkan, maka akan dirampas untuk digunakan bagi kepentingan negara atau dimusnahkan.[4]\nBarang Bukti\n\nPengertian barang bukti diatur di dalam Pasal 1 angka 5 Perkapolri 10/2010 yang berbunyi sebagai berikut:\n\nBarang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.\n\nBarang bukti juga diatur dalam KUHAP sebagai berikut:\n\nDalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.[5]Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai barang bukti.[6]\n\nBarang bukti dapat digolongkan berdasarkan benda bergerak dan tidak bergerak.[7] Benda bergerak adalah benda yang dapat dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain, yang digolongkan berdasarkan sifatnya antara lain mudah meledak, mudah menguap, mudah rusak, dan mudah terbakar.[8] Sedangkan berdasarkan wujudnya, benda bergerak antara lain benda padat, cair, dan gas.[9]\n\nAdapun barang bukti berupa benda tidak bergerak merupakan benda selain yang digolongkan sebagai benda bergerak antara lain:[10]\n\ntanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya;kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon berbatang tinggi selama kayu-kayuan itu belum dipotong;kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; danpesawat terbang.\n\nPatut Anda perhatikan bahwa dalam konsideran Menimbang Perkapolri 10/2010 huruf a disebutkan bahwa barang bukti merupakan benda sitaan yang perlu dikelola dengan tertib dalam rangka mendukung proses penyidikan tindak pidana.\n\nJadi, dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya benda-benda yang menjadi objek penyitaan adalah merupakan barang-barang bukti. Sehingga, menurut pendapat kami tidak ada perbedaan antara barang bukti dan benda sitaan, selain dari pada tahapan prosesnya sehingga suatu benda/barang dapat disebut barang bukti atau benda sitaan. Yang mana benda sitaan dilakukan melalui proses penyitaan, kemudian benda sitaan tersebut digunakan sebagai barang bukti dalam proses peradilan.\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/2647/node/629/uu-no-8-tahun-1981-hukum-acara-pidana?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHAP)\n2. [Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/2854/peraturan-pemerintah-nomor-27-tahun-1983/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=pp_27_1983)\n3. [Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4c6e323cc8dab?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=pp_58_2010)\n4. [Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5672586e72654?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=pp_92_2015)\n5. [Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4c62600ab1b17/peraturan-kapolri-nomor-10-tahun-2010#?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=Perkapolri_10_2010)\n6. [Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5bd6ba9da9a3a?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perkapolri_8_2014)\n[1] Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)[2] Penjelasan Pasal 44 ayat (1) KUHAP[3] Pasal 45 ayat (1) KUHAP[4] Pasal 45 ayat (4) KUHAP[5] Pasal 40 KUHAP[6] Penjelasan Pasal 46 ayat (1) KUHAP[7] Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 10/2010”)[8] Pasal 5 ayat (1) dan (2) Perkapolri 10/2010[9] Pasal 5 ayat (3) Perkapolri 10/2010[10] Pasal 6 Perkapolri 10/2010" }
{ "from": "human", "value": "Apa perbedaan DPD dan DPRD? Mohon jelaskan." }
{ "from": "gpt", "value": "Berdasarkan UUD 1945, Dewan Perwakilan Daerah atau DPD adalah bagian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) sebagaimana dijelaskan oleh Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:" }
{ "from": "human", "value": "1. Peraturan apa yang dapat dijadikan acuan apabila ingin mendirikan suatu perkumpulan atau perhimpunan? 2. Apakah ada perbedaan antara perkumpulan dengan perhimpunan? Jika ada, apa membedakan? 3. Apakah ada undang-undang dan/atau peraturan pemerintah yang mengatur mengenai Perkumpulan/Perhimpunan? Jika ada peraturan nomor berapa? 4. Apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat telah ada peraturan pelaksananya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Jawaban untuk pertanyaan no. 1 s.d. 3 adalah sebagai berikut: KLINIK TERKAIT Prosedur Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan 14 Mar 2019 Apakah Badan Hukum Dapat Dipidana? 29 Des 2011 Prosedur Mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat 16 Mei 2011 Bagaimana Membentuk Perhimpunan Pemilik Kios? 26 Okt 2010 Menurut buku “ Badan Hukum ” karangan Chidir Ali (hal. 119), kata perkumpulan atau perhimpunan ini berasal dari kata ‘ vereniging ’ yang merupakan bahasa Belanda. Dalam perkumpulan atau perhimpunan ini beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dalam bidang non-ekonomis (tidak mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerja sama yang bentuk dan caranya diletakkan dalam apa yang dinamakan “anggaran dasar” atau “ reglemen ” atau ” statuten ”. Dalam Bahasa Indonesia kata perkumpulan sering juga disebut dengan banyak nama, diantaranya: perkumpulan, perhimpunan, perikatan, ikatan, persatuan, kesatuan, serikat dan lain-lain. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Jadi, dapat kita simpulkan bahwa, kecuali penyebutan namanya, sebenarnya tidak ada perbedaan antara perkumpulan dengan perhimpunan. Mengenai dasar hukum untuk mendirikan suatu perkumpulan atau perhimpunan, dijelaskan artikel Bagaimana Membentuk Perhimpunan Pemilik Kios? bahwa perkumpulan ini sendiri ada dua macam. Kedua macam perkumpulan tersebut memiliki dasar pengaturan yang berbeda, yaitu: a. Perkumpulan biasa (tidak berbadan hukum) yang merupakan organisasi massa dan tidak berbadan hukum, tunduk pada UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (“UU Ormas”) . Perkumpulan ini pendiriannya cukup dengan akta notaris saja, dan kemudian didaftarkan ke Kementerian Dalam Negeri. b. Perkumpulan yang berbadan hukum, perkumpulan seperti ini didirikan dengan akta notaris, dan kemudian disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Dasar hukum untuk pendiriannya, sebagaimana dijelaskan artikel Prosedur Pendirian Perkumpulan Berbadan Hukum , dapat merujuk pada: i) Staatsblad No. 1870 No. 64 , ii) Staatsblad 1939 No. 570 mengenai Perkumpulan Indonesia ( Inlandsche Vereniging ) (\"Stb. 1939-570\") yang pada awalnya hanya berlaku untuk daerah Jawa Madura saja. Kemudian, berdasarkan Staatsblad 1942 No. 13 jo No. 14 (\"Stb. 1942-13 jo 14\") ketentuan Staatsblad 1939 No. 570 diberlakukan untuk seluruh wilayah Indonesia. Jadi, dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa dasar pengaturan mengenai perkumpulan atau perhimpunan ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Jawaban untuk pertanyaan no. 4 adalah sebagai berikut: Mengenai peraturan pelaksana UU Ormas , saat ini sudah ada peraturan pelaksananya, yaitu PP No. 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan . Sekian jawaban dari kami, semoga membantu. DASAR HUKUM: 1. Staatsblad 1939 No. 570 mengenai Perkumpulan Indonesia ( Inlandsche Vereniging ). 2. Staatsblad No. 1870 No. 64 (Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum). 3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan 4. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan" }
{ "from": "human", "value": "Apakah penemuan strategi atau metode yang profitable untuk trading atau perdagangan mata uang asing secara online dapat dipatenkan? Bagaimana cara mengurus hak paten tersebut?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Konsep Dasar Paten Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (“UU Paten”) berbunyi: Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. [1] Sedangkan, inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan invensi. [2] Pelindungan paten meliputi paten dan paten sederhana. [3] Paten diberikan untuk invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. [4] Sedangkan, paten sederhana diberikan untuk setiap invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri. [5] Invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. [6] Untuk menentukan suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal permohonan itu diajukan dengan hak prioritas. [7] Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: [8] dalam hal paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten; dalam hal paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya. Baca juga: C ara Mengajukan Permohonan Paten Apakah Strategi Trading dapat Diberi Paten? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada perlunya kita meninjau ketentuan Pasal 4 UU Paten yang menguraikan hal-hal yang tidak dapat disebut sebagai invensi . Pasal tersebut selengkapnya berbunyi: Invensi tidak mencakup: kreasi estetika; skema; aturan dan metode untuk melakukan kegiatan : yang melibatkan kegiatan mental; permainan; dan bisnis . aturan dan metode yang hanya berisi program komputer; presentasi mengenai suatu informasi; dan temuan (discovery) berupa: penggunaan baru untuk produk yang sudah ada dan/atau dikenal; dan/atau bentuk baru dari senyawa yang sudah ada yang tidak menghasilkan peningkatan khasiat bermakna dan terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah diketahui dari senyawa. Menurut hemat kami, strategi trading mata uang asing dapat dikategorikan sebagai aturan dan metode untuk melakukan kegiatan bisnis yang tidak dapat dikategorikan sebagai invensi. Maka dari itu, strategi trading mata uang asing tidak dapat diberi paten . Mendapatkan Keuntungan Ekonomi dengan Hak Rahasia Dagang Apabila Anda tetap ingin menjaga hak ekonomi Anda atas strategi trading tersebut, menurut hemat kami, Anda dapat menjadikan strategi tersebut sebagai rahasia dagang perusahaan Anda sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (“UU Rahasia Dagang”). Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. [9] Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum. [10] Pasal 3 UU Rahasia Dagang menerangkan bahwa: Rahasia Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat. Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi. Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut Pemilik rahasia dagang memiliki hak untuk: [11] menggunakan sendiri rahasia dagang yang dimilikinya; memberikan lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang atau mengungkapkan rahasia dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat komersial. Selain itu, pemegang hak rahasia dagang berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 UU Rahasia Dagang, kecuali jika diperjanjikan lain. [12] Perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“Dirjen KI”) dengan dikenai biaya sebagaimana diatur dalam UU Rahasia Dagang. Perjanjian lisensi rahasia dagang yang tidak dicatatkan pada Dirjen KI tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. Perjanjian lisensi diumumkan dalam berita resmi rahasia dagang. [13] Oleh karena nomenklatur yang digunakan adalah “perjanjian” lisensi, maka, menurut hemat kami, perbuatan tersebut diatur dalam Buku III tentang Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) . Maka dari itu, ketika akan membuat perjanjian lisensi, Anda wajib memerhatikan ketentuan dalam KUH Perdata. Pemegang hak rahasia dagang atau penerima lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan dalam Pasal 4 UU Rahasia Dagang, berupa gugatan ganti rugi; dan/atau penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 UU Rahasia Dagang. [14] Gugatan sebagaimana dimaksud dapat diajukan pada pengadilan negeri. [15] Pendaftaran Rahasia Dagang Dalam UU Rahasia Dagang, memang tidak dijelaskan mengenai kewajiban maupun mekanisme pendaftaran rahasia dagang , namun yang harus didaftarkan adalah justru perjanjian lisensi dan pengalihan rahasia dagang . Hak rahasia dagang dapat beralih atau dialihkan dengan: [16] pewarisan; hibah; wasiat; perjanjian tertulis; atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan Segala bentuk pengalihan hak rahasia dagang wajib dicatatkan pada Dirjen KI dengan membayar biaya sebagaimana diatur dalam UU Rahasia Dagang. [17] Pencatatan pengalihan hak dan pencatatan perjanjian lisensi rahasia dagang dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah. [18] Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam buku Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual Dilengkapi Dengan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Hak Kekayaan Intelektual menjelaskan bahwa untuk mendapat perlindungan, rahasia dagang tidak perlu diajukan pendaftaran , karena UU Rahasia Dagang secara langsung melindungi rahasia dagang tersebut apabila informasi tersebut bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana dimaksud (hal. 56). Yang dimaksud upaya sebagaimana dimaksud adalah langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan, misalnya dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat lain dan/atau dituangkan dalam ketentuan internal (hal. 56). Berdasarkan penelusuran kami, tidak ada mekanisme secara tertulis terkait tata cara pendaftaran rahasia dagang. Dalam laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM , juga tidak tersedia informasi mengenai pendaftaran rahasia dagang. Maka dari itu, jika Anda ingin mendaftarkan rahasia dagang Anda, saran kami adalah untuk langsung mendatangi kantor Dirjen KI. Jika Anda tidak mendaftarkannya pun, rahasia dagang Anda masih mendapat perlindungan melalui UU Rahasia Dagang. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik Hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten Referensi : Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM , diakses pada 25 Oktober 2019, pukul 13.58. [1] Pasal 1 angka 2 UU Paten [2] Pasal 1 angka 3 UU Paten [3] Pasal 2 UU Paten [4] Pasal 3 ayat (1) UU Paten [5] Pasal 3 ayat (2) UU Paten [6] Pasal 7 ayat (1) UU Paten [7] Pasal 7 ayat (2) UU Paten [8] Pasal 19 ayat (1) UU Paten [9] Pasal 1 angka 1 UU Rahasia Dagang [10] Pasal 2 UU Rahasia Dagang [11] Pasal 4 UU Rahasia Dagang [12] Pasal 6 UU Rahasia Dagang [13] Pasal 8 UU Rahasia Dagang [14] Pasal 11 ayat (1) UU Rahasia Dagang [15] Pasal 11 ayat (2) UU Rahasia Dagang [16] Pasal 5 ayat (1) UU Rahasia Dagang [17] Pasal 5 ayat (3) UU Rahasia Dagang [18] Pasal 10 ayat (1) UU Rahasia Dagang hukumonline hak paten rahasia dagang perdagangan kekayaan intelektual" }
{ "from": "human", "value": "Akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan isu mengenai salah satu menteri yang didesak untuk mundur dari jabatannya. Secara hukum, apa saja alasan yang dapat dibenarkan untuk pemberhentian menteri? Lalu, siapa yang berhak memberhentikan menteri?" }
{ "from": "gpt", "value": "Perlu Anda ketahui pada Pasal 4 UUD 1945, menegaskan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintah menurut undang-undang dasar dan dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden. Selain itu, dalam menjalankan kekuasaannya presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.[1]\n\n.css-sugdn{width:100%;margin-right:auto;margin-left:auto;}\nKLINIK TERKAITPeraturan Menteri dan Peraturan Gubernur, Mana yang Lebih Tinggi?13 Mei 2022Syarat Menjadi Menteri yang Wajib Dipenuhi24 Mar 2022Bolehkah Kepala Daerah Merangkap Jabatan Sebagai Menteri?29 Des 2020Status Menteri yang Diangkat dari Partai Lawan Presiden dalam Pemilu23 Okt 2019\n\nMenteri negara atau biasa disebut dengan menteri adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.[2] Adapun, yang dimaksud dengan kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.[3] Dengan demikian, setiap menteri membidangi urusan tertentu dan pemerintahan.[4]\n\nAdapun, status menteri adalah pejabat negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]\nLebih lanjut, menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden.[6] Kewenangan presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri merupakan satu-satunya hak prerogatif presiden yang dilakukan sendiri tanpa meminta persetujuan atau pertimbangan dari lembaga lain.[7]\n\nHak prerogatif sendiri dapat diartikan sebagai kekuasaan mutlak presiden yang tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain atau lembaga negara manapun.[8]\nSeseorang yang akan diangkat sebagai menteri harus memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Pasal 22 ayat (2) UU 39/2008, meliputi:\n\nwarga negara Indonesia;bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;sehat jasmani dan rohani;memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dantidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali orang yang dipidana penjara karena alasan politik dan telah mendapatkan rehabilitasi.[9]\n\nSelain itu, patut diperhatikan bahwa seorang menteri dalam menjalankan jabatannya dilarang untuk merangkap jabatan sebagai:[10]\n\npejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; ataupimpinan organisasi yang dibiayai dari anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.\nApa Saja Alasan Menteri Dapat Diberhentikan?\n\nMenjawab pertanyaan Anda mengenai alasan pemberhentian menteri, dapat Anda temukan dalam Pasal 24 UU 39/2008. Pertama, menteri berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia atau berakhir masa jabatan.[11]\n\nKedua, presiden memberhentikan menteri dari jabatannya karena:[12]\n\nmengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 bulan secara berturut-turut;dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih;melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana diatur di dalam Pasal 23 UU 39/2008; ataualasan lain yang ditetapkan oleh presiden.\n\nSelain itu presiden juga dapat memberhentikan sementara menteri yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.[13]\n\nDari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa alasan-alasan pemberhentian menteri dapat Anda temukan pada Pasal 24 UU 39/2008. Mengenai pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif dari seorang presiden berdasarkan undang-undang. Hak prerogatif presiden untuk mengangkat dan memberhentikan menteri dilakukan tanpa meminta persetujuan atau pertimbngan dari lembaga lain.\n\nBaca juga: Hak Prerogatif Presiden: Pengertian dan Contohnya\n\nDemikian Jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4ca2eb6dd2834/undang-undang-dasar-1945?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UUD_1945)\n2. [Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara](Data Kepolisian /pusatdata/detail/28527/undangundang-nomor-39-tahun-2008/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_39_2008)\nREFERENSI:\n1. Kaharudin, et.al. Hak Prerogatif Presiden Dalam Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945. Jurnal Media Hukum, Vol.23, No. 2, 2016\n2. Mahesa Rannie. Hak Prerogatif Presiden di Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945. Jurnal Simbur Cahaya, Vol. 27, No.2, 2020.\n\n[1] Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”)\n\n[2] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (“UU 39/2008”)\n\n[3] Pasal 1 angka 1 UU 39/2008\n\n[4] Pasal 17 ayat (3) UUD 1945\n\n[5] Penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU 39/2008\n\n[6] Pasal 17 ayat (2) UUD 1945\n\n[7] H. Kaharudin, et. al. Hak Prerogatif Presiden Dalam Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945. Jurnal Media Hukum, Vol.23, No. 2, 2016, hal.144.\n\n[8] Mahesa Rannie, Hak Prerogatif Presiden di Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945. Jurnal Simbur Cahaya, Vol. 27, No.2, 2020, hal. 100-101\n\n[9] Penjelasan Pasal 22 ayat (2) huruf f UU 39/2008\n\n[10] Pasal 23 UU 39/2008\n\n[11] Pasal 24 ayat (1) UU 39/2008\n\n[12] Pasal 24 ayat (2) UU 39/2008\n\n[13] Pasal 24 ayat (3) UU 39/2008" }
{ "from": "human", "value": "Saya mau tanya perihal penyitaan aset/harta milik terpidana korupsi. Aset yang saya maksud ini atas nama istrinya dan perolehan aset/harta pada tahun 2015 pada saat sudah menikah. Sedangkan kasus yang menimpa suaminya muncul di tahun 2019. Adakah kemungkinan hakim menyita aset tersebut yang atas nama istrinya dan tidak ada hubungan dengan tindak pidananya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Harta kekayaan atau barang yang dapat disita menurut Pasal 39 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut:\n\nBenda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.\n\nAdapun menurut Bahder Johan Nasution, harta benda selain dari hasil tindak pidana korupsi yang dapat dirampas adalah harta benda seseorang atau suatu badan yang dengan sengaja tidak diterangkan olehnya atau oleh pengurusnya, harta yang tidak jelas siapa pemiliknya dan harta benda seseorang yang kekayaannya setelah diselidiki dianggap tidak seimbang dengan penghasilan mata pencahariannya.[1]\n\nSetelah dilakukan perampasan, lantas kemana uang sitaan korupsi? Perlu diketahui bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi, dikenal juga dengan istilah pengembalian aset atau asset recovery yang bertujuan untuk membekukan atau mengembalikan aset yang di dapat dari hasil kegiatan tindak kejahatan atau melawan hukum.\n\nAdapun perampasan aset harus berdasarkan putusan pengadilan yang tertuang dalam amar putusan dengan penetapan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah atau senilai yang dinikmati oleh terpidana. Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 UU Tipikor, dalam jangka waktu 1 bulan sejak putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka aset atau harta kekayaan dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti guna pengembalian aset dalam kerugian negara.\n\nSebagai contoh dalam praktik kasus korupsi Jiwasraya dalam kurun waktu 10 tahun sejak 2008-2018, aset koruptor disita oleh jaksa sebesar Rp18,4 triliun. Sedangkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jumlah kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun.\n\nJumlah harta yang disita lebih besar dari jumlah kerugian negara dengan tujuan agar aset atau harta yang disita tersebut nantinya akan dimintakan ke pengadilan untuk dirampas negara dan dikembalikan ke Jiwasraya untuk membayar ganti kerugian dan pengembalian uang nasabah Jiwasraya.\n\nBerdasarkan permasalahan yang Anda sampaikan, aset atau harta kekayaan yang dimiliki atas nama istri selama perkawinan sejak tahun 2015 sampai tahun 2019, atau sebelum terjadinya tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh suami, maka aset tersebut tidak dapat dirampas untuk negara.\n\nHal ini juga ditegaskan di dalam Pasal 19 ayat (1) UU Tipikor bahwa pengadilan tidak dapat menjatuhkan putusan perampasan barang yang bukan milik terdakwa korupsi jika hak pihak ketiga yang beriktikad baik akan dirugikan.\n\nAkan tetapi jika aset tersebut didapat setelah tahun 2019 sebagai hasil dari tindak pidana korupsi dan tidak dapat dibuktikan sebaliknya serta setelah diselidiki dianggap tidak seimbang dengan penghasilan mata pencaharian, maka jaksa berdasarkan perintah hakim dalam putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dapat melakukan perampasan aset sebagai bentuk pengembalian terhadap kerugian negara yang timbul akibat dari tindak pidana korupsi.\n\nBaca juga: Penjatuhan Pidana Denda bagi Koruptor\n\nDemikian jawaban dari kami tentang perampasan aset korupsi, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17229/node/686?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHPerdata)\n2. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/2647/node/629?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHAP)\n3. [Undang-Undang Nomor Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/1371/node/38/uu-no-31-tahun-1999-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_31_1999)\n4. [Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups](Data Kepolisian /pusatdata/detail/339?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_20_2001)\n5. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4ce0f32e34bd9/undangundang-nomor-8-tahun-2010/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_8_2010)\nREFERENSI:\n1. Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju, 2008.\n\n[1] Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008, hlm.104." }
{ "from": "human", "value": "Apa itu due diligence, secara khusus pada saat melakukan merger atau akusisi? Apa saja tindakan yang termasuk due diligence?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. KLINIK TERKAIT Prinsip Know Your Customer Guna Penelusuran Transaksi Nasabah 15 Des 2020 Prosedur Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Infrastruktur Migas 16 Nov 2020 Wajibkah Penyewa Gerai di Mal Punya UKL-UPL Sendiri? 10 Agt 2020 Corporate Social Responsibility dalam Bentuk Pemberian Beasiswa 01 Agt 2017 Due Diligence Menurut Rio Christiawan dalam bukunya Uji Tuntas Hukum Legal Due Diligence menjelaskan proses uji tuntas hukum ( legal due diligence ) diartikan sebagai suatu kegiatan untuk menilai risiko hukum yang mungkin timbul terkait transaksi yang akan dilakukan oleh para pihak (hal. 1). Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Proses uji tuntas sendiri tidak hanya mencakup proses uji tuntas hukum, namun juga bisa mencakup uji tuntas mengenai hal-hal lain yang ingin dinilai seperti keuangan ( financial due diligence ) dan pajak ( tax due diligence ). Yang Diperiksa dalam Due Diligence Uji tuntas hukum merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan oleh perusahaan pada saat merger atau akuisisi. Adapun aspek-aspek yang harus diperiksa adalah: Pemeriksaan akta , yang mencakup riwayat kepemilikan perusahaan, struktur dan jumlah kepemilikan perusahaan, kondisi perusahaan, serta hak dan kewajiban perusahaan. Pemeriksaan perizinan , yang mencakup perizinan usaha dan teknis. Pemeriksaan aset , yang mencakup kepemilikan aset berwujud maupun tidak berwujud serta hak dan kewajiban yang melekat pada aset tersebut. Pemeriksaan bebas perkara , yang mencakup pemeriksaan perkara di Pengadilan Umum, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Niaga, maupun di instansi terkait lainnya. Segala temuan yang diperoleh dari proses pemeriksaan tersebut akan dituangkan dalam suatu laporan uji tuntas yang juga mengulas risiko-risiko hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, laporan uji tuntas juga memberikan rekomendasi atas hal-hal yang sebaiknya dilakukan atas risiko-risiko hukum tersebut. Prinsip-prinsip Melakukan Legal Due Diligence Setidaknya merujuk Yuk, Kenali Tahapan Melakukan Legal Due Diligence dan Legal Opinion , dijelaskan prinsip dalam melakukan Legal Due Diligence yaitu pertama, professional berarti konsultan hukum memang mempunyai keahlian, kehati-hatian, integritas serta kepastian hukum (hal. 2). Kedua, disclosure yaitu adanya asas keterbukaan serta materialitas. Ketiga, prinsip independensi yang sering kali \"ditawar\" pada saat melakukan Legal Due Diligence pada perusahaan perseroan terbuka (tbk) (hal. 2). Secara umum Legal Due Diligence menurut standar Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (“HKHPM”) yaitu kegiatan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum yang dilakukan konsultan hukum terhadap suatu perusahaan atau obyek transaksi sesuai dengan tujuan transaksi untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi (hal. 1). Sebagai tambahan informasi, Pasal 17 ayat (1) huruf f Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 66/POJK.04/2017 tentang Konsultan Hukum yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal menyebutkan: Konsultan Hukum yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan wajib: melakukan uji tuntas hukum dan memberikan pendapat hukum sesuai dengan standar profesi HKHPM atau standar uji tuntas hukum dan standar pendapat hukum lainnya yang lazim berlaku, sepanjang tidak diatur dalam standar profesi yang disusun oleh HKHPM; dan Masih bersumber dari laman yang sama, meskipun tidak ada kata-kata advokat, tapi karena ada kata-kata konsultan hukum dan HKHPM, di mana standar menjadi anggota HKHPM harus advokat, maka dalam hal ini, advokat yang melakukan Legal Due Diligence . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 66/POJK.04/2017 tentang Konsultan Hukum yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal . REFERENSI:\n1. Rio Christiawan. Uji Tuntas Hukum Legal Due Diligence . Jakarta: Sinar Grafika, 2020. konsultan hukum ldd legal due diligence merger advokat profesi hukum hukum due diligence perusahaan pengacara akuisisi" }
{ "from": "human", "value": "Saya ingin bertanya, apa definisi dari lembaga penegak hukum? Adakah teori atau peraturan perundang-undangan yang menyebutkan definisi tersebut? Sebutkan lembaga penegak hukum di Indonesia. Lantas, haruskah lembaga penegak hukum diatur melalui undang-undang? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Sebelum membahas tentang peran lembaga penegak hukum, kami akan membahas terlebih dahulu definisi dari lembaga penegak hukum.\nSepanjang penelusuran kami, definisi lembaga penegak hukum tidak dapat kami temui dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Meski definisi lembaga penegak hukum tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, istilah penegak hukum dapat ditemukan dalam UU Advokat.\n\nPasal 5 ayat (1) UU Advokat menerangkan bahwa advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.\nUntuk memperjelas, yang dimaksud dengan “advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.[1]\n\nMerujuk kepada KBBI, lembaga berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Lembaga juga berarti pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan. Sedangkan penegak hukum diartikan sebagai petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.\n\nBerdasarkan arti tersebut, maka lembaga penegak hukum di Indonesia dapat didefinisikan sebagai organisasi dari petugas-petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan.\n\nLantas, apa itu peradilan? Pengertian peradilan yang dimuat di laman Pengadilan Agama Pulang Pisau adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.\nLembaga Penegak Hukum di Indonesia Menurut Undang-Undang\n\nSelain frasa “penegak hukum” seperti dalam UU Advokat, terdapat pula istilah lain yang masih memiliki hubungan dengan istilah “penegak hukum”. Lembaga penegak hukum dan tugasnya dapat ditemui, antara lain dalam peraturan-peraturan berikut ini.\n\nPasal 2 UU 2/2002 menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.Pasal 22 angka 41 UU 4/2023 yang mengubah Pasal 101 ayat (1) dan ayat (6) UU 8/1995, menyatakan bahwa penyidikan atas tindak pidana di bidang pasar modal hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”). Namun dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan tersebut OJK dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.Pasal 2 UU MK menerangkan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.Pasal 1 angka 2 PP 16/2018 menerangkan bahwa Polisi Pamong Praja (“Pol PP”) adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta perlindungan masyarakat.\n\nSelain yang disebutkan di atas, contoh lembaga penegak hukum antara lain Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.\n\nLembaga-lembaga tersebut dapat dikatakan sebagai penegak hukum karena memiliki tugas dan wewenang lembaga penegak hukum yang berkaitan dengan proses peradilan, juga menangkap, memeriksa, mengawasi, atau menjalankan perintah undang-undang di bidangnya masing-masing.\n\nDalam artian luas, masih ada beberapa lembaga lain yang memiliki peran sebagai lembaga hukum dan memiliki kewenangan untuk mengatur, mengawasi dan melaksanakan perintah peraturan, seperti Kementerian Keuangan melalui Pejabat Bea dan Cukai[2] dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).[3]\n\nDengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, meski dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak disebutkan definisi dari lembaga penegak hukum maupun penegak hukum, tetapi dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa aparat dan lembaga yang dapat dikategorikan sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia.\nPembentukan Lembaga Penegak Hukum\n\nMengenai apakah lembaga penegak hukum harus diatur melalui undang-undang, dalam Pasal 10 UU 12/2011 diterangkan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang berisi:\n\npengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang;pengesahan perjanjian internasional tertentu;tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/ataupemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.\n\nKeharusan suatu lembaga penegak hukum untuk diatur dengan undang-undang memang tidak secara jelas disebutkan. Namun, dari alasan-alasan yang disebutkan, alasan “pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat” sangat relevan menjadi dasar dibentuknya suatu lembaga penegak hukum melalui undang-undang.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4ca2eb6dd2834/undang-undang-dasar-1945?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UUD_1945)\n2. [Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17227/undangundang-nomor-10-tahun-1995?utm_source=&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_10_1995)\n3. [Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/26069/undangundang-nomor-17-tahun-2006?r=0&p=1&q=uu%2017%202006&rs=1847&re=2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_17_2006)\n4. [Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat](Data Kepolisian /pusatdata/detail/104/undangundang-nomor-5-tahun-1999?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_5_1999)\n5. [Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat](Data Kepolisian /pusatdata/detail/13147/node/303/uu-no-18-tahun-2003-advokat?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_18_2003)\n6. [Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17437/undangundang-nomor-2-tahun-2002/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_2_2002)\n7. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal](Data Kepolisian /pusatdata/detail/12421/undangundang-nomor-8-tahun-1995?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_8_1995)\n8. [Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4eddf04dc6fba/undangundang-nomor-21-tahun-2011?r=1&p=1&q=UU%20Otoritas%20jasa%20keuangan&rs=1847&re=2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_21_2011_ojk)\n9. [Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/13664/undangundang-nomor-24-tahun-2003/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_24_2003)\n10. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4e3118f0c4f79/nprt/lt51ee17b11ad42/undangundang-nomor-8-tahun-2011?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_8_2011)\n11. [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5261084cb2a6e?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perppu_1_2013)\n12. [Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5f76abc40155f?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_7_2020)\n13. [Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4e573e59d0487/undangundang-nomor-12-tahun-2011/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_12_2011)\n14. [Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5da039a94937f?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_15_2019)\n15. [Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt62b01b9e7e96e/undang-undang-nomor-13-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_13_2022)\n16. [Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63c23d76b51e4?utm_source=&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_4_2023)\n17. [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63b23fc23cfe4/peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-nomor-2-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perppu_2_2022)\n18. [Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5afe8603b3c60?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=pp_16_2018)\nREFERENSI:\n1. Lembaga, diakses pada 16 Maret 2023, pukul 08.22 WIB\n2. Penegak hukum, diakses pada 16 Maret 2023, pukul 08.24 WIB\n3. Pengadilan Agama Pulang Pisau, diakses pada 16 Maret 2023, pukul 08.30 WIB.\n\n[1] Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat[2] Pasal 74 sampai 92 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan perubahannya[3] Pasal 35 sampai 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat" }
{ "from": "human", "value": "Hal-hal apa sajakah yang dapat disepakati dengan Keputusan sirkuler? Apakah seluruh kewenangan RUPS dapat digantikan dengan keputusan sirkuler saja?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan anda. Pertama-tama perlu saya sampaikan bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”), Rapat Umum Pemegang Saham atau biasa disingkat menjadi RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UU Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar Perseroan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan anda, kita perlu untuk melihat dasar hukum dari pengambilan Keputusan Sirkuler oleh Para Pemegang Saham yang diatur dalam Pasal 91 UUPerseroan Terbatas dan penjelasannya, sebagai berikut: KLINIK TERKAIT Wajibkah Membuat Berita Acara RUPS? 10 Okt 2023 RUPS Tahunan Terlambat Diselenggarakan, Adakah Sanksinya? 04 Okt 2023 Kapan Perubahan Direksi Efektif Berlaku? 07 Okt 2013 Kedudukan Akta Risalah RUPS yang Dilakukan Melalui Telekonferensi 16 Apr 2013 Pasal 91 UU Perseroan Terbatas: “Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan .” Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Penjelasan Pasal 91 UU Perseroan Terbatas: Yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan di luar RUPS” dalam praktik dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham. Yang dimaksud dengan “keputusan yang mengikat” adalah keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS. Berdasarkan kutipan dari Pasal 91 UU Perseroan Terbatas dan penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan para pemegang saham dengan cara mengedarkan usulan kepada para pemegang saham (di luar RUPS) untuk disetujui atau dikenal dengan nama circular resolution adalah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Keputusan RUPS, tentunya dengan syarat utama yaitu seluruh pemegang saham harus menyetujui dan menandatangani circular resolution secara bulat tanpa terkecuali. Dengan kata lain, hal-hal yang dapat diputuskan oleh RUPS juga dapat diputuskan oleh para pemegang saham melalui circular resolution dengan tetap berpedoman pada persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud diatas. Dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas, terbitan Sinar Grafika Edisi 2011, pada hal 341, M. Yahya Harahap menyatakan bahwa mekanisme pengambilan keputusan diluar RUPS secara fisik dapat dilakukan dengan: 1. Mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham, dan 2. Usul tersebut, disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham Persetujuan dari seluruh pemegang saham, merupakan syarat mutlak keabsahan keputusan di luar RUPS. Tidak boleh satu pemegang saham pun yang tidak setuju. Jika terjadi hal yang seperti itu, mengakibatkan circular resolution tersebut tidak sah. Sebagai tambahan referensi untuk anda, saya mengutip pandangan dari Ridwan Khairandy dalam bukunya Perseroan Terbatas (Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi) terbitan Kreasi Total Media (2009), yang menyatakan: “ RUPS dengan cara circular resolution atau circular letter bukan merupakan RUPS tersendiri seperti RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. Ini hanya merupakan cara untuk melaksanakan RUPS. Cara ini hanya dapat diterapkan baik untuk pelaksanaan RUPS Tahunan atau RUPS Luar Biasa.” Demikian yang dapat saya jelaskan. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk anda. DASAR HUKUM: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Referensi: 1. M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas , Sinar Grafika , Edisi 2011 . 2. Ridwan Khairandy , Perseroan Terbatas (Doktrin, Peraturan Perundang- Undangan dan Yurisprudensi) , Kreasi Total Media , 2009 . perseroan terbatas hukum hukumonline rups" }
{ "from": "human", "value": "Saya ingin menanyakan tata cara membuat jawaban suatu gugatan, apa saja yang dimasukkan di dalam eksepsi dan apa saja yang dimasukkan di dalam pokok perkara? Mohon penjelasannya. Terima kasih atas bantuan dan jawabannya." }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Beda Replik dan Duplik dalam Hukum Acara Pidana dan Perdata 05 Apr 2024 Bisakah Melaporkan Istri karena Isi Gugatan Cerai Tak Sesuai Fakta? 11 Okt 2023 Seluk Beluk Pencabutan Gugatan Perkara Perdata 27 Mei 2015 Gugatan Waris dari Anak Ahli Waris 04 Nov 2014 Intisari: Eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara di dalam konteks hukum acara memiliki makna yang sama yaitu sebuah tangkisan atau bantahan ( objection ). Namun di dalam eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima ( inadmissible ) . Bantahan dalam pokok perkara adalah bantahan yang dilakukan oleh Tergugat yang menyinggung mengenai pokok perkara atau pembuktian mengenai benar atau tidaknya dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam surat gugatannya. Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Pada dasarnya jawaban bukanlah suatu kewajiban yang harus diberikan oleh Tergugat di dalam persidangan. Melainkan adalah hak Tergugat untuk membantah dalil-dalil yang Penggugat sampaikan di surat gugatannya. Jawaban terhadap surat gugatan dibuat dengan tertulis, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 121 ayat (2) Herzien Inlandsch Reglement (“ HIR”) yang berbunyi: “ketika memanggil yang digugat, maka sejalan dengan itu hendak diserahkan juga sehelai salinan surat tuntutan, dengan memberitahukan kepadanya bahwa ia kalau mau boleh menjawab tuntutan itu dengan surat ”. Biasanya jawaban diberikan oleh Tergugat kepada Majelis Hakim dan Penggugat pada sidang pertama setelah gagalnya proses mediasi yang difasilitasi oleh pengadilan. Namun apabila Tergugat belum siap, maka Majelis Hakim akan memberikan kesempatan lagi pada sidang berikutnya untuk menyertakan jawaban tersebut. Isi dari jawaban tersebut tidak hanya berisi bantahan terhadap pokok perkara, namun Tergugat juga boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi pengakuan ( confession ), terhadap sebagian atau seluruh dalil gugatan Penggugat . [1] Selain itu, jawaban yang disampaikan oleh Tergugat dapat sekaligus memuat eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara. Jika jawaban sudah memuat eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara, Tergugat harus menjawab secara sistematis agar lebih mudah dibaca dan dipahami oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut. Cara yang dianggap sesuai dengan tuntutan teknis peradilan, dalam hal jawaban sekaligus berisi eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara, yaitu: [2] a. Mendahulukan eksepsi pada bagian depan. Dalam jawaban dibuat suatu judul “ Dalam Eksepsi ” yang ditempatkan pada bagian depan mendahului uraian bantahan pokok perkara. b. Menyusul kemudian, uraian bantahan pokok perkara dengan judul “ Dalam Pokok Perkara”. c. Bagian terakhir, berupa kesimpulan yang berisi pernyataan singkat eksepsi dan bantahan pokok perkara. Eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara di dalam konteks hukum acara memiliki makna yang sama yaitu sebuah tangkisan atau bantahan ( objection ). Namun di dalam eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima ( inadmissible ) . [3] Untuk lebih memudahkan, eksepsi sendiri dibagi menjadi tiga jenis yaitu, Eksepsi Prosesual, Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi dan Eksepsi Hukum Materil. Eksepsi Prosesual adalah jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan. Apabila gugatan yang diajukan mengandung cacat formil maka gugatan yang diajukan tidak sah, dengan demikian harus dinyatakan tidak dapat diterima ( niet onvantkelijke verklaard ) . [4] Contohnya adalah eksepsi kewenangan absolut dan eksepsi kewenangan relatif. Eksepsi kewenangan absolut adalah bantahan Tergugat mengenai Penggugat dinilai salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan . Ini berkaitan dengan pembagian lingkungan peradilan dan peradilan khusus. Misalnya dalam kasus mengenai sengketa pembagian warisan orang yang beragama Islam yang diajukan ke pengadilan negeri (peradilan umum) . Tergugat mengajukan eksepsi bahwa pengadilan negeri tidak berwenang mengadili perkara warisan bagi yang beragama Islam sebab itu berada dalam yurisdiksi pengadilan agama. Eksepsi kewenangan absolut dapat diajukan kapanpun selama proses pemeriksaan dimulai sampai dengan sebelum putusan dijatuhkan pada tingkat pertama (PN), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 HIR yang berbunyi: “ Jika perselisihan itu adalah suatu perkara yang tidak masuk kuasa pengadilan negeri, maka pada sebarang waktu dalam pemeriksaan perkara itu, boleh diminta supaya hakim mengaku dirinya tidak berkuasa dan hakim itupun wajib pula mengaku karena jabatannya bahwa ia tidak berkuasa ”. Sedangkan eksepsi kewenangan relatif adalah bantahan Tergugat yang menyatakan Penggugat salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. Tetapi yang berwenang adalah pengadilan lain dalam lingkungan pengadilan yang sama, misalnya Tergugat dalam hal ini berdomisli di Jakarta Selatan, namun gugatan diajukan di Pengadilan Jakarta Pusat, yang seharusnya gugatan tersebut diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berbeda dengan eksepsi kewenangan absolut, eksepsi kewenangan relatif hanya dapat diajukan di sidang pertama dan bersamaan dengan saat mengajukan jawaban pertama terhadap materi pokok perkara [5] , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 HIR yang berbunyi: “ Jika orang yang digugat dipanggil menghadap pengadilan negeri, sedang menurut peraturan pada Pasal 118 ia tidak usah menghadap pengadilan negeri itu, maka bolehlah ia meminta hakim supaya menerangkan bahwa hakim tidak berkuasa, asal saja permintaan itu dimasukan dengan segera pada permulaan persidangan pertama ; permintaan itu tidak akan diperhatikan lagi jika orang yang digugat telah melahirkan suatu perlawanan lain”. Selanjutnya, Eksepsi Prosesual di Luar Eksepsi Kompetensi [6] terdiri dari beberapa bentuk yaitu Eksepsi Surat Kuasa Khusus tidak sah, Eksepsi Error in Persona , Eksepsi Ne Bis In Idem , dan Eksepsi Obscuur Libel : 1. Eksepsi Surat Kuasa Khusus tidak sah adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal surat kuasa bersifat umum; surat kuasa dibuat orang yang tidak berwenang atau surat kuasa yang diajukan oleh kuasa Penggugat tidak sah karena tidak memenuhi syarat formil yang diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 1 Tahun 1971 jo. SEMA No. 6 Tahun 1994, yaitu: [7] a. Tidak menyatakan secara spesifik kehendak untuk berperkara di PN tertentu sesuai dengan kompetensi relatif; b. Tidak menjelaskan identitas para pihak yang berperkara; c. Tidak menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok perkara dan objek yang diperkarakan; serta d. Tidak mencantumkan tanggal serta tanda tangan pemberi kuasa. 2. Eksepsi error in persona adalah eksepsi yang dilakukan oleh Tergugat dalam hal Penggugat tidak memiliki kapasitas atau hak untuk mengajukan perkara tersebut, atau pihak yang digugat adalah tidak memiliki urusan dengan perkara tersebut, atau pihak yang digugat tidak lengkap. [8] 3. Eksepsi ne bis in idem adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal perkara yang digugat oleh Penggugat sudah pernah diajukan dan sudah dijatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dan yang terakhir adalah 4. Eksepsi Obscuur Libel , yaitu eksepsi yang diajukan oleh Tergugat dalam hal gugatan Penggugat tidak terang atau isinya tidak jelas, contohnya tidak jelas dasar hukumnya, tidak jelas obyek sengketanya, petitum tidak rinci dijabarkan dan permasalahan antara posita wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Dan yang terakhir adalah Eksepsi Hukum Materil . Eksepsi hukum materil dibagi dalam 2 jenis, yaitu exceptio dilatoria dan exceptio peremptoria : 1. Exceptio dilatoria yaitu eksepsi yang dilakukan oleh Tergugat dalam hal gugatan penggugat belum dapat diterima untuk diperiksa sengketanya di pengadilan, karena masih prematur, dalam arti gugatan yang diajukan masih terlampau dini. Contohnya belum sampai batas waktu untuk menggugat karena telah dibuat penundaan pembayaran oleh kreditur atau berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur . [9] 2. Exceptio peremptoria adalah eksepsi yang diajukan oleh Tergugat kepada Penggugat yang dapat menyingkirkan gugatan karena masalah yang digugat tidak dapat diperkarakan . [10] Contohnya perkara yang diajukan sudah lewat waktu atau daluarsa untuk digugat ( exceptio temporis ), perjanjian yang dilakukan mengandung unsur penipuan ( exceptio doli mali ), perjanjian yang dilakukan mengandung unsur paksaan atau dwang ( exceptio metus ), si penggugat sendiri tidak melakukan prestasinya ( exceptio non adimpleti contractus ) dan sengketa yang digugat sedang proses pemeriksaan juga di pengadilan dengan nomor perkara yang berbeda ( exceptio litis pendentis ). Telah dijelaskan secara rinci bahwa banyak sekali hal-hal yang dapat diajukan eksepsi, yaitu hal-hal yang hanya menyinggung soal formalitas gugatan dan sama sekali tidak menyinggung mengenai pokok perkara. Bantahan Pokok Perkara Lalu, setelah eksepsi, Tergugat dapat menyusun bantahan dalam pokok perkara. Bantahan dalam pokok perkara adalah bantahan yang dilakukan oleh Tergugat yang menyinggung mengenai pokok perkara atau pembuktian mengenai benar atau tidaknya dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam surat gugatannya. Di dalam hukum acara tidak secara detail dijelaskan apa saja yang dapat dibantah dalam pokok perkara tersebut. Namun bantahan dalam pokok perkara ini dapat ditinjau dari tiga klasifikasi, yaitu pengakuan ( bekentenis ), membantah dalil gugatan dan tidak memberi pengakuan maupun bantahan. Pengakuan ( bekentenis ) adalah sebuah pernyataan yang dikatakan Tergugat dalam jawabannya bahwa Tergugat mengakui benar adanya dalil yang diajukan oleh Penggugat dalam surat gugatannya. Pengakuan tersebut merupakan alat bukti yang sempurna ( volledig ). Nilai kekuatan pembuktian yang demikian ditegaskan kembali dalam Pasal 174 HIR , yang berbunyi: “ Pengakuan yang diucapkan di hadapan hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang yang mengaku itu, baik pengakuan itu diucapkannya sendiri maupun dengan pertolongan orang lain yang istimewa dikuasakan untuk melakukan itu” Selanjutnya adalah membantah dalil gugatan atau dapat disebut bantahan terhadap pokok perkara ( verweer ten principale ). Tergugat dapat melumpuhkan dalil gugatan dengan cara pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang dibenarkan dalam undang-undang. Atau Tergugat dapat menampik dan mengingkari kejadian yang didalilkan berdasarkan alasan rasional dan objektif . [11] Dan yang terakhir adalah Tergugat tidak memberi pengakuan maupun bantahan. Jawaban hanya berisi pernyataan, menyerahkan sepenuhnya kebenaran gugatan kepada hakim ( referte aan het oordel des rechters ) . [12] Demikian penjelasan mengenai cara-cara mengajukan jawaban dan materi yang dapat dimasuk k an dalam eksepsi dan pokok perkara, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Herzien Inlandsch Reglement ; 2. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1971 Perihal Surat Kuasa Khusus; 3. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus. REFERENSI:\n1. 1. M. Yahya Harahap , Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan , Jakarta: Sinar Grafika, 2013. 2. Soepomo , Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri , Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita , 1993 . [1] Harahap, M.Yahya , Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan , 2013 , Sinar Grafika: Jakarta , h alaman 464. [2] Ibid , halaman 467. [3] Ibid , halaman 418. [4] Ibid , halaman 432. [5] Ibid , halaman 422. [6] Ibid , halaman 436. [7] Ibid , halaman 437. [8] Ibid , halaman 438-439. [9] Ibid , halaman 457. [10] Ibid , halaman 458. [11] Ibid, halaman 465-466. [12] Soepomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. 1993. Pradnya Paramita:Jakarta. Halaman 48. hukumonline gugatan eksepsi hukum klinik klinik hukumonline" }
{ "from": "human", "value": "Saya sedang merancang situs website untuk memasang iklan online di internet. Rencananya akan saya bisniskan dengan dikelola sendiri, tetapi kalau sudah tidak mampu saya akan mempekerjakan tenaga yang digaji. Untuk tahap awal meng-online-kan situs tersebut di internet sebenarnya biayanya murah, tidak sampai 1 juta setahun. Saya sudah punya NPWP karena pekerjaan saya PNS. Namun untuk kekayaan atas nama saya sendiri tidak sampai 50 juta. Hal ini karena rumah masih milik orang tua, kendaraan yang saya gunakan surat kepemilikan milik saudara saya karena memang dulu miliknya. Kira-kira izin usaha apa yang bisa saya gunakan? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bimo Prasetio, S.H. & Chris Januardi, S.H. dan pernah dipublikasikan pada Senin, 24 Pebruari 2014. KLINIK TERKAIT Berbisnis Toko Kelontong, Perlukah Izin Usaha? 05 Jul 2023 Aturan Perpanjangan SIUP 26 Apr 2013 Ketentuan Modal Disetor Dalam Pembuatan SIUP dan TDP 24 Okt 2012 Bolehkah Memakai Satu SIUP untuk Dua Kegiatan Usaha yang Berbeda? 03 Agt 2012 Intisari: Perdagangan melalui website atau dikenal sebagai perdagangan melalui Sistem Elektronik. Jika pelaku usaha menyelenggarakan transaksi elektronik, maka dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan. Selain itu, website yang dikelola untuk menampilkan iklan produk atau jasa, seseorang atau badan usaha maupun badan hukum harus memenuhi ketentuan mengenai Surat Izin Usaha Perdagangan. Setiap perusahaan perdagangan (barang dan jasa) wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan. Ada 3 (tiga) macam SIUP, yaitu: 1. SIUP Kecil , wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. SIUP Menengah , wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 3. SIUP Besar , wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Jika usaha Saudara tidak memenuhi kriteria SIUP kecil, menengah, atau besar, Anda tidak diwajibkan memiliki SIUP. Penjelasan lebih lanjut, dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Berdasarkan informasi yang Saudara sampaikan, kami mengasumsikan bisnis Saudara menawarkan ruang yang tersedia di situs ( website ) Saudara kepada pelaku usaha yang hendak menjual atau memasarkan produk baik berupa barang atau jasa secara online . Sebagai gambaran, pengaturan tentang izin usaha website iklan online belum diatur secara khusus. Namun hal tersebut tidak mengurangi perlunya melegalisasikan suatu usaha yang berkaitan dengan website . Perdagangan melalui website atau dikenal sebagai perdagangan melalui Sistem Elektronik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (“UU 11/2008”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) serta Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP 82/2012”). UU 11/2008 jo. UU 19/2016 serta PP 82/2012 mengatur mengenai sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan terhadap setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 10 UU 11/2008 dan Pasal 41 PP 82/2012 . Adapun yang dimaksud dengan Pelaku Usaha menurut Pasal 1 angka 26 PP 82/2012 adalah : “ Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. ” Selain itu, website yang dikelola untuk menampilkan iklan produk atau jasa, seseorang atau badan usaha maupun badan hukum harus memenuhi ketentuan dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (“Permendag 46/2009”), kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/12/2011 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan . Pasal 2 ayat (1) Permendag 46/2009 mengatur bahwa setiap perusahaan perdagangan wajib memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan. Ada 3 (tiga) macam SIUP, yaitu (lihat Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 3 Permendag 46/2009 ): 1. SIUP Kecil , wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 50 juta sampai dengan paling banyak Rp. 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. SIUP Menengah , wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 3. SIUP Besar , wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan yang kekayaan bersihnya lebih dari Rp. 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Akan tetapi, kewajiban tersebut dikecualikan bagi perusahaan kecil yang dikelola secara perorangan, seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Permendag 46/2009 : (1) Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikecualikan terhadap : a. Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di luar sektor perdagangan; b. Kantor Cabang atau Kantor Perwakilan; c. Perusahaan Perdagangan Mikro dengan kriteria sebagai berikut: 1. usaha perseorangan atau persekutuan; 2. kegiatan usaha diurus, dijalankan, atau dikelola oleh pemiliknya atau anggota keluarga/kerabat terdekat; dan 3. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. (2) Perusahaan Perdagangan Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diberikan SIUP Mikro, apabila dikehendaki yang bersangkutan. Jadi jika usaha Saudara tidak memenuhi kriteria SIUP kecil, menengah, atau besar, Anda tidak diwajibkan memiliki SIUP. Dari sisi perpajakan,mengingat usaha website yang Saudara rencanakan merupakan usaha perserorangan , dapat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama pemilik usaha dengan mempertimbangkan bisnis anda merupakan bisnis perorangan dan tidak berbadan usaha/berbadan hukum . Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; 2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik ; 3. Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan , kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/12/2011 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-DAG/PER/2/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan . npwp hukumonline iklan online pelaku usaha perdagangan izin usaha perusahaan website siup" }
{ "from": "human", "value": "apa definisi hukum keluarga (family law)? apa saja bidang yg masuk dlm hukum keluarga? apa waris di luar hukum keluarga?" }
{ "from": "gpt", "value": "Family law atau hukum keluarga mengatur hubungan hukum yang bersumber pada pertalian kekeluargaan. Dengan begitu hukum keluarga mempunyai bidang-bidang sebagai berikut: 1. Perkawinan Pada mulanya diatur dalam Bab IV sampai dengan Bab IX, Buku I KUHPer. Termasuk didalamnya hukum tentang harta benda perkawinan (yaitu hubungan harta benda antara suami istri), karena hubungan hukum harta benda antara suami istri bersumber pada perkawinan. Ketentuan hak-hal tersebut telah diubah dengan adanya Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Perkawinan yang bersifat nasional sebagai pengganti Hukum Perkawinan yang bersumber dari Hukum Barat. 2. Kekuasaan orang tua yaitu hubungan hukum antara orang tua dan anak mereka, baik yang sah maupun yang disahkan (Bab XII, Buku I KUHPer). 3. Perwalian yaitu hubungan hukum antara si wali dan anak yang berada di bawah perwaliannya (Bab XV, Buku I KUHPer). 4. Pengampuan (Curatele) yaitu hubungan hukum antara kurator dan orang yang berada dibawah pengampuannya (kuradus) (Bab XVII, Buku I KUHPer). Sedangkan Hukum Waris mengatur pemindahtanganan harta benda seseorang setelah ia meninggal dunia. Dengan begitu sebenarnya Hukum Waris ini merupakan bagian dari Hukum Harta Benda. Akan tetapi sebaliknya Hukum Waris mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Hukum Keluarga, dimana bila kita lihat dari sudut pandang yang berhak mewarisi harta benda yang meninggal (almarhum) adalah keluarganya. Oleh karena itu Hukum Waris mempunyai hubungan erat dengan Hukum Harta Benda dan Hukum Keluarga, maka Hukum Waris diberikan suatu tempat tersendiri di samping Hukum Harta Benda dan Hukum keluarga." }
{ "from": "human", "value": "Saya adalah salah satu karyawan sebuah BUMN. Karena ketidakadilan atasan sehingga mudah sekali dipengaruhi oleh orang-orang dekatnya maka keputusannya sering merugikan dan akibatnya terjadilah penamparan, dan yang bersangkutan melaporkannya kepada kepolisian. Apakah sanksi bagi saya apabila hal tersebut diajukan ke pengadilan? Atas saran dari kepolisian saya dianjurkan untuk meminta maaf. Hal tersebut telah saya lakukan sampai 2 kali namun dia meminta waktu untuk memaafkan saya. Sampai detik ini masih ngambang persoalannya dan apalagi saya terus apel ke kepolisian sehingga mengganggu pekerjaan. Mohon saran dan apakah apel tersebut tidak ada batasnya selama pelapor belum mencabutnya? Demikian pertanyaan saya. Atas tanggapannya saya mengucapkan terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Berdasarkan penjelasan yang Anda berikan. Peristiwa Anda dengan atasan Anda dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Penganiyaan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) , penganiayaan dibagi menjadi 5 yaitu : KLINIK TERKAIT Anak Dianiaya Tetangga, Apa Langkah Hukumnya? 24 Jul 2024 Sanksi Hukum terhadap Pelaku Kejahatan dengan Hipnotis 01 Nov 2023 Nekat Putus Meski Pacar Mengancam Bunuh Diri, Bisakah Dipidana? 06 Sep 2023 Bisakah Bercerai karena Suami Homoseksual? 18 Agt 2023 1. Penganiayaan biasa ( Pasal 351 KUHP ) Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas 2. Penganiayaan ringan ( Pasal 352 KUHP ) 3. Panganiayaan berencana ( Pasal 353 KUHP ) 4. penganiayaan berat ( Pasal 354 KUHP ) 5. penganiayaan berat ( Pasal 355 KUHP ) Kemudian, dari penjelasan Anda, peristiwa tersebut termasuk Tindak Pidana Penganiyaan Ringan karena dijelaskan dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP ialah : “ penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus . Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya ” Berdasarkan hal di atas maka pelaku tidak ditahan . Jika proses pemeriksaan yang Anda lakukan telah memasuki Tahap Penyidikan, maka masa pemeriksaan di Kepolisian ialah sampai berkas penyidikan telah siap ( P-21 ) diserahkan kepada Kejaksaan untuk tahap selanjutnya yaitu Penuntutan (Pembuatan Surat Dakwaan). Mengenai kewajiban Anda untuk “apel ke kepolisian”, kewajiban demikian dilakukan kepada orang yang berstatus Tahanan Kota. Mengenai Tahanan Kota kita merujuk pada Pasal 22 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang berbunyi: “ Penahanan Kota dilaksanakan dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan ” Pada penahanan Kota, terhadap penahanan tersebut tidak dilakukan pengawasan langsung. Terhadap mereka undang-undang hanya memberi “kewajiban” untuk “melaporkan” diri pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Tentang penjadwalan kewajiban melaporkan diri ini, tidak ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian diserahkan kebijaksanaan sepenuhnya kepada pejabat yang mengeluarkan perintah penahanan kota tersebut. Serupa halnya dengan penahanan rumah, dalam penahanan kota pun, tersangka/terdakwa dilarang untuk keluar kota. Hal ini sesuai dengan yang ditentukan pada penjelasan Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP . Mereka (tersangka/terdakwa) dapat keluar kota apabila telah mendapat izin dari pejabat yang mengeluarkan perintah penahanan kota. Jika perintah penahanan kota datangnya dari penyidik maka izin keluar kota harus dimintanya ke penyidik, dan demikian seterusnya. Mengenai upaya perdamaian yang Anda telah upayakan kepada atasan Anda, idealnya menurut peraturan perundang-undangan dan doktrin, hal itu tidak bisa menghentikan proses perkara karena Tindak Pidana Penganiayaan merupakan Delik Biasa . Lain hal jika perdamaian diupayakan pada Delik Aduan. Hal ini diperbolehkan adanya penghentian perkara jika terjadi perdamaian dengan jangka waktu 3 bulan setelah pengaduan diajukan ( Pasal 75 KUHP ). Adapun yang termasuk Delik Aduan ialah: 1. Delik Aduan absolut : · pencurian dalam keluarga dan pencurian dalam waktu pisah meja-ranjang ( schidding van tavel en bed , terdapat pada Pasal 367 ayat [2] KUHP ); · perzinahan (overspelling bagi yang sudah menikah yang diadukan istri atau suami, terdapat pada Pasal 284 KUHP ); · terkait hal membuka rahasia (terdapat pada Pasal 323 KUHP ); dan lain-lain. 2. Delik Aduan relatif : · Tindak Pidana Penghinaan ( Pasal 310 KUHP ) · Tindak Pidana Penipuan ( Pasal 378 KUHP ) Namun, pada praktiknya dapat dimungkinkan adanya penghentian perkara di Kepolisian karena Diskresi Polisi. Dasar hukum Diskresi Polisi yaitu Pasal 18 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI (“UU Kepolisian”) yang berbunyi: “ Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesi dalam melaksanaan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri ” Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (2) UU Kepolisian diatur bahwa: “ Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta kode etik profesi kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini bertindak dengan penilaian sendiri dapat disebut sebagai diskres i” Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( Wetboek van Strafrecht , Staatsblad 1915 No 73) 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 3. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia" }
{ "from": "human", "value": "Salam sejahtera, Saya mempunyai kakak yang statusnya masih tahanan kota, dan saya tahu dia bebas murni di tahun 2015, sementara saya melihat kakak saya itu tidak pernah berubah, selalu arogan dan pekerjaannya selalu melanggar hukum. Pertanyaan saya, apa sanksinya dan di mana kita bisa laporkan perbuatan kakak saya yang selalu melanggar hukum itu? Saya ucapkan terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Sebelumnya, kami akan menjelaskan singkat tentang penahanan. Penahanan menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. KLINIK TERKAIT Perbedaan Rutan dan Lapas dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia 26 Mei 2023 Jika Dijebak oleh Polisi dan Disiksa dalam Tahanan 05 Sep 2018 Kapan Tersangka Dapat Meminta Penangguhan Penahanan? 07 Mar 2014 Seluk Beluk Residivis 23 Jan 2014 Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP , perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal: 1. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan diri, Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas 2. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan merusak atau menghilangkan barang bukti 3. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan mengulangi tindak pidana. Penahanan kota itu sendiri merupakan salah satu jenis penahanan yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c KUHAP . Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan [ Pasal 22 ayat (3) KUHAP ]. Tersangka atau terdakwa hanya boleh keluar rumah atau kota dengan izin dari penyidik, penuntut umum atau hakim yang memberi perintah penahanan, demikian yang disebut dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (2) dan (3) KUHAP . Penjelasan lebih lanjut mengenai penahanan kota dapat Anda simak dalam artikel Cara Membaca Putusan Pemidanaan . Sedangkan mengenai hak tahanan selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Ini Hak Tahanan dan Narapidana yang Tak Boleh Ditelantarkan . Lalu bagaimana jika tahanan kota melanggar hukum? Perlu diketahui bahwa status tahanan bukanlah suatu hukuman. Penahanan merupakan salah satu tindakan yang diberikan oleh aparat penegak hukum karena adanya kekhawatiran terhadap tersangka atau terdakwa dalam hal-hal yang telah kami sebutkan menurut Pasal 21 ayat (1) KUHAP di atas. Ini artinya, belum ada putusan hakim yang dijatuhkan kepada seseorang yang berstatus sebagai tahanan. Anda mengatakan bahwa Anda tahu bahwa kakak Anda akan bebas murni pada tahun 2015. Apakah ini hanya asumsi Anda atau memang Anda tahu bahwa telah ada putusan hakim yang menyatakan kakak Anda akan bebas pada 2015? Hal ini penting diketahui karena menyangkut jenis tindak pidana apa yang ia lakukan, apakah ini termasuk recidive atau samenloop. Jika memang belum ada putusan hakim namun seorang tahanan melakukan suatu tindak pidana lagi, maka dalam hukum pidana hal ini dikenal dengan nama samenloop (perbarengan/gabungan tindak pidana) . Samenloop berbeda dengan recidive. Untuk memahami keduanya, kita mengacu pada pendapat R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 318) yang menjelaskan bahwa untuk dapat dikatakan recidive , harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Mengulangi kejahatan yang sama atau oleh undang-undang dianggap sama macamnya; 2. Antara melakukan kejahatan yang satu dengan yang lain sudah ada putusan hakim (jika belum ada putusan hakim, adalah merupakan suatu gabungan kejahatan “samenloop”, bukan “recidive”); 3. Harus hukuman penjara (bukan hukuman kurungan atau denda); dan 4. Antara tidak lebih dari 5 tahun, terhitung sejak tersalah menjalani sama sekali atau sebagian dari hukuman yang telah dijatuhkan. Jadi, selama perbuatan yang dilakukan oleh kakak Anda tersebut merupakan perbuatan yang berbeda dengan tempat dan waktu yang berbeda pula dengan kejahatan yang ia lakukan sebelumnya, maka perbuatan tersebut dinamakan recidive. Dengan catatan, di antara kejahatan yang ia lakukan sudah ada putusan hakim dan hukuman yang diterima kakak Anda adalah hukuman penjara. Penjelasan lebih lanjut mengenai recidive dapat Anda simak dalam artikel Tentang Double Jeopardy, Ne Bis In Idem, dan Recidive. Namun, karena kakak Anda masih berstatus sebagai tahanan kota, kami menyimpulkan bahwa belum ada putusan hakim di antara kejahatan yang ia lakukan, maka ini dinamakan samenloop (perbarengan/gabungan tindak pidana) . Ada beberapa jenis samenloop. Nantinya, gabungan tindak pidana ini akan memengaruhi penjatuhan pidana kepada kakak Anda oleh hakim. Dalam praktik, memang cukup sulit untuk membedakan kualifikasi perbarengan tindak pidana (jenis-jenis gabungan delik), sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang Gabungan Dalam Suatu Perbuatan (Concursus Idealis), Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan Berlanjut ( Voortgezette Handeling ) dan Pasal 65 s.d. Pasal 69 KUHP tentang Gabungan Dalam Beberapa Perbuatan ( Concursus Realis). Hal ini juga kerap kali menimbulkan perdebatan di antara pakar hukum pidana. Dari keterangan Anda, kami berasumsi bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh kakak Anda saat ia berstatus tahanan kota ini merupakan tindak pidana yang berbeda-beda (tidak sejenis). Hal ini diatur dalam Pasal 65 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan , yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.” Mencermati unsur-unsur dari Pasal 65 ayat (1) KUHP ( Concursus Realis) di atas, dapat diartikan bahwa Pasal 65 ayat (1) KUHP mengatur tentang gabungan (beberapa tindak pidana) dalam beberapa perbuatan, tanpa menyebutkan tindak pidana itu sejenis atau tidak sejenis. Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan Pasal 65 ayat (1) KUHP ini dapat Anda simak dalam artikel Penerapan Pasal 64 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP (Gabungan Tindak Pidana). Menjawab pertanyaan Anda berikutnya, Anda bisa melaporkan perbuatan yang sedang kakak Anda lakukan itu kepada aparat penegak hukum yang memberikan perintah penahanan kepada kakak Anda. Anda mengatakan bahwa Anda tahu bahwa kakak Anda bebas murni pada tahun 2015. Kami kurang mendapat informasi dari mana Anda mengetahuinya. Kami asumsikan bahwa perkara ini masih berada pada tingkat penyidikan. Oleh karena itu, Anda dapat melaporkan perbuatan kakak Anda kepada penyidik (dalam hal ini kepolisian) yang memberi perintah penahanan terhadap kakak Anda (lihat penjelasan Pasal 20 ayat (2) KUHAP ). Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Referensi: R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor. tahanan" }
{ "from": "human", "value": "Apa kriteria/syarat suatu gugatan bisa dinyatakan nebis in idem? Sebenarnya apa pengertian dari nebis in idem (apa dasar hukumnya)?" }
{ "from": "gpt", "value": "Secara umum, pengertian ne bis in idem menurut Hukumpedia adalah asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya. Asas ne bis in idem ini berlaku secara umum untuk semua ranah hukum. KLINIK TERKAIT Pengertian Asas Non Retroaktif dan Pengecualian Penerapannya 06 Feb 2024 Jenis-jenis Hukuman Pidana dalam KUHP 24 Jan 2023 SP3 11 Okt 2010 Sengketa Tanah 22 Mar 2010 Dalam hukum pidana nasional di Indonesia, asas ne bis in idem ini dapat kita temui dalam Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yaitu seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Asas ne bis in idem ini berlaku dalam hal seseorang telah mendapat putusan bebas ( vrijspraak ), lepas ( onstlag van alle rechtsvolging ) atau pemidanaan ( veroordeling ) (lihat Pasal 75 ayat [2] KUHP ). Selain itu, dalam ranah hukum perdata, asas ne bis in idem ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (”KUHPerdata”) , apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif (menolak untuk mengabulkan), kemudian putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat ne bis in idem . Oleh karena itu, terhadap kasus dan pihak yang sama, tidak boleh diajukan untuk kedua kalinya (dikutip dari buku “ Hukum Acara Perdata ”, M. Yahya Harahap, S.H. , hal. 42) Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Terkait dengan pengujian undang-undang, dapat juga kita temui dalam Pasal 60 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 yaitu Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diterapkan pula asas ne bis in idem yaitu terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali. Pelaksanaan asas ne bis in idem ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang Berkaitan dengan Asas Nebis In Idem. Dalam surat edaran tersebut Ketua Mahkamah Agung pada waktu itu, Bagir Manan, mengimbau para ketua pengadilan untuk dapat melaksanakan asas ne bis in idem dengan baik demi kepastian bagi pencari keadilan dengan menghindari adanya putusan yang berbeda. Jadi, suatu gugatan dapat dinyatakan ne bis in idem dalam hal telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya yang memutus perkara yang sama, dengan pihak yang sama, pada waktu dan tempat kejadian yang sama ( tempus dan locus delicti -nya sama) dan putusan tersebut telah memberikan putusan bebas ( vrijspraak ), lepas ( onstlag van alle rechtsvolging ) atau pemidanaan ( veroordeling ) terhadap orang yang dituntut itu. Simak pula artikel kami sebelumnya mengenai Penerapan Ne Bis In Idem . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek , Staatsblad 1847 No. 23); 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( Wetboek van Strafrecht , Staatsblad 1915 No 73); 3. Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 yaitu Perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ; 4. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanganan Perkara yang Berkaitan Dengan Asas Nebis In Idem Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum , atau facebook Klinik Hukumonline ." }
{ "from": "human", "value": "Kakak saya menikah, tetapi dari sejak akad nikah sampai 1,5 tahun tidak pernah diurusi, tidak dinafkahi, tidak boleh tinggal di rumah suaminya (diusir suaminya), tetapi suaminya juga tidak mau menceraikan. Setelah 2 tahun, suaminya berkenan menceraikannya, Januari diputuskan bercerai oleh pengadilan. Tetapi ketika hendak ikrar talak, suaminya kembali menolak membacakan ikrar talak (suaminya ingin menggantung status kakak saya). Pertanyaan saya: 1. Tidak bisakah pernikahan itu dibatalkan atau kakak saya mendapatkan surat cerai itu tanpa harus ikrar talak dari suaminya (6 bulan itu terlalu lama apalagi harus mulai dari awal lagi)? 2. Kami, keluarganya merasa ditipu, karena penikahan ini hanya dijadikan kedok agar hutangnya pada keluarga kami lunas dengan menikahi kakak saya. Tidak bisakah dikenakan pidana suami yang menelantarkan istri dari akad nikah hingga 2 tahun? Terima kasih banyak atas kesediaannya membantu." }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat 31 Mei 2024 Syarat dan Cara Rujuk Talak 1 Tanpa Menikah Lagi 21 Jul 2023 Talak Tiga Karena Emosi, Lalu Ingin Rujuk Lagi 19 Jun 2023 Perbedaan Talak Satu, Dua, dan Tiga 30 Nov 2021 NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga. Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 5200381 / 5208348 atau email ke: [email protected] Website : http://www.nayaraadvocacy.com Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Intisari: Atas perkawinan kakak Anda dan suaminya tidak dapat dilakukan pembatalan perkawinan. Kemudian mengenai ikrar talak, jika suami kakak Anda tidak mengucapkan ikrar talak dalam waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh. Yang artinya perkawinan tetap ada. Akan tetapi, kakak Anda dapat mengajukan gugatan cerai setelah hak suami untuk mengikrarkan talak adalah gugur (setelah 6 bulan). Mengenai pidana, suami kakak Anda dapat dipidana karena menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya. Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini. Ulasan: Pertama-tama kami turut bersimpati atas kejadian yang menimpa kakak Anda. Berdasarkan penjelasan Anda, kami menyimpulkan terlebih dahulu sebagai berikut: 1. Perkawinan antara kakak Anda dan suaminya adalah berdasarkan hukum Islam yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“ UU Perkawinan ”) , Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“ PP 9/1975 ”) , dan iii) Kompilasi Hukum Islam (“ KHI ”) ; 2. Suami kakak Anda yang telah mengajukan perceraian kepada kakak Anda dan kemudian menolak untuk membacakan ikrar talak. Atas permasalahan kakak Anda, kami akan mencoba menjawab dari perspektif hukum yang berlaku, sebagai berikut: 1. Pembatalan Pernikahan Untuk menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah pernikahan kakak Anda dengan suaminya bisa dibatalkan, perlu diketahui apa saja alasan yang dapat digunakan untuk membatalkan perkawinan. Pasal 27 ayat (1) UU Perkawinan dan Pasal 71 KHI telah mengatur alasan-alasan suatu pembatalan perkawinan sebagai berikut: 1. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum; 2. Perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri; 3. Suami melakukan poligami tanpa izin dari pengadilan agama; 4. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; 5. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain; 6. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 UU Perkawinan; 7. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak; dan 8. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan. Merujuk pada ketentuan di atas dan mendasarkan ke pada informasi terkait dengan kondisi rumah tangga antara kakak Anda dan suami , maka kami berkesimpulan pembatalan perkawinan tidak dapat dilakukan. 2. Surat Cerai Tanpa Ikrar Talak Kemudian mengenai ikrar talak, atas permohonan cerai yang suami kakak Anda lakukan dan penolakannya untuk membacakan ikrar talak, undang-undang telah memberikan jangka waktu yaitu 6 (enam) bulan terhitung sejak pemberian izin ikrar talak yang telah diberikan oleh Pengadilan Agama. Apabila dalam jangka waktu tersebut suami masih tidak mengucapkan ikrar talaknya, maka dengan itu hak sang suami untuk mengikrarkan talak adalah gugur dan akibat hukumnya adalah perkawinan antara suami istri yang bersangkutan akan dianggap tetap utuh, sebagaimana diatur dalam Pasal 131 ayat (4) KHI sebagai berikut: “ Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam) bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh. ” Namun demikian, perlu diketahui pada dasarnya dimungkinkan bagi kakak Anda untuk bercerai dengan sang suami tanpa suatu ikrar yaitu dengan cara kakak Anda mengajukan gugatan perceraian. Selanjutnya, untuk dapat melakukan gugatan perceraian baru di atas, maka kakak Anda harus menunggu sampai dengan hak suami untuk mengikrarkan talak adalah gugur yaitu lewat dari jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak pemberian izin ikrar. Kami memahami pertimbangan Anda terkait jangka waktu 6 (enam) bulan yang dirasa relatif lama dan keberatan kakak Anda dan keluarga apabila harus memulai proses perceraian dari awal kembali. Namun demikian, untuk menjamin kepastian hukum dan status sah bagi kakak Anda , maka gugatan cerai adalah solusi terbaik untuk dilakukan apabila suami kakak Anda tetap menolak untuk membacakan ikrar talak . 3. Sanksi Pidana Kepada Suami Yang Menelantarkan Istri K ewajiban seorang suami adalah memberikan nafkah bagi istri dan anak-anaknya. sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan jo . Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4) KHI jo. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“ UU Penghapusan KDRT ”) , sebagai berikut: Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan : “Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.” Pasal 80 ayat (2) dan ayat (4) KHI : (1) …. (2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (3) …. (4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri. b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak. c. biaya pendidikan bagi anak.” Pasal 9 UU Penghapusan KDRT : (1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. (2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.” D alam hal sang suami telah dengan sengaja melakukan penelantaran maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. [1] Dengan bukti-bukti yang cukup, kakak Anda dapat melaporkan suaminya ke kepolisian atas dugaan tidak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 49 jo. Pasal 9 UU Penghapusan KDRT. Kami berharap permasalahan kakak Anda dan suaminya dapat diselesaikan tanpa suatu proses pidana, namun demikian kakak Anda dapat menggunakan ketentuan Pasal 49 UU Penghapusan KDRT di atas sebagai bahan negosiasi untuk dipertimbangkan oleh suaminya apabila suaminya tetap menolak membacakan ikrar talak. Demikian kami sampaikan. Kiranya jawaban kami dapat membantu Anda dalam menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dialami oleh kakak Anda. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ; 4. Kompilasi Hukum Islam ; [1] Pasal 49 UU Penghapusan KDRT hukumonline gugat cerai klinik hukumonline hukum klinik agama gugatan cerai keluarga dan perkawinan" }
{ "from": "human", "value": "Saya memiliki cek mundur (badan usaha) tak bertanggal dari Aj sebagai jaminan pinjaman atas sejumlah uang tunai sekitar tahun 2018. Ketika saya menagih utang tersebut kepada Aj, yang bersangkutan tidak mampu membayar. Dan ketika saya mencoba mencairkan cek tersebut pada bank bersangkutan ternyata rekening tersebut telah ditutup pada tahun 2020 atas permintaan Aj selaku pemilik rekening. Yang ingin saya tanyakan apakah saya dapat menggugat Aj dengan bukti cek kosong tersebut (rekening perusahaan Aj telah ditutup)? Apabila bisa, hukum/pasal apa yang dapat menjadi landasan menggugat Aj? Serta apakah termasuk kasus pidana atau perdata? Mohon penjelasannya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Jika ditanya, apa yang dimaksud dengan cek kosong? Menurut SE BI 2/2000, cek kosong adalah cek yang diunjukkan dan ditolak tertarik (bank) dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh penarik (pemilik rekening) karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup.[1] Dengan kata lain, cek kosong adalah cek yang ketika akan dicairkan ke bank, ditolak oleh bank karena saldo pemilik rekening tidak cukup atau karena rekeningnya sudah ditutup.\n\nSedangkan yang dimaksud dengan cek adalah surat perintah membayar sebagaimana diatur dalam KUHD.[2]\nContoh cek kosong dalam hal ini adalah sebagaimana terjadi dalam kasus Anda, di mana Anda mendapatkan cek dari seorang yang memiliki rekening di bank tertarik, namun ketika cek tersebut hendak dicairkan di bank tertarik, ternyata rekeningnya telah ditutup.\n\nSelain itu, Anda juga menyebutkan tentang cek bertanggal mundur (post dated cheque). Menurut Ridwan Khairandy dalam Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, cek bertanggal mundur adalah cek yang ditanggali lebih maju daripada tanggal penerbitannya atau ditanggali pada tanggal yang akan datang (hal. 320-321).\n\nMenurut Ridwan (hal. 321), cek bertanggal mundur ini tidak diakui undang-undang, mengingat cek itu bersifat tunai, artinya harus dibayar pada saat diperlihatkan atau ditunjukkan kepada bankirnya, sesuai Pasal 205 KUHD bahwa cek harus dibayar pada waktu ditunjukkan.\nCek Kosong, Perdata atau Pidana?\nUntuk kasus Anda ini, bisa dikategorikan sebagai kasus perdata, namun juga bisa menjadi kasus pidana, dengan penjelasan lebih lanjut berikut ini.\n\nDalam hukum perdata, kegagalan pembayaran utang dapat digugat ke pengadilan dengan gugatan wanprestasi (ingkar janji). Wanprestasi adalah keadaan apabila salah satu pihak di dalam satu perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau kewajibannya dan bukan karena keadaan memaksa (overmacht). Prestasi merupakan sesuatu yang dapat dituntut pemenuhannya. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi terbagi dalam 3 macam:\n\nPrestasi untuk menyerahkan sesuatu (Pasal 1237 KUH Perdata);Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (Pasal 1239 KUH Perdata); danPrestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu (Pasal 1239 KUH Perdata).\n\nApabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian, maka menjadi kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau mentaatinya. Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi sebagaimana diperjanjikan, maka ia dikatakan wanprestasi. Atas wanprestasi, Anda dapat menuntut penggantian biaya, kerugian, bunga,[3] serta pembatalan perjanjian.[4]\nAkan tetapi, dalam kasus Anda juga ada unsur tindak pidana, yaitu penipuan, yang diatur dalam Pasal 378 KUHP:\n\nBarang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.\nApabila sejak awal orang yang memberikan cek telah berniat memakai cek kosong sebagai tipu muslihat agar Anda memberikan/meminjamkan uang, maka perbuatannya memenuhi unsur tindak pidana penipuan. Anda dapat melaporkan dugaan penipuan tersebut ke polisi. Prosedurnya dapat Anda simak dalam Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.\n\nSeluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17229/burgerlijk-wetboek/document)\n2. [Kitab Undang-Undang Hukum Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/wetboek-van-strafrecht-wvs/document/lt4c7b80e3e064d)\n3. [Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong](Data Kepolisian /pusatdata/detail/27678/surat-edaran-bank-indonesia-nomor-210dasp-tahun-2000)\n4. [Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/17/DASP Tahun 2002 tentang Perubahan Surat Edaran Nomor 2/10/DASP Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong](Data Kepolisian /pusatdata/detail/26941/surat-edaran-bank-indonesia-nomor-417dasp-tahun-2002)\n5. [Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/17/DASP Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP Tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong](Data Kepolisian /pusatdata/detail/25341)\n6. [Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/33/DASP Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP Tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong](Data Kepolisian /pusatdata/detail/26090)\nREFERENSI:\n1. Ridwan Khairandy. Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press, 2013.\n\n[1] Bagian I angka 13 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong (“SE BI 2/2000”)[2] Bagian I angka 5 SE BI 2/2000[3] Pasal 1244 KUH Perdata[4] Pasal 1266 KUH Perdata" }
{ "from": "human", "value": "Apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat? Mengapa Indonesia mengatur jenis pelanggaran berat HAM hanya dua jenis, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida dalam UU 26/2000 (Pengadilan HAM)? Sedangkan dalam Statuta Roma ada 4 macam." }
{ "from": "gpt", "value": "Menurut The United Nations Centre for Human Rights, Hak Asasi Manusia (“HAM”) adalah “those rights which are in our nature and without which we can not live as human beings”.[1]\nSoedjono Dirdjosisworo mendefinisikan bahwa HAM merupakan hak-hak yang melekat pada setiap manusia sejak lahir, tidak dapat dibatasi, dikurangi atau diingkari oleh siapapun juga, karena merupakan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan setiap individu.[2]\n\nSedangkan secara yuridis berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 26/2000:\nHak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.\nApa yang Dimaksud dengan Pelanggaran HAM Berat?\n\nMenjawab pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM sebagaimana dimaksud dalam UU 26/2000 yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[3]\nBentuk-bentuk Pelanggaran HAM Berat\n\nSebagaimana telah diterangkan dalam sub-bab apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat sebelumnya, di Indonesia bentuk pelanggaran HAM berat adalah meliputi:\n\nKejahatan genosida, yakni setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:[4]membunuh anggota kelompok;mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; ataumemindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.\n\nKejahatan terhadap kemanusiaan, yakni salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:[5]pembunuhan;pemusnahan;perbudakan;pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;penyiksaan;perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;penghilangan orang secara paksa; ataukejahatan apartheid.\n\nRomli Atmasasmita berpendapat bahwa pelanggaran HAM berat adalah tindakan yang bersifat sistematis dan meluas. Kedua kata tersebut merupakan kata kunci yang bersifat melekat dan mutlak dan harus ada pada setiap tindakan pelanggaran HAM berat, khusus kaitannya dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Unsur sistematis dan meluas tersebut merupakan faktor penting dan signifikan yang membedakan antara pelanggaran HAM berat dengan tindak pidana biasa menurut KUHP atau perundang-undangan pidana lainnya.[6]\n\nDalam Statuta Roma, sistematik dan meluas disebut dengan istilah widespread and sistematic attack, di mana serangan tersebut ditujukan langsung pada penduduk sipil.\n\nJadi, menjawab apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM berat adalah setiap tindakan pelanggaran HAM, meliputi kejahatan genosida dan/atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang memenuhi unsur-unsur yang kami jelaskan di atas.\nContoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia\n\nContoh pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah kasus Abilio Jose Osorio Soares yang dinyatakan telah melakukan pelanggaran HAM berat berupa pembunuhan terhadap penduduk sipil pro kemerdekaan yang berada di provinsi TK. I Timor Leste sebelum dilaksanakannya jajak pendapat untuk menentukan nasib masa depan rakyat Timor-Timor di Dilli yang kasusnya diputus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 45 PK/Pid/Ham Ad Hoc/2004.\n\nDalam kasus tersebut, di pengadilan tingkat pertama, banding, dan kasasi, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan (hal. 531-532). Akan tetapi, Majelis Hakim di tingkat Peninjauan Kembali kemudian menyatakan bahwa ia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tersebut, dan ia dibebaskan dari segala dakwaan (hal. 557-558).\nMengapa Indonesia Hanya Mengatur 2 Kategori Pelanggaran HAM Berat?\n\nSetelah membahas mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat, selanjutnya menjawab pertanyaan kedua Anda, mengapa Indonesia hanya mengatur 2 kategori pelanggaran HAM berat? Padahal, menurut Statuta Roma ada 4 jenis pelanggaran HAM berat:[7]\n\nKejahatan genosida (the crime of genocide);Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity);Kejahatan perang (war crimes);Kejahatan agresi (the crime of aggression).\n\nPada dasarnya Indonesia meletakkan pelanggaran HAM berat dalam kebijakan serta aturan hukum domestik. Niat Indonesia untuk mengatur sendiri permasalahan konflik bersenjata internal, dapat dilihat dari tidak dimasukkannya “war crimes” dan “aggression” dalam UU 26/2000, padahal UU tersebut apabila dilihat tekstual legalnya merupakan ratifikasi dari Statuta Roma. UU 26/2000 hanya mengadopsi 2 dari 4 kejahatan internasional yang diatur dalam Statuta Roma, yakni kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan tidak memasukkan “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi”.[8]\n\nSecara eksplisit, UU 26/2000 menghormati kaidah hukum internasional dalam pengklasifikasian tindak pidana atas kemerdekaan dan kebebasan seseorang. Tidak dimasukkannya substansi perihal “kejahatan perang” dan “kejahatan agresi” menjadi permasalahan tersendiri dalam UU 26/2000, terutama apabila ditemukan pelanggaran HAM berat perihal terkait di kemudian hari.Konsekuensinya adalah kejahatan itu tidak dapat dituntut dan diadili berdasarkan UU 26/2000.\n\nDi luar hal tersebut, kemauan politik atau political will pemerintah juga sangat menentukan dan besar pengaruhnya.[9] Menurut Frank E Hagan,[10] kejahatan terhadap kemanusiaan dimaksudkan untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan politik, sehingga secara kriminologis kejahatan ini dapat diklasifikasikan sebagai “political crime”. Dengan demikian, bahwa setiap pelanggaran HAM berat yang terjadi di negara mana pun akan selalu sarat dengan muatan politik, dan semata-mata tidak hanya bermuatan dari aspek hukum saja.[11]\n\nBelum adanya political will mengenai hal ini mengartikan belum jelasnya sikap Indonesia terhadap posisi hukum domestik dan internasional khususnya terkait pengaturan kejahatan perang dan agresi.\n\nDemikian penjelasan kami mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat dan mengapa hukum Indonesia hanya mengadopsi 2 dari 4 jenis pelanggaran HAM berat yang ditetapkan dalam Statuta Roma.\n\nSeluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17499/undangundang-nomor-26-tahun-2000/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_pengadilan_ham)\n2. [Rome Statute of The International Criminal Court](https://www.icc-cpi.int/resource-library/documents/rs-eng.pdf)\nPUTUSAN\n\nPutusan Mahkamah Agung Nomor 45 PK/Pid/Ham Ad Hoc/2004.\n\nREFERENSI:\n1. Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002\n2. Soedjono Dirdjosisworo. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional Indonesia. Makalah pada Penataran dan Lokakarya Dosen Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Angkatan XVI Tahun Akademik 2003/2004. Kerjasama KODAM III Siliwangi-STHB. Bandung 5 - 6 Mei 2004\n3. Sylvester Kanisius Laku. Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma. Bandung, 2005\n\nWidiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017.\n\n[1] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 56\n\n[2] Soedjono Dirdjosisworo. HAM, Demokrasi dan Tegaknya Hukum dalam Konteks Ketahanan Nasional Indonesia. Makalah pada Penataran dan Lokakarya Dosen Kewarganegaraan Se-Jawa Barat Angkatan XVI Tahun Akademik 2003/2004. Kerjasama KODAM III Siliwangi-STHB. Bandung 5 - 6 Mei 2004, hal. 2\n\n[3] Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 7 UU 26/2000\n\n[4] Pasal 8 UU 26/2000\n\n[5] Pasal 9 UU 26/2000\n\n[6] Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, hal. 2\n\n[7] Article 5 Rome Statute of The International Criminal Court\n\n[8] Sylvester Kanisius Laku. Pelanggaran HAM Berat dan Hukumannya Menurut Statuta Roma. Bandung, 2005, hal. 23\n\n[9] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 212\n\n[10] Widiada Gunakaya. Hukum Hak Asasi Manusia. (Yogyakarta: Penerbit ANDI), 2017, hal. 218\n\n[11] Romli Atmasasmita. Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakkannya di Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002, hal. 7" }
{ "from": "human", "value": "1.Apakah yang dimaksud dengan “legal disputes” seperti yang tertera pada Pasal 36 (2) Statuta Mahkamah Internasional? 2. Saya ingin tahu organ-organ apa saja dalam PBB yang bisa memberikan rekomendasi mekanisme penyelesaian sengketa internasional dan dasar hukumnya?" }
{ "from": "gpt", "value": "1. Ada beberapa pengertian mengenai dispute yang bisa dipergunakan. Pertama , menurut “ Black’s Law Dictionary (Seventh Edition)” , dispute didefinisikan sebagai “ a conflict or controversy, especially one that has given rise to a particular law suit”. KLINIK TERKAIT Bagaimana Pengakuan Putusan Pengadilan Asing Terkait Sengketa Internasional? 10 Jun 2011 Bagaimana Jika Hukum Internasional Tidak Dipatuhi? 30 Mei 2011 Kewenangan Hukum di Atas Pesawat Berbendera 15 Mar 2010 Sedangkan, yang kedua , menurut J.G. Merrills , dalam bukunya yang berjudul “ International Dispute Settlement ”, dispute dapat didefinisikan sebagai “ specific disagreement concerning a matter of fact, law or policy in which a claim or assertion of one party is met with refusal, counter-claim or denial by another”. Dalam konteks hukum internasional, Merrills menambahkan bahwa international dispute dapat lahir ketika munculnya “disagreement involves governments, institutions, juristic persons (corporations) or private individuals in different parts of the world .” Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Pasal 36 (2) Statuta Mahkamah Internasional (“Statuta”) memang tidak menyebutkan definisi dari legal disputes . Statuta hanya menyatakan hal-hal tertentu yang dapat dikategorikan sebagai legal disputes , yaitu: a. the interpretation of a treaty; b. any question of international law; c. the existence of any fact which, if established, would constitute a breach of an international obligation; d. the nature or extent of the reparation to be made for the breach of an international obligation. Dari beberapa pengertian di atas, maka pengertian legal dispute dalam konteks Mahkamah Internasional dapat diartikan sebagai “ ketidaksepakatan antara subyek hukum internasional berbentuk negara mengenai penafsiran perjanjian internasional; permasalahan hukum internasional; fakta yang dapat berakibat pada pelanggaran kewajiban internasional; dan untuk menentukan besarnya ganti rugi atas pelanggaran terhadap kewajiban internasional ”. 2. Perserikatan Bangsa-Bangsa ( United Nations ) memiliki enam organ utama, yaitu 1. Majelis Umum ( General Assembly ); 2. Dewan Keamanan ( Security Council ); 3. Dewan Ekonomi dan Sosial ( Economic and Social Council ); 4. Dewan Perwalian ( Trusteeship Council ); 5. Sekretariat ( Secretariat ); dan 6. Mahkamah Internasional ( International Court of Justice ). Sekedar informasi, Dewan Perwalian PBB sudah tidak berfungsi sejak 1994, sehingga pada saat ini PBB hanya memiliki lima organ utama. Umumnya, rekomendasi untuk penyelesaian sengketa internasional diberikan oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Misalnya, dalam isu mengenai konflik Palestina-Israel, khususnya mengenai pembangunan tembok di sekitar wilayah Tepi Barat. Pihak yang bersengketa mulanya mengajukan permasalahan ini ke Dewan Keamanan dan menghasilkan Resolusi Dewan Keamanan 1544. Resolusi ini kemudian diadopsi oleh Majelis Umum dan menghasilkan Resolusi ES-10/14 yang meminta Mahkamah Internasional untuk memberikan advisory opinion terhadap isu tersebut. Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat." }
{ "from": "human", "value": "Saat ini saya sudah berusia 38 tahun. Bagaimana caranya saya mendapatkan kembali Akta Kelahiran saya yang hilang? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua kali oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ilman Hadi, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 13 Juni 2012. Kemudian dimutakhiran pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. pada Selasa, 2 Mei 2017. Intisari : Jika memang terjadi kehilangan kutipan akta kelahiran, maka dapat dilakukan pencetakan ulang atau duplikat . Prosedur mengurus kehilangan akta kelahiran diatur kembali di masing-masing daerah. Sebagai contoh untuk di wilayah DKI Jakarta, ketentuannya diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil . Duplikat kutipan akta pencatatan sipil diberikan apabila kutipan yang dimiliki oleh yang bersangkutan rusak, hilang atau atas permintaan yang bersangkutan , kuasa hukumnya, Instansi Pemerintah dan Perwakilan Negara Asing kepada Dinas atau Suku Dinas. Apa saja dokumen atau syarat-syarat yang harus disiapkan? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan : Terima kasih atas pertanyaan Anda. Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran Pada dasarnya akta kelahiran yang dipegang oleh seorang warga negara Indonesia hanyalah Kutipan Akta Kelahiran yang didasarkan pencatatannya pada buku Register Akta Kelahiran sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”) . Berikut selengkapnya bunyi Pasal 27 UU 24/2013: Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Penjelasan : Pelaporan kelahiran oleh Penduduk dilaksanakan di Instansi Pelaksana tempat Penduduk berdomisili. Penulisan tempat lahir di dalam Akta Kelahiran tetap menunjuk pada tempat terjadinya kelahiran Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran . Penjelasan : Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran tanpa dipungut biaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. Adapun yang dimaksud instansi pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan. [1] Pada intinya yang mencatatkan peristiwa penting seperti kelahiran yang dimaksud adalah pejabat pencatatan sipil yang berkerja pada instansi pelaksana. [2] Pasal 33 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 96/2018”) mengatur pencatatan kelahiran Warga Negara Indonesia harus memenuhi persyaratan: surat keterangan kelahiran; buku nikah/kutipan akta perkawinan atau bukti lain yang sah; Kartu Keluarga; dan Kartu Tanda Penduduk-elektronik. Jadi, dari beberapa ketentuan di atas diketahui bahwa Akta Kelahiran yang dimiliki oleh seorang penduduk warga negara Indonesia adalah Kutipan dari Akta Kelahiran yang ada di Pejabat Pencatatan Kelahiran. Syarat Penerbitan Duplikat Kutipan Akta Kelahiran yang Hilang Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari laman Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) yang dikembangkan oleh Kantor Staf Presiden, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Ombudsman RI, jika memang terjadi kehilangan Kutipan Akta Kelahiran, maka dapat dilakukan pencetakan ulang atau duplikat . Prosedur mengurus kehilangan akta kelahiran ini dapat dilihat pada peraturan masing-masing daerah. Sebagai contoh untuk di wilayah DKI Jakarta, ketentuannya diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Pergub 93/2012”) . Sesuai Pasal 124 Pergub 93/2012 , penerbitan duplikat Kutipan Akta Pencatatan Sipil adalah sebagai berikut: Duplikat kutipan akta pencatatan sipil diberikan apabila kutipan yang dimiliki oleh yang bersangkutan rusak, hilang atau atas permintaan yang bersangkutan , kuasa hukumnya, Instansi Pemerintah dan Perwakilan Negara Asing kepada Dinas atau Suku Dinas. Penerbitan duplikat Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan selambat- l ambatnya 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya berkas persyaratan secara lengkap. Persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh duplikat Kutipan Akta Pencatatan Sipil tersebut adalah sebagai berikut: [3] Surat pernyataan rusak/hilang dari yang bersangkutan; Surat keterangan kehilangan dari Kepolisian setempat; Fotokopi kutipan akta yang hilang; Fotokopi KK dan KTP; Penetapan pengadilan mengenai ganti nama atau jenis kelamin; Dokumen imigrasi bagi orang asing. Tata Cara Penerbi t an Duplikat Kutipan Akta Pencatalan Sipil Tata cara penerbilan duplikat Kutipan Akta Pencatalan Sipil adalah sebagai berikut: [4] Pemohon mengajukan duplikat Kutipan Akta Pencatatan Sipil; Petugas registrasi melakukan verifikasi dan validasi data penduduk; Petugas registrasi membuat duplikat Kutipan Akta Pencatatan Sipil sekaligus membuat catatan pinggir pada Kutipan Akta Pencatatan Sipil; Petugas registrasi merekam ke dalam database kependudukan; Kepala Dinas menandatangani dan menerbitkan duplikat Kutipan Akta Pencatatan Sipil; dan Pemohon menerima Kutipan Akta Catatan Sipil. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil [1] Pasal 1 angka 7 UU 24/2013 [2] Pasal 1 angka 16 UU 24/2013 [3] Pasal 125 Pergub 93/2012 [4] Pasal 126 Pergub 93/2012 hukumonline hukum klinik data penduduk klinik hukumonline akta kelahiran keluarga dan perkawinan" }
{ "from": "human", "value": "Mohon penjelasan tentang bagaimana implementasi UNCAC ke dalam hukum nasional kita, khususnya pengaturan mengenai bantuan hukum timbal balik dan faktor faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan mutual Legal Assistance terkait pengembalian aset kejahatan korupsi yang disembunyikan di luar negeri? Mohon penjelasannya, terima kasih," }
{ "from": "gpt", "value": "United Nations Convention Against Corruption, 2003 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 ( “UNCAC”) berlaku di Indonesia sejak 18 April 2006. KLINIK TERKAIT Pengembalian Uang Hasil Korupsi 13 Jan 2011 Gugatan atas Tindak Pidana Korupsi 24 Sep 2010 KPK dan Rahasia Bank 15 Feb 2010 Dalam pelaksanaannya, Indonesia sudah melaksanakan ketentuan-ketentuan UNCAC secara umum sebagai proses pengembalian aset yang dilakukan Indonesia, seperti melakukan kerja sama bilateral, melakukan bantuan hukum timbal balik ( mutual legal assistance ), melakukan upaya penelusuran aset melalui perbankan dari negara lain, dan lain sebagainya . Mutual Legal Asistance (Bantuan Timbal Balik) (“MLA”) yang diatur dalam Pasal 46 UNCAC selanjutnya diaplikasikan melalui hukum nasional Indonesia yaitu dalam UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (“UU 1/2006”) . UU 1/2006 berlaku sejak 3 Maret 2006. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas UU 1/2006 bertujuan untuk memberikan dasar hukum bagi Pemerintah dalam meminta dan/atau memberikan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dan pedoman dalam membuat perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan negara asing (lihat Pasal 2 UU 1/2006 ). Yunus Husein , Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (“PPATK”) menjelaskan dalam tulisannya “ Mutual Legal Assistance: Suatu Keharusan Dalam Penegakan Hukum ” bahwa MLA pada intinya dapat dibuat secara bilateral atau multilateral. MLA bilateral ini dapat didasarkan pada perjanjian MLA atau atas dasar hubungan baik timbal balik (resiprositas) dua negara. Sejauh ini, Indonesia sudah memiliki beberapa perjanjian kerja sama MLA Bilateral dengan Australia (diratifikasi dengan UU No. 1 Tahun 1999 ), China (diratifikasi dengan UU No. 8 Tahun 2006 ), dan Korea. Namun, MLA dengan Korea yang walaupun sudah ditandatangani beberapa tahun yang lalu, tetapi sampai hari ini belum diratifikasi. Sementara itu, MLA Multilateral terangkum pada MLA regional Asia Tenggara yang sudah ditandatangani hampir semua negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia. MLA antar negara-negara ASEAN ini diwujudkan melalui UU No. 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana) . Objek MLA, antara lain, pengambilan dan pemberian barang bukti. Ini termasuk pernyataan, dokumen, catatan, identifikasi lokasi keberadaan seseorang, pelaksanaan permintaan untuk pencarian barang bukti dan penyitaan, pencarian, pembekuan, dan penyitaan aset hasil kejahatan, mengusahakan persetujuan orang yang bersedia memberikan kesaksian atau membantu penyidikan di negara peminta bantuan MLA. Demikian menurut Yunus. Adapun faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan MLA terkait pengembalian aset kejahat a n korupsi yang disembunyikan di luar negeri antara lain: · Faktor sistem hukum yang berbeda; · Faktor sistem perbankan dan finansial di mana aset berada ; · P raktek dalam menjalankan hukum ; · Faktor apakah ada perlawanan dari pihak yang hendak diambil asetnya oleh pemerintah atau tidak; dan · Faktor politik. Artikel berjudul “ Terobosan UNCAC dalam Pengembalian Aset Korupsi Melalui Kerjasama Internasional ” yang ditulis Paku Utama juga bisa menjadi referensi terkait MLA pengembalian aset korupsi . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1999 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Australia Mengenai Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana ( Treaty Between The Republic of Indonesia and Australia on Mutual Assistance in Criminal Matters ) 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana 3. Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 4. Undang-Undang No. 8 Tahun 2006 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China Mengenai Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana ( Treaty Between The Republic of Indonesia and The People’s Republic of China on Mutual Legal Assitance in Criminal Matters ) 5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2008 tentang Pengesahan Treaty On Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana) Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum , atau facebook Klinik Hukumonline ." }
{ "from": "human", "value": "Saya laki-laki sudah berumah tangga sekitar 5 tahun, dikaruniai anak 1 umur perempuan umur 4 tahun. Akhir-akhir ini saya ada suatu masalah dengan istri. Ibu mertua menyarankan saya untuk sementara keluar dari rumah untuk meredakan masalah, sehingga saya terpaksa keluar dari rumah. Tapi setelah saya keluar rumah ternyata malah ibu mertua sering menghalangi saya setiap ingin bertemu dengan anak saya. Nah, bagaimana seharusnya saya lakukan dan di mana tempat untuk mengadukan tentang ibu dan istri yang selalu menghalangi saya menemui anak? Bagaimana langkah yang harus saya lakukan bila ingin membawa masalah ini ke jalur hukum? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Dalam hukum pidana dan perdata tidak diatur secara eksplisit mengenai perbuatan menghalang-halangi orangtua bertemu anaknya. Biasanya yang akan dilakukan sebelum menempuh jalur hukum adalah menyampaikan masalah tersebut melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai mediator di antara kedua orangtua tersebut. KLINIK TERKAIT Bisakah Minta Pengampuan atas Orang yang Sering Utang? 22 Mei 2023 Hukumnya Jika Mertua atau Orang Tua Menyuruh Cerai 23 Feb 2023 Langkah-langkah Menghadapi Konflik dengan Mertua Soal Pengasuhan Anak 05 Apr 2013 Hukum Jual Beli Tanah Antara Mertua dengan Menantu 02 Jan 2013 Sebenarnya baik ayah maupun ibu mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengasuh anaknya. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”), yaitu: “Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.” Berdasarkan Pasal 14 UU Perlindungan Anak , anak juga mempunyai hak untuk diasuh oleh orangtua sendiri. Selain itu, segala keputusan yang diambil oleh orangtua harus pula memikirkan kepentingan terbaik anak. Apabila ingin mengajukan kasus Anda melalui gugatan perdata akan sangat aneh karena gugatan dalam perdata terdiri dari gugatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (“PMH”). Kasus ini tidak mungkin masuk dalam gugatan wanprestasi karena gugatan wanprestasi didasarkan pada adanya perjanjian timbal balik antara pihak-pihak dalam perjanjian. Sedangkan untuk gugatan PMH, perbuatan tersebut harus memenuhi beberapa unsur yaitu: 1. adanya perbuatan melawan hukum, antara lain: a. bertentangan dengan undang-undang; b. melanggar hak orang lain; c. bertentangan dengan kewajiban hukumnya; atau d. bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat. 2. adanya unsur kesalahan; 3. adanya kerugian; dan 4. adanya hubungan kausalitas (sebab akibat) antara perbuatan tersebut dengan kerugian yang ditimbulkan. Dalam hal ini mungkin memang perbuatan istri dan ibu mertua Anda melanggar hak Anda sebagai seorang ayah, tetapi tujuan dari gugatan PMH ini adalah untuk mendapatkan ganti rugi ( Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ), sedangkan dalam hal ini Anda pasti tidak memiliki tujuan untuk meminta ganti rugi. Sebagai referensi mengenai wanprestasi dan PMH, Anda dapat membaca beberapa artikel berikut: 1. Doktrin Gugatan Wanprestasi dan PMH ; 2. Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi? ; dan 3. Perbuatan melawan hukum . Apabila dilihat dari pidana, biasanya yang dilakukan adalah melakukan tuntutan pidana berdasarkan “perbuatan tidak menyenangkan” yang diatur dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana , yaitu: “Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;” (Penjelasan selengkapnya mengenai perbuatan tidak menyenangkan, Anda dapat simak artikel Perbuatan Tidak Menyenangkan ). Dalam kasus Anda, tindakan ibu mertua Anda menghalang-halangi Anda untuk tidak bertemu dengan anak Anda yang (mungkin) menggunakan perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap Anda, dapat dianggap melakukan perbuatan tidak menyenangkan yang terdapat dalam pasal ini. Sehingga Anda dapat melakukan penuntutan kepada ibu mertua Anda. Namun, seperti dijelaskan dalam artikel yang ditulis Muhammad Joni yang berjudul Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak ) , orangtua seharusnya memikirkan bagaimana kondisi anak dan apa yang terbaik bagi anak, sehingga lebih disarankan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana uu perlindungan anak perbuatan tidak menyenangkan perbuatan melawan hukum" }
{ "from": "human", "value": "Perusahaan air minum kemasan menjual  air minum kemasan botol dengan ukuran 350ml. Pas diukur dihitung cuma 300ml. Apa itu ada hukumnya? Sebagai konsumen saya dirugikan dong." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Pada dasarnya, berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”) , perlindungan konsumen adalah segala upaya untuk menjamin kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perusahaan air minum yang Anda maksud dapat disebut sebagai p elaku usaha , yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi . [1] Air minum kemasan botol ukuran 350ml yang dijual sebagaimana Anda ceritakan termasuk ke dalam definisi b arang , yaitu setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak , dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. [2] Dalam menjual air minum dalam kemasan botol tersebut, pelaku usaha memiliki hak sebagai berikut: [3] hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu pelaku usaha juga berkewajiban: [4] beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Hak dan Kewajiban Konsumen Setiap orang yang menjadi pemakai (yang mengkonsumsi air minum tersebut), dikenal dengan sebutan k onsumen . [5] Jika Anda sebagai konsumen, maka Anda memiliki hak: [6] hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa ; hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya ; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Adapun kewajiban Anda sebagai konsumen ialah: [7] membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Air Minum Kemasan Tidak Sesuai Takaran Dalam Bab IV UU 8/1999 dijelaskan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yang diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17. Khusus untuk kasus Anda, dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b UU 8/1999 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut . Pelaku usaha yang melakukan melanggar larangan di atas, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Menteri Perdagangan (“Mendag”) dan menteri teknis juga berwenang menarik barang dan/atau jasa tersebut dari peredaran. [8] Terhadap pelaku usaha yang menjual air minum dalam kemasan yang tidak sesuai dengan isi bersih atau netto sebagaimana tercantum di label, maka dianggap telah melakukan pelanggaran tersebut. Konsekuensinya dikenakan sanksi dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar, terhadap sanksi pidana tersebut, dapat pula dijatuhi hukuman tambahan berupa: [9] perampasan barang tertentu; pengumuman keputusan hakim; pembayaran ganti rugi ; perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau pencabutan izin usaha. Anda sebagai konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. [10] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen . [1] Pasal 1 angka 3 UU 8/1999 [2] Pasal 1 angka 4 UU 8/1999 [3] Pasal 6 UU 8/1999 [4] Pasal 7 UU 8/1999 [5] Pasal 1 angka 2 UU 8/1999 [6] Pasal 4 UU 8/1999 [7] Pasal 5 UU 8/1999 [8] Pasal 8 ayat (4) dan Penjelasan Pasal 8 ayat (4) jo. Pasal 1 angka 13 UU 8/1999 [9] Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 63 UU 8/1999 [10] Pasal 45 ayat (1) UU 8/1999 hukumonline google air online label kemasan hukum air minum perlindungan konsumen" }
{ "from": "human", "value": "Selamat sore saya mau tanya mengenai indikasi geografis (IG) di suatu daerah temanggung dan Wonosobo. Jadi daerah tersebut sudah mendapat hak IG kopi Java Sindoro-Sumbing. Tahun 2014. Nahh fenomena yang sekarang muncul adalah anggota kelompok MPIG tersebut mengolah kopi dan memasarkan kopi dengan merek/brand pribadinya masing-masing, jadi bukan pakai nama produk IG kopi Java Sindoro-sumbing. Merek dengan logo IG Java Sindoro-sumbing itu hanya dipakai seperti lambang logo halal MUI di ruang kecil kemasan. Pertanyaannya, apakah produk dari anggota MPIG itu mendapat perlindungan hukum jika terjadi pemalsuan produk/pemboncengan produk dari masing-masing merek tersebut? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan anda. Pertama kita harus membahas perbedaan antara Merek dengan Indikasi Geografis. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis ( “ UU MIG ” ) , Merek didefinisikan sebagai berikut: Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Sementara itu, Indikasi Geografis didefinisikan dalam Pasal 1 angka 6 UU MIG sebagai berikut: Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Jadi perbedaan yang sangat jelas antara Merek dengan Indikasi Geografis adalah: Merek Menunjukkan barang atau jasa yang berasal dari perusahaan tertentu; Dapat dilisensikan kepada siapapun dan di manapun. Indikasi Geografis Menunjukkan barang yang berasal dari tempat tertentu; Dapat digunakan oleh siapa saja di daerah asal, yang memproduksi barang sesuai dengan standar yang ditentukan, tetapi karena hubungannya dengan tempat asal, Indikasi Geografis tidak dapat dilisensikan kepada seseorang di luar tempat itu atau bukan milik kelompok produsen resmi. UU MIG mengatur bahwa Pemakai Indikasi Geografis adalah pihak yang mendapat izin dari pemegang Hak atas Indikasi Geografis yang terdaftar untuk mengolah dan/atau memasarkan barang dan/atau produk Indikasi Geografis. [1] Hak atas Indikasi Geografis adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemegang hak Indikasi Geografis yang terdaftar, selama reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya pelindungan atas Indikasi Geografis tersebut masih ada. [2] Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari laman resmi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual , Hak atas Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing dipegang oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Arabika Java Sindoro-Sumbing (“MPIG-KAJSS”). MPIG-KAJSS adalah suatu kelompok masyarakat yang memiliki visi dan misi yang sama dalam upaya melindungi kopi mereka. Memiliki anggota para kelompok tani kopi di kawasan Sindoro-Sumbing dan data anggotanya pun diperbaharui secara berkala. Keanggotaan MPIG-KAJSS ini tentunya sukarela. MPIG-KAJSS sebagai Pemegang Hak Indikasi Geografis memiliki tanggung jawab untuk memastikan agar reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan tetap terjaga. Tentunya Pemegang Hak Indikasi melalukan langkah-langkah pula untuk menjaga agar tidak terjadi pelanggaran atas Indikasi Geografis yang dimilikinya. Sesuai dengan Pasal 61 UU MIG , Indikasi Geografis dilindungi selama terjaganya reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar diberikannya pelindungan Indikasi Geografis pada suatu barang, dan Indikasi Geografis dapat dihapus jika tidak dipenuhinya ketentuan reputasi, kualitas, dan karakteristik serta bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum. Terkait dengan pertanyaan Anda mengenai akibat hukum yang timbul apabila anggota dari MPIG-KAJSS tidak menggunakan Indikasi Geografis pada kopi yang mereka produksi, dapat disampaikan bahwa tidak ada akibat hukum apapun dengan tidak digunakannya Indikasi Geografis pada kopi yang diproduksi para petani. Para petani kopi tetap bebas memiliki Merek mereka sendiri di samping adanya Indikasi Geografis, karena fungsi Merek dan Indikasi Geografis memang berbeda. Merek dipakai untuk membedakan produk kopi yang dimilki seseorang dengan petani kopi lainnya, sementara Indikasi Geografis dipakai untuk menunjukkan asal tempat kopi tersebut. Yang harus menjadi perhatian penuh para petani kopi justru menjaga agar Mereknya tidak dilanggar oleh pihak lain. Jadi, apabila seorang petani kopi misalnya telah memiliki Merek kopi yang terdaftar, apabila ada pihak lain yang ingin menggunakan merek tersebut, maka pihak lain tersebut wajib mendapatkan lisensi dari pemilik Merek kopi yang sudah terdaftar tersebut. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis . Referensi : Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual , diakses pada tanggal 10 Juli 2019, pukul 15.10 WIB. [1] Pasal 1 angka 10 UU MIG [2] Pasal 1 angka 7 UU MIG hukumonline kekayaan intelektual" }
{ "from": "human", "value": "Pada tahap pendirian PT, tahap pengesahan adalah agar PT dapat memperoleh status badan hukum, namun PT baru menjadi badan hukum yang sempurna apabila sudah sampai tahap pendaftaran dan pengumuman. Bagaimanakah wewenang dan tanggung jawab direksi pada PT yang telah mendapatkan pengesahan tetapi belum melalui tahap pendaftaran dan pengumuman?" }
{ "from": "gpt", "value": "Ulasan : Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “ wewenang & tanggung jawab direksi PT ” yang dibuat oleh Bung Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 24 Juni 2005. Terima kasih atas pertanyaan Anda. Persoalan tentang Perseroan Terbatas (“PT”) diatur secara lengkap dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”) dan beberapa aturan pelaksanaannya. PT diartikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU PT serta peraturan pelaksanaannya. [1] Sebagai badan hukum, PT tersebut harus didirikan berdasarkan perjanjian. Artinya, harus ada sekumpulan orang yang sepakat untuk mendirikan suatu usaha bersama yang berbadan hukum dengan bentuk PT. Agar suatu PT dapat menjalankan fungsinya sebagai rechtpersoon , ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhinya, antara lain: Para pendiri harus mendirikan PT berdasarkan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia, akta pendirian tersebut mencakup pula anggaran dasar dari PT yang bersangkutan dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian PT. [2] Pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui AHU Online untuk mendapatkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum PT paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. [3] Setelah mendapat surat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM, Direksi mendaftarkan PT (beserta akta pendirian) tersebut dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dijawibkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (“UU 3/1982”) . [4] Menteri mengumumkan akta pendirian beserta Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum PT dalam Tambahan Berita Negara. [5] Berdasarkan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-02.AH.01.01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengumuman Perseroan Terbatas dalam Berita Negara dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (“Permenkumham 2010”) pengumuman tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak: tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan status badan hukum Perseroan diterbitkan; tanggal Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan diterbitkan; dan/atau pemberitahuan akta perubahan anggaran dasar Perseroan diterima. Bila suatu PT sudah mendapat Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum PT namun belum melakukan proses pendaftaran dan pengumuman, jika kita melihat aturan sebelumnya dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (“UU 1/1995”) , bahwa Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Namun aturan tersebut tidak ditemukan dalam UU PT yang berlaku saat ini. Tidak sampai disitu, nyatanya terdapat sanksi pidana apabila sengaja atau karena kelalaiannya tidak mendaftarkan perusahannya dalam Pasal 32 UU 3/1982 berikut: Barang siapa yang menurut Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan. Apabila tindak pidana di atas dilakukan oleh suatu badan hukum, penuntutan pidana dikenakan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus atau pemegang kuasa dari badan hukum itu. [6] Simak juga artikel Besaran Modal Dasar Pendirian PT dan Rincian Biaya Notarisnya . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-02.AH.01.01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengumuman Perseroan Terbatas dalam Berita Negara dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Referensi : AHU Online , diakses pada tanggal 24 Mei 2019, pukul 14.20 WIB. [1] Pasal 1 angka 1 UU PT [2] Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) UU PT [3] Pasal 7 ayat (4) jo. Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 10 ayat (1) UU PT [4] Pasal 5 ayat (1) UU 3/1982 [5] Pasal 30 ayat (1) huruf a UU PT [6] Pasal 35 ayat (1) UU 3/1982 pendirian pt pt hukumonline rups klinik hukumonline perusahaan direksi sanksi" }
{ "from": "human", "value": "Selamat siang semua, ada yang mau saya tanyakan di situs ini. Saya punya teman yang kuliah di salah satu PTS di Denpasar dan sudah menyelesaikan pendidikannya serta telah menyelesaikan segala kewajibannya sebagai mahasiswa baik akademik maupun administrasi, serta telah di-yudisium dan diwisuda. Namun, sampai saat ini belum diperkenankan mengambil ijazah karena adanya syarat tambahan yaitu harus kerja bakti selama 12 hari dengan durasi 9 jam sehari. Apakah ada dasar hukum bagi rektor untuk menahan ijazah mahasiswa karena tidak melaksanakan kerja bakti?" }
{ "from": "gpt", "value": "Sesuai ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”), “ Perguruan tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi. ” Kepada mahasiswa atau peserta didik kemudian diberikan ijazah sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi ( Pasal 61 ayat [2] UU Sisdiknas ) . KLINIK TERKAIT Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Memang Boleh? 09 Agt 2023 Yang Harus Dilakukan Jika Punya Akta Kelahiran Ganda 18 Jun 2021 Sudah Mengundurkan Diri Tapi Ditahan Perusahaan 02 Feb 2012 Ancaman Hukuman Buat Pengguna Ijazah Palsu 26 Nov 2011 Pada dasarnya, syarat kelulusan program pendidikan diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa (“Kepmendiknas 232/2000”) yakni ditetapkan dalam Pasal 14 sebagai berikut: Pasal 14 (1). Syarat kelulusan program pendidikan ditetapkan atas pemenuhan jumlah SKS yang disyaratkan dan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimum . (2). Perguruan tinggi menetapkan jumlah SKS yang harus ditempuh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan berpedoman pada kisaran beban studi bagi masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8. (3). IPK minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi, sama atau lebih tinggi dari 2,00 untuk program sarjana dan program diploma, dan sama atau lebih tinggi dan 2,75 untuk program magister. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah memenuhi syarat kelulusan sesuai dengan beban studi pada program yang diikuti. Juga atas hasil belajarnya telah dilakukan ujian-ujian berupa ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian akhir program studi, ujian skripsi atau ujian tesis atau ujian disertasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 Kepmendiknas 232/2000 . Maka seharusnya, mahasiswa tersebut telah dapat dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Seperti yang telah Anda sebutkan bahwa Anda telah menyelesaikan segala kewajiban Anda sebagai mahasiswa baik secara akademik maupun secara administrasi. Juga, telah melalui yudisium dan wisuda, sudah seharusnya Anda mendapatkan ijazah sebagai tanda kelulusan Anda. Terutama hal ini dibuktikan dengan Anda telah melalui yudisium dan wisuda. Yudisium menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penentuan nilai (lulus) suatu ujian sarjana lengkap (di perguruan tinggi) . Jika melihat dari definisi tersebut, maka ketentuan tentang yudisium diatur dalam Pasal 15 Kepmendiknas 232/2000 : Pasal 15 (1) Predikat kelulusan terdiri atas 3 tingkat yaitu: memuaskan, sangat memuaskan, dan dengan pujian, yang dinyatakan pada transkrip akademik. (2) IPK sebagai dasar penentuan predikat kelulusan program sarjana dan program diploma adalah: a. IPK 2,00 - 2,75 : memuaskan; b. IPK 2,76 - 3.50 : sangat memuaskan; c. IPK 3.51 - 4,00 : dengan pujian. (3) Predikat kelulusan untuk program magister: a. IPK 2,75 - 3,40 : memuaskan; b. IPK 3.41 - 3,70 : sangat memuaskan: c. IPK 3,71 - 4,00 : dengan pujian. (4) Predikat kelulusan dengan pujian ditentukan juga dengan memperhatikan masa studi maksimum yaitu n tahun (masa studi minimum) ditambah 1 tahun untuk program sarjana dan tambah 0,5 tahun untuk program magister. (5) Predikat kelulusan untuk program doktor diatur oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Jadi, karena Anda telah memenuhi syarat kelulusan, telah ditentukan lulus dan telah diwisuda, Anda berhak memperoleh ijazah Anda tanpa harus melakukan kerja bakti tersebut. Tidak ada dasar hukum bagi rektor untuk menahan ijazah mahasiswa karena tidak melaksanakan kerja bakti tersebut. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : 1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ; 2. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa." }
{ "from": "human", "value": "Saya mau menanyakan, apakah ada aturan yang mengatur mengenai larangan bagi pihak yang berwajib untuk masuk ke suatu institusi pendidikan seperti kampus, apabila terjadi aksi demonstrasi yang berujung kericuhan atau adanya aksi tawuran antar mahasiswa? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Kami asumsikan, yang Anda maksud dengan “pihak yang berwajib” adalah kepolisian. Mengenai hal yang Anda tanyakan, sebelumnya perlu diketahui bahwa f ungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU 2/2002”) . Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertugas melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan (lihat Pasal 14 ayat [1] huruf a UU 2/2002 ). KLINIK TERKAIT Perbuatan yang Termasuk Delik Penistaan Agama 24 Apr 2024 Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Memang Boleh? 09 Agt 2023 Polisi Melakukan Tindak Pidana, Begini Proses Peradilannya 24 Agt 2022 Kewenangan Polri Menindak Demo Anarkis di Kampus 20 Jan 2022 Berkaitan dengan aksi demontrasi/unjuk rasa di institusi pendidikan/kampus, dapat kita lihat pengaturannya dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (“UU 9/1998”). Unjuk rasa atau demonstrasi merupakan salah satu bentuk penyampaian pendapat di muka umum (lihat Pasal 9 ayat [1] huruf a UU 9/1998 ). Dalam Pasal 10 UU 9/1998 sebenarnya telah ditegaskan bahwa penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri ( ayat [1] ), dan diterima oleh Polri setempat selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai ( ayat [3] ). Namun, pemberitahuan secara tertulis ini tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan ( ayat [4] ). Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Surat pemberitahuan tersebut memuat ( Pasal 11 UU 9/1998 ): a. maksud dan tujuan; b. tempat, lokasi, dan rute; c. waktu dan lama; d. bentuk; e. penanggung jawab; f. nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; g. alat peraga yang dipergunakan; dan atau h. jumlah peserta. Setelah menerima surat pemberitahuan tersebut, Polri wajib ( Pasal 13 ayat [1] UU 9/1998 ): a. segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan; b. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum; c. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat; d. mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute. Dan dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum (dalam hal ini demonstrasi), Polri bertanggung jawab ( Pasal 13 ayat [2] dan [3] UU 9/1998 ): a. memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum; b. menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dengan demikian, dari ketentuan-ketentuan di atas, tidak ada larangan bagi Polri untuk masuk ke suatu institusi pendidikan seperti kampus, apabila terjadi aksi demo n strasi yang berujung kericuhan atau adanya aksi tawuran antar-mahasiswa. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ; 2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia . Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum , atau facebook Klinik Hukumonline ." }
{ "from": "human", "value": "Apakah ada contoh kasus di mana pemegang Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah tidak menyetujui perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) yang ada sebelumnya di atas tanah HPL tersebut, di mana yang kondisinya saat ini tanah HGB di atas HPL tersebut telah menjadi tanah bersama dari suatu rumah susun/apartemen yang telah banyak dibeli oleh konsumen? Apakah atas setiap permohonan perpanjangan HGB di atas HPL tersebut pasti akan disetujui oleh pemegang HPL? Bagaimana nasib SHMSRS milik para pembeli unit rumah susun/apartemen tersebut apabila perpanjangan sertipikat HGB di atas HPL tersebut tidak disetujui? Terima kasih atas bantuannya." }
{ "from": "gpt", "value": "Untuk kasus yang anda tanyakan, contohnya ada pada kasus Apartemen Mangga Dua Court (“MDC”). Pada apartemen ini, apartemennya dibangun pada tanah Hak Guna Bangunan (“HGB”) yang berada di atas Hak Pengelolaan (“HPL”). Ini yang kemudian menimbulkan sengketa antara perhimpunan penghuni Apartemen MDC dengan pengembangnya, PT Duta Pertiwi, Tbk (lihat dalam artikel “ Saling Sikat di Mangga Dua ” dan “ Secercah Harapan Bagi Penghuni Apartemen Mangga Dua ”). Di atas HPL memang bisa diberikan hak atas tanah, termasuk HGB. Menurut pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya , penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah HPL kepada pihak ketiga oleh pemegang HPL wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang HPL dan pihak ketiga yang antara lain memuat tentang jangka waktu pemberian hak atas tanah tersebut serta kemungkinan untuk memperpanjangnya . KLINIK TERKAIT Syarat dan Biaya Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli 25 Jun 2024 Jangka Waktu HGB Berakhir, Bagaimana Nasib Kepemilikan Apartemen? 04 Jul 2023 Strata Title untuk Commercial Area 15 Okt 2010 HGB di atas tanah HPL diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang HPL (lihat pasal 26 ayat [3] PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah/”PP 40/1996” ). Jadi, untuk perpanjangan/pembaruan HGB tersebut memang harus atas persetujuan pemegang HPL. Akan tetapi, tidak ada jaminan permohonan perpanjangan HGB di atas HPL tersebut pasti akan disetujui oleh pemegang HPL. Jika pemegang HPL tidak memberikan persetujuan, maka jangka HGB tidak diperpanjang/diperbarui. Ini artinya jangka waktu HGB-nya berakhir, dan HGB-nya hapus. Hal ini sesuai dengan pasal 35 ayat (1) huruf a PP 40/1996 , yang menyatakan bahwa salah satu alasan hapusnya HGB adalah berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya. T anah yang bersangkutan kembali ke dalam penguasaan sepenuhnya dari pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan (lihat pasal 36 ayat [2] PP 40/1996 ). Mengenai pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (“HMSRS”) yang dibangun di tanah HGB di atas HPL, sepanjang pengetahuan kami belum ada peraturan yang mengatur secara jelas bagaimana status HMSRS-nya jika HGB tersebut habis masa berlakunya. P akar hukum agraria Boedi Harsono dalam persidangan kasus Apartemen MDC pernah berpendapat bahwa pemilik apartemen masih berhak atas sertifikat yang dimilikinya. Persoalannya adalah apakah perusahaan yang memelihara gedung itu bersedia membayar ganti rugi kepada para pemilik unit apartemen yang memegang sertifikat, apabila nanti terjadi keadaan memaksa ( force majeur ) atas apartemen tersebut. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Demikian penjelasan kami, semoga berguna. Dasar hukum : 1. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya" }
{ "from": "human", "value": "Dengan adanya pasal 16 UU Advokat, advokat tidak bisa dituntut pidana dan perdata jika menjalankan tugasnya di persidangan. Tetapi, pada kenyataannya banyak yang menggunakan pasal ini untuk melakukan kejahatan terhadap kliennya, bahkan sebelum melakukan tugasnya di persidangan. Apakah benar pasal ini begitu? Susah sekali untuk meminta keterangan notaris dalam perkara tindak pidana, harus lewat dewan pengawaslah. Meski sudah dilakukan sesuai prosedur, tetapi surat jawaban lama sekali keluar, bisa diberikan 1 abad kemudian. Kalau gitu saya mau deh jadi advokat dan notaris meski harus bayar berapa saja." }
{ "from": "gpt", "value": "Hak imunitas advokat Ketentuan dalam pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) lebih populer disebut dengan ketentuan imunitas profesi advokat. Lengkapnya berbunyi “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.” Pasal 16 UU Advokat berakar pada beberapa norma yang berlaku universal. Merujuk pada buku “ Advokat Mencari Legitimasi ” terbitan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia yang didukung oleh The Asia Foundation, setidaknya ada tiga norma internasional yang memuat ketentuan imunitas profesi advokat. Pertama, Basic Principles on the Role of Lawyers yang merekomendasi kepada negara-negara anggota PBB untuk memberikan perlindungan terhadap advokat dari hambatan-hambatan dan tekanan dalam menjalankan fungsinya. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Kedua, International Bar Association Standards. Pada butir delapan disebutkan “seorang advokat tidak boleh dihukum atau diancam hukuman, baik itu hukum pidana, perdata, administratif, ekonomi maupun sanksi atau intimidasi lainnya dalam pekerjaan membela dan memberi nasehat kepada kliennya secara sah” . Ketiga, Deklarasi yang dibacakan pada World Conference of the Independence of Justice di Kanada, 1983. Dalam Deklarasi dinyatakan bahwa harus ada sistem yang adil dalam administrasi peradilan yang menjamin independensi advokat dalam melaksanakan tugas profesionalnya tanpa adanya hambatan, pengaruh, pemaksaan, tekanan, ancaman atau intervensi. Dari ketiga norma internasional di atas, benang merah yang dapat disimpulkan adalah hak imunitas ini semata bertujuan untuk melindungi advokat dalam menjalankan fungsi profesinya, khususnya terkait pembelaan dan pemberian nasehat kepada klien . Hal ini secara tegas juga disebutkan dalam pasal 16 UU Advokat, khususnya pada frasa “…. dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan”. Dibandingkan tiga norma internasional yang disebutkan tadi, pasal 16 UU Advokat “mempersempit” lingkup tindakan advokat yang dapat dilindungi yakni “tindakan dalam sidang pengadilan”. Pada bagian penjelasan, “dalam sidang pengadilan” didefinisikan “sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan” . Pada frasa itu juga dicantumkan satu syarat penting bilamana hak imunitas dapat diterapkan. Syarat itu adalah itikad baik . Penjelasan pasal 16 UU Advokat menyatakan “itikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya . Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hak imunitas memang dibutuhkan, tetapi penggunaannya tidak bisa sesuka hati. Norma internasional maupun nasional menyebutkan beberapa syarat definitif yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan hak imunitas. Dua syarat yang utama adalah tindakan advokat tersebut terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya . Selain itu, tindakan itu juga harus didasari itikad baik yang secara sederhana dapat didefinisikan “tindakan yang tidak melanggar hukum” . Pada prakteknya, hak imunitas memang kerap “dimanfaatkan” sebagai tameng oleh advokat yang tersangkut masalah hukum. Tepat atau tidak penerapan hak imunitas advokat dapat diuji merujuk pada norma internasional dan nasional yang berlaku. Yang pasti, tindakan advokat yang membantu kliennya memenangkan perkara dengan cara “tidak halal” (baca: melanggar hukum) tidak dapat berlindung di balik hak imunitas advokat. Proses pemanggilan notaris Berbeda dengan advokat, notaris tidak mempunyai hak imunitas. Namun demikian, notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (pasal 16 huruf e UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau UUJN). Oleh karena itulah, UUJN dan peraturan pelaksananya mengatur secara khusus prosedur untuk memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris untuk kepentingan proses peradilan. Dalam pasal 66 UUJN diatur bahwa; (1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. (2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan. Majelis Pengawas Daerah wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan pemanggilan notaris untuk kepentingan proses peradilan (pasal 18 ayat [1] Permen Hukum dan HAM No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris ). Kemudian, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka Majelis Pengawas Daerah dianggap menyetujui (pasal 18 ayat [2] Permen Hukum dan HAM No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007). Jadi, demikianlah proses pemanggilan notaris untuk kepentingan perkara pidana. Majelis Pengawas Daerah telah diberikan tenggat waktu untuk memberikan jawaban atas permohonan pemanggilan notaris. Apabila tenggat tersebut tidak terpenuhi, maka Majelis Pengawas demi hukum dianggap menyetujui. Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat 2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 3. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris" }
{ "from": "human", "value": "Beberapa saat yang lalu istri saya secara diam-diam direkam oleh seseorang. Kemudian video tersebut disebarkan oleh oknum pengacara di media sosial dan dibuat viral dengan berbagai narasi yang mengatakan bahwa istri saya maling. Bahkan parahnya, ia juga mengatai istri saya “wanita booking-an” dan dilecehkan secara seksual oleh berbagai warganet. Sekedar info, istri saya tidak melakukan pelanggaran hukum apapun, tetapi ternyata ada aturan internal di grup komunitas yang diikuti pengacara itu yang ternyata tidak suka dengan tindakan istri saya, itulah yang dijadikan alasan mereka mem-viralkan istri saya. Berbagai pihak sudah mengingatkan pengacara tersebut, sayangnya dia malah menantang tanpa rasa bersalah sama sekali. Bahkan di grup komunitas, dia dengan berani menulis dengan kata-kata menantang saya. Sebagai suami, saya tidak terima istri saya dilecehkan, tetapi oknum pengacara ini merasa mengerti hukum sehingga membenarkan tindakannya. Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk mendapatkan keadilan bagi istri saya? Di sisi lain, advokat tersebut merasa kebal hukum dan dilindungi hak imunitas. Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Istilah Pengacara dan Advokat Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) , advokat merupakan orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU Advokat. Pengacara merupakan sebutan lain yang banyak digunakan bagi profesi advokat. Kesamaan antara keduanya dapat Anda simak dalam definisi advokat yang tercantum dalam Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”) . Pasal 1 huruf a KEAI berbunyi: Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara , Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum. Dengan demikian, jelas bahwa pengacara merupakan suatu profesi yang juga tunduk pada UU Advokat dan KEAI. Guna menyeragamkan peristilahan dengan UU Advokat, maka kami akan menggunakan istilah advokat dalam jawaban ini. Advokat Kebal Hukum? Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan . [1] Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan kliennya di luar sidang pengadilan dan dalam mendampingi kliennya pada dengar pendapat di lembaga perwakilan rakyat. [2] Di sisi lain, dalam Pasal 16 UU Advokat juga menyebutkan: Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan . Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 memberi catatan bahwa Pasal 16 UU Advokat di atas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan”. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan “iktikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Sementara “sidang pengadilan” adalah sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan peradilan. [3] Mengutip artikel yang berjudul Benarkah Pengacara itu Kebal Hukum? , Luhut M.P Pangaribuan , menjelaskan bahwa jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang advokat, maka hak imunitas atau kekebalan hukum advokat itu tidak berlaku , misalnya dengan cara-cara melanggar hukum. Dengan demikian, menurut hemat kami, kekebalan hukum bagi advokat tidak berlaku dalam setiap situasi sebagaimana yang Anda khawatirkan. Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik oleh Advokat Di dalam pertanyaan, Anda tidak menyebutkan dengan jelas mengenai jenis video apa yang direkam oleh advokat tersebut serta “aturan internal di grup komunitas”. Untuk menyederhakankannya, kami akan berfokus pada narasi video yang telah tersebar dan bersifat menghina dan/atau mencemarkan nama baik istri Anda. Menurut hemat kami, tindakan yang dilakukan advokat dalam kasus Anda boleh jadi telah melanggar sejumlah ketentuan dalam UU Advokat dan KEAI. KEAI mengatur bahwa advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat ( officium nobile ). Selain itu, advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat. [4] Selain itu, penghinaan di media sosial juga dapat dijerat dengan ketetuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”). Pasal 27 ayat (3) UU ITE melarang: Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik . Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. [5] Tindakan Terhadap Advokat Advokat yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela dapat dikenai tindakan. [6] Jenis tindakan yang dikenakan terhadap advokat dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesinya selama tiga sampai 12 bulan, dan pemberhentian tetap dari profesinya. [7] Pengaduan terhadap advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar KEAI harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota. [8] Sebagaimana diuraikan oleh Juliandy Tasdo Marbun dalam artikel Prosedur Pemanggilan Advokat yang Diduga Melanggar Hukum , proses pemeriksaan maupun sanksi yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, tidak serta merta menghapus tindak pidana yang dilakukan oleh pengacara tersebut . Oleh karena itu, advokat tetap dapat dituntut secara pidana atas tindak pidana yang dilakukannya. Sebagai kesimpulan, kami meluruskan bahwa kebal hukum yang dimiliki advokat adalah kebal hukum saat dia menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan, bukan kebal hukum dalam arti bebas dari tuntutan pidana yang ia lakukan. Advokat yang melakukan tindak pidana, tetap dapat dikenai tindakan, baik oleh Dewan Kehormatan maupun dituntut di muka pengadilan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Kode Etik Advokat Indonesia [1] Pasal 15 UU Advokat [2] Penjelasan Pasal 15 UU Advokat [3] Penjelasan Pasal 16 UU Advokat [4] Pasal 3 huruf g dan h KEAI [5] Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 [6] Pasal 6 huruf e UU Advokat [7] Pasal 7 ayat (1) UU Advokat [8] Pasal 12 ayat (1) KEAI hukumonline uu advokat hak imunitas penghinaan advokat uu ite profesi hukum pencemaran nama baik pengacara" }
{ "from": "human", "value": "Kawan saya pernah menjadi seorang ahli dan telah memberikan keterangan ahli dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pemberian keterangan ahli adalah atas permintaan Jaksa/Penuntut Umum. Pertanyaan saya adalah, apakah boleh seorang ahli memperoleh salinan putusan atas kasus terkait dan apakah dasar hukumnya? Dalam arti meminta langsung ke Pengadilan/Panitera. Terima kasih atas perhatiannya." }
{ "from": "gpt", "value": "Intisari: Secara umum, yang dapat memperoleh salinan putusan pengadilan adalah para pihak serta masyarakat umum. Masyarakat umum dapat memperoleh fotokopian atau naskah elektronik dari salinan putusan tersebut dengan membayar biaya tertentu. Dalam ketentuan hukum acara pidana (untuk perkara pidana), salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik , sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan. Selain itu, salinan surat putusan pengadilan boleh diberikan kepada orang lain (misalnya saksi korban) dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dan permintaan tersebut. Kawan Anda sebagai orang yang memberikan keterangan ahli dalam persidangan, dalam hal ini pada dasarnya dapat memperoleh salinan putusan pengadilan, yaitu termasuk sebagai “orang lain”, dengan seizin ketua pengadilan. Namun, perlu diingat bahwa sebagai masyarakat umum, kawan Anda juga dapat memperoleh salinan putusan berupa fotokopian atau naskah elektronik dari salinan putusan dengan mengajukan permohonan ke pengadilan terkait. Penjelasan lebih lanjut, dapat disimak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Pihak yang dapat Memperoleh Salinan Putusan Pengadilan Anda mengatakan bahwa kawan Anda dihadirkan sebagai ahli oleh pihak penuntut umum, sehingga kami asumsikan bahwa persidangan tersebut adalah persidangan perkara pidana. Pasal 52A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (“UU 49/2009”) mengatur sebagai berikut: Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan. Pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan. Apabila pengadilan tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ketua pengadilan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penjelasan Pasal 52A UU 49/2009 menyebutkan bahwa dalam hal salinan putusan tidak disampaikan, ketua pengadilan yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Ketua Mahkamah Agung. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik . Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka pihak-pihak yang dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan adalah masyarakat umum dan para pihak . Pemberian salinan putusan kepada masyarakat umum dan para pihak yang berperkara adalah kewajiban bagi pengadilan. Penjelasan lebih lanjut dapat disimak dalam artikel Bolehkah Meminta Salinan Putusan Pengadilan? Bagi masyarakat umum , meskipun tidak dapat meminta salinan putusan resmi, akses informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52A UU 49/2009 dapat dilakukan dengan meminta fotokopi maupun naskah elektronik dari salinan putusan tersebut. Hal ini diatur dalam ketentuan huruf C. 2. 1 Lampiran I Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan (“SK KMA 1-144/2011”) . Permintaan fotokopi maupun naskah elektronik tersebut akan dikenakan biaya. Hal ini diatur dalam Huruf D Lampiran I SK KMA 1-144/2011 yang menyatakan: Biaya perolehan informasi dibebankan kepada Pemohon. Biaya perolehan informasi sebagaimana dimaksud butir 1 terdiri atas biaya penggandaan (misalnya fotokopi) informasi yang dimohonkan serta biaya transportasi untuk melakukan penggandaan tersebut. Biaya penggandaan sebagaimana dimaksud butir 2 adalah biaya riil yang ditetapkan oleh penyedia jasa pelayanan penggandaan. Atasan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) menetapkan biaya riil transportasi untuk melakukan penggandaan informasi sebagaimana dimaksud butir 2 dengan memperhatikan kondisi wilayah, dalam hal biaya tersebut diperlukan (misalnya lokasi penyedia jasa pelayanan penggandaan jauh dari Pengadilan). Terhadap permohonan informasi mengenai penggandaan putusan atau penetapan tidak dikenakan biaya leges (meterai tempel, red) karena yang dapat diberikan kepada pemohon bukan merupakan salinan resmi . Terkait dengan pemberian salinan putusan kepada para pihak yang diatur dalam Pasal 52A UU 49/2009, Pasal 226 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP\") mengatur lebih lanjut syarat pemberian salinan putusan dalam hukum acara pidana sebagai berikut: Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan; Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik , sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumya diberikan atas permintaan; Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dan permintaan tersebut. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali ) (hal. 393-394) memberikan penjelasan mengenai pasal tersebut. Menurut Yahya Harahap, pemberian salinan putusan kepada penuntut umum dan penyidik merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan pengadilan . Sedangkan pemberian salinan putusan kepada terdakwa atau penasihat hukum adalah bersifat “fungsional dalam arti sempit”. Maksudnya, pengadilan baru berkewajiban untuk memberikan salinan putusan kepada terdakwa atau penasihat hukum apabila ada permintaan dari terdakwa atau penasihat hukumnya, namun tidak dilarang untuk memberikan tanpa ada permintaan. Kemudian, mengenai pemberian salinan putusan kepada “orang lain” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (3) KUHAP, Yahya Harahap menyatakan yang dimaksud dengan “orang lain” adalah pihak ketiga atau “orang ketiga yang berkepentingan” di luar terdakwa atau penasihat hukum . Misalnya yang paling utama adalah saksi korban atau korban tindak pidana, atau para saksi pada umumnya . Bagi pihak ini, pemberian salinan putusan bersifat fakultatif. Maksudnya, salinan putusan baru dapat diberikan apabila ada permintaan dari pemohon dan izin Ketua Pengadilan. Izin tersebut diberikan setelah pengadilan mempertimbangkan dengan seksama apakah permintaan sangat relevan dan urgen bagi pihak yang memohon. Bolehkah Ahli Meminta Salinan Putusan? Oleh karena itu menurut hemat kami berdasarkan uraian di atas, ahli dapat disamakan kedudukannya dengan saksi korban sebagai “pihak ketiga” atau “orang lain” yang dimaksud dalam penjelasan Yahya Harahap terkait Pasal 226 ayat (3) KUHAP ini. Sehingga, ahli dapat meminta salinan putusan pengadilan dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan relevansi kawan Anda terhadap perkara dan seberapa urgen permintaannya. Namun, perlu diingat bahwa kawan Anda sebagai masyarakat umum juga dapat memperoleh fotokopian dari salinan putusan atau salinan elektroniknya dengan mengajukan permohonan ke pengadilan terkait. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan Referensi : Yahya Harahap. 2015. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika. ahli acara peradilan hukumonline google hukum acara pidana pengadilan hukum pidana putusan hukum klinik salinan putusan panitera klinik hukumonline keterangan ahli informasi publik pidana" }
{ "from": "human", "value": "Di surat utang ditulis apabila terjadi sesuatu hal sehingga debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya, maka tanggung jawab akan dialihkan kepada ahli waris atau wali keluarga. Apakah hal ini dapat dilaksanakan?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pemenuhan Kewajiban Ahli Waris Thd Hutang yang dibuat oleh Aisyah Rj Siregar , dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 18 Agustus 2009. KLINIK TERKAIT Sebab Penghalang Waris dalam Hukum Islam 30 Agt 2023 Hak Waris Anak Zina, Begini Ketentuan Hukumnya 22 Agt 2023 Haruskah Ahli Waris Membayar Tagihan Kartu Kredit Pewaris? 17 Jul 2023 Tata Cara Menjual Harta Waris Anak di Bawah Umur 06 Jul 2023 Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Dalam pertanyaan Anda tidak disebutkan dalam hal apa debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar utang. Namun karena dikaitkan dengan ahli waris, maka kami akan menjawab pertanyaan ini dalam hal debitur meninggal dunia apakah utang ditanggung ahli waris? Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Berdasarkan hukum waris menurut KUH Perdata , harta peninggalan (harta warisan) dari seseorang yang meninggal dunia meliputi aktiva dan pasiva, artinya baik utang maupun juga piutang diwariskan juga kepada para ahli waris. [1] Hal ini ditegaskan dalam Pasal 833 KUH Perdata yang berbunyi: Para ahli waris dengan sendirinya karena hukum mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal. Lebih lanjut, ahli waris pada dasarnya wajib untuk membayar utang dari pewaris. Hal ini diatur pula di dalam Pasal 1100 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan. Namun demikian, dalam hukum waris berdasarkan Pasal 1045 KUH Perdata , disebutkan bahwa tidak seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. Hal ini berkaitan dengan hak untuk berpikir bagi ahli waris sebagaimana diatur dalam Pasal 1023 KUH Perdata . Terkait dengan “Hak berpikir”, J. Satrio sebagaimana dikutip Bisakah Ahli Waris Menolak Warisan Utang? menjelaskan bahwa karena seorang ahli waris demi hukum memperoleh semua hak dan kewajiban si pewaris, maka ada konsekuensi yang tidak adil terhadap seseorang, sebab suatu warisan tidak selalu mempunyai saldo yang positif. Pasalnya, tidak tertutup kemungkinan jumlah utang pewaris melebihi aktiva pewaris. Lantas, bagaimana tanggung jawab ahli waris terhadap utang pewaris? Hal ini tergantung pada sikap seorang waris terhadap harta peninggalan (warisan), apakah ia akan menerima secara murni, menerima dengan catatan, atau menolak warisan. Apabila seorang waris menerima warisan secara murni , maka berakibat ia akan bertanggung gugat atas utang dari pewaris meskipun harta warisan yang diterimanya tidak mencukupi . Selanjutnya, apabila waris menerima warisan dengan catatan , maka ia turut bertanggung gugat sebatas harta warisan yang diterimanya . Namun, jika seorang waris menolak warisan , maka ia bukanlah waris dan penolakan ini harus dinyatakan secara tegas di kepaniteraan pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam dengan Pasal 1057-1058 KUH Perdata . Berdasarkan uraian di atas, menurut hukum waris berdasarkan KUH Perdata, para ahli waris bertanggung gugat atas utang dari pewaris, baik itu diperjanjikan atau dituliskan dalam surat utang maupun tidak , dengan catatan bahwa ahli waris menerima warisan secara murni. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata . REFERENSI:\n1. Ellyne Poespasari et.al . Kapita Selekta Hukum Waris Indonesia . Jakarta: Kencana, 2020. [1] Ellyne Poespasari et.al . Kapita Selekta Hukum Waris Indonesia . Jakarta: Kencana, 2020, hal. 12. ahli waris waris hukum waris" }
{ "from": "human", "value": "Saya adalah pengusaha travel agent di Bali yang pernah merasakan pahitnya ditekan dan dipaksa preman. Saya dipaksa menyerahkan surat izin perusahaan oleh preman yang dikirim oleh bekas partner usaha saya dengan selembar surat kuasa kepada preman tersebut. Perusahaan tersebut sudah bangkrut dan mempunyai banyak utang yang mana juga sudah saya bayarkan secara pribadi. Para partner tersebut tidak mau menempuh jalur hukum yang berlaku. Dengan datangnya preman tersebut malah membuat kerusuhan di kantor saya, sehingga membuat saya tidak dapat melanjutkan usaha dan merasa sangat terancam kehidupan pribadi saya sebagai manusia. Apakah ini melanggar hak asasi saya dan ke mana harus saya laporkan? Sedangkan waktu preman tersebut datang membuat kerusuhan di rumah/kantor saya sudah saya laporkan kepada polisi, datang dan membawa preman tersebut ke kantor polisi dan saya malah dianjurkan untuk damai dengan membuat surat perjanjian damai dengan preman tersebut. Berselang beberapa hari mereka datang lagi dengan orang yang berlainan tapi geng yang sama. Apa yang dapat saya perbuat dan kenapa mesti saya laporkan? Apakah di Bali ada Komnas HAM dan di mana alamatnya? Mohon tuntunan dan informasi agar saya dapat hidup aman dan bekerja dengan benar, tidak dengan ketakutan di bumi Bali yang terkenal dengan aman. Untuk berusaha malah penuh dengan preman yang tidak mau tahu dengan hukum yang berlaku, sebagai pengusaha travel setelah pahitnya bom, kini mesti menghadapi pahitnya diteror oleh preman. Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih untuk pertanyaan yang telah Saudara sampaikan. Sebelumnya, kami menyampaikan rasa prihatin atas peristiwa yang telah Saudara alami. Permasalahan yang Saudara alami bermula dari utang piutang yang terjadi pada saat perusahaan belum mengalami kebangkrutan. Sekalipun Saudara telah menyatakan telah membayar utang yang ada, tidak ada salahnya memastikan apakah utang tersebut telah lunas terbayar atau belum. Tentunya dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada intinya, secara hukum utang hapus hanya apabila telah dilakukan pembayaran secara lunas atau dilakukannya pembebasan utang oleh si berpiutang. KLINIK TERKAIT Pengertian Asas Non Retroaktif dan Pengecualian Penerapannya 06 Feb 2024 Memberikan ASI Eksklusif Termasuk Contoh Hak Asasi Manusia Anak? 17 Okt 2023 Apakah Boleh Menjadi Ateis di Indonesia? 23 Agt 2023 Prosedur Pemberian Remisi 03 Jan 2022 Terkait dengan sejumlah orang yang diberikan kuasa (kewenangan) untuk melakukan proses pelunasan utang dengan Saudara, secara hukum hal tersebut dapat dilakukan. Namun demikian, Pasal 1797 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apa pun yang melampaui kuasanya;…” Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Jika orang-orang yang telah diberikan kuasa tadi melakukan tindakan yang melebihi dari kewenangan mereka, dalam hal ini meneror, maka orang-orang tersebut wajib untuk menerima sanksi sesuai dengan hukum yang dilanggar, termasuk di dalamnya apabila terjadi kekerasan yang Saudara alami maka tindakan orang-orang tersebut dapat dilaporkan kepada kepolisian. Sebelum menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam perkara yang sedang Saudara alami, ada baiknya untuk memahami aturan dalam Pasal 1 angka 6 UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan sebagai berikut : “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.” Dengan demikian, kita tidak dapat dengan mudahnya mengatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia terhadap Saudara, kecuali setelah terpenuhi semua unsur dalam ketentuan di atas. Namun demikian, adalah benar bahwa setiap orang memiliki hak asasi yang wajib untuk dihormati oleh pribadi lainnya, atau bahkan oleh Negara. Akan tetapi, tidaklah mudah untuk menyatakan apakah dalam suatu peristiwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia atau tidak. Mengenai pertanyaan tentang perbuatan preman yang melakukan tindakan “teror” terhadap Saudara, apakah dapat dikatakan sebagai tindakan terorisme atau tidak. Dapat kami sampaikan bahwa Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara . Hal ini sesuai dengan Penjelasan Perpu No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002 . Perlu kami sampaikan bahwa suatu peristiwa untuk dapat dikategorikan sebagai bagian dari tindakan teror maupun pelanggaran hak asasi manusia tidaklah mudah. Tindakan kekerasan atau pun hal lain yang membuat Saudara merasa terganggu dapat dilaporkan kepada pihak kepolisian setempat. Demikian yang dapat kami sampaikan. Terima kasih. Dasar hukum : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek , Staatsblad 1847 No. 23) 2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002, yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2003 ." }
{ "from": "human", "value": "Aksi mencorat-coret (vandalisme) kerap terjadi di Indonesia, salah satunya terhadap sebuah rumah yang menjadi korban corat-coret oleh orang tak dikenal dengan tulisan “RUMAH INI DIJUAL”. Contoh vandalisme tersebut menyebabkan rasa takut dan khawatir penghuni rumah. Apakah aksi vandalisme dikategorikan sebagai tindak kriminal karena merusak rumah?" }
{ "from": "gpt", "value": "Sebelum menjawab inti pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian vandalisme.\n\nKamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian vandalisme adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan lain sebagainya), atau perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas.\nKemudian pengertian lain menyebutkan vandalisme adalah tindakan perusakan terhadap properti publik maupun privat.[1] Menurut Scharfstein dan Gaurf, vandalisme adalah perusakan yang mencolok atau penghancuran dari struktur dan simbol yang bersifat melawan atau bertentangan dari keinginan pemilik.[2]\n\nBerdasarkan definisi di atas, maka aksi vandalisme dikategorikan sebagai tindak kriminal karena sebagaimana diatur beberapa pasal dalam KUHP yang berbunyi:\n\nPasal 406 ayat (1)\n\nBarang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.\nPasal 408\n\nBarang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai bangunan-bangunan kereta api trem, telegrap, telepon atau listrik, atau bangunan bangunan untuk membendung, membagi atau menyalurkan air, saluran gas, air atau saluran yang digunakan untuk keperluan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tah\nPasal 489 ayat (1)\n\nKenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau kesusahan, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.\nNamun demikian, aksi mencorat-coret tidak semuanya termasuk contoh vandalisme, bisa jadi aksi itu termasuk mural dan grafiti yang memiliki tujuan dan maksud yang difungsikan untuk memperindah sesuatu dan dilakukan secara legal.[3]\n\nMural adalah lukisan besar yang dibuat untuk mendukung ruang arsitektur, yang merupakan salah satu bentuk seni rupa yang mengandung pesan di dalamnya.[4] Sedangkan grafiti adalah salah satu seni berupa goresan dan guratan yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu.[5]\n\nSementara itu, kegiatan mencorat-coret yang termasuk aksi vandalisme dikategorikan sebagai tindak kriminal karena memiliki tujuan dan maksud yang ilegal.[6]\n\nBaca juga: Kritik Pemerintah dengan Mural, Bisakah Dipidana?\nAda berbagai aksi vandalisme yang terjadi di Indonesia, antara lain dilansir dari laman Sindonews, arena Skatepark yang terletak di Gedung Creative Centre, Kota Bekasi menjadi sasaran vandalisme pihak tak bertanggung jawab. Tidak hanya dinding, namun permukaan dalam arena dipenuhi coretan.[7] Aksi vandalisme juga terjadi di Kereta Rel Listrik (“KRL”) yang memasuki Stasiun Kebayoran, Jakarta. Pada peristiwa tersebut, terjadi penembakan ke salah satu kaca gerbang KRL, yang menyebabkan kaca retak dan berlubang.[8]\n\nBaca juga: Berita Vandalisme Terkini dan Terbaru Hari ini\n\nDengan demikian, kegiatan mencorat-coret yang dilakukan di rumah Anda termasuk dalam vandalisme, dan kepada pelaku vandalisme tersebut dapat dikenakan Pasal 406 ayat (1), Pasal 408, dan Pasal 489 ayat (1) KUHP.\n\nKemudian dalam pertanyaan, Anda tidak menjelaskan apa tujuan pelaku tersebut mengganggu Anda. Apakah karena ingin Anda melakukan suatu tindakan tertentu (misalnya agar Anda memberikan uang) atau hanya sekedar ingin mengganggu.\nPasal Lain yang Berpotensi Menjerat Pelaku\n\nJika vandalisme dilakukan untuk membuat Anda melakukan perbuatan yang diinginkan oleh pelaku, maka pelaku juga dapat dikenakan Pasal 368 atau Pasal 335 KUHP (bergantung pada apa yang diinginkan oleh orang tersebut untuk diperbuat oleh Anda) yang berbunyi:\n\nPasal 368 ayat (1)\n\nBarang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.\nPasal 335\n\nDiancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.\nTerkait Pasal 368 KUHP, S.R. Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya menjelaskan bahwa jika pelaku tidak ada kehendak untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, maka pasal yang lebih tepat diterapkan adalah Pasal 335 KUHP.\n\nSelain itu, pasal lain yang mungkin ada hubungannya adalah pasal tentang perusakan rumah (gedung) atau bangunan-bangunan yang dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang, bahaya bagi orang lain, atau bahaya maut bagi orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 200 KUHP:\n\nBarang siapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan diancam:\n\ndengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang;dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.\n\nTerkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum dengan pasal ini, maka perbuatan tersebut harus dilakukan dengan “sengaja” dan harus mendatangkan akibat-akibat sebagaimana termaktub pada sub 1 sampai dengan sub 3 dalam pasal ini.\n\nMengenai apa yang dimaksud dengan menghancurkan dan merusak, S.R. Sianturi menjelaskan bahwa menghancurkan adalah membuatnya sama sekali binasa atau musnah, rusak berantakan dan bahkan sudah tidak berwujud lagi ibarat sepeda digilas stomwals (kendaraan penggilas jalan). Sedangkan merusak adalah membuat sebagian dari benda itu rusak yang mengakibatkan keseluruhan benda itu tidak dapat dipakai.\nHukuman bagi Pelaku Vandalisme yang Bergerombol\nDi sisi lain, jika yang melakukan hal tersebut lebih dari satu orang, maka dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 170 ayat (1) KUHP:\n\nBarang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.\n\nR. Soesilo menjelaskan bahwa yang dilarang dalam pasal ini adalah “melakukan kekerasan”. Kekerasan yang dilakukan ini biasanya terdiri dari “merusak barang” atau “penganiayaan”, akan tetapi dapat pula kurang daripada itu; sudah cukup misalnya bila orang-orang melemparkan batu pada orang lain atau rumah, atau membuang-buang barang-barang dagangan, sehingga berserakan, meskipun tidak ada maksud yang tentu untuk menyakiti orang atau merusak barang itu.\n\nMengenai yang dimaksud dengan “tenaga bersama”, S.R. Sianturi menyatakan beberapa sarjana berpendapat tidak cukup hanya dua orang saja. Ini karena istilah “dengan tenaga bersama” lebih mengindikasikan suatu gerombolan manusia. Akan tetapi ada sarjana lainnya (antara lain Noyon) yang berpendapat bahwa subjek ini sudah memenuhi syarat jika ada dua orang (atau lebih).\n\nPenggunaan pasal ini dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Bengkalis Nomor: 139/Pid.B/2011/PN.Bks. Dalam putusan ini, terdakwa bersama-sama dengan orang lain (yang telah dipidana) melakukan aksi dengan menggunakan kekerasan terhadap barang, yaitu memecahkan kaca nako dengan menggunakan batang kayu bambu runcing yang dilakukan oleh terdakwa dan beberapa orang lainnya, selain itu beberapa dari mereka mencoret dinding Kantor Balai Desa menggunakan cat semprot \"PILOK”' berwarna merah dengan tulisan \"DISEGEL KANTOR SETAN\", bahkan ada yang melempar telur busuk kedinding Kantor Balai Desa Sungai Cingam.\n\nAtas perbuatan terdakwa dan orang-orang tersebut, terdakwa dipidana berdasarkan Pasal 170 ayat (1) KUHP.\nGugatan Perbuatan Melawan Hukum atas Pelaku Vandalisme\n\nSelain dilihat dari hukum pidana, aksi vandalisme juga dapat dilihat dari hukum perdata. Anda dapat melakukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata:\n\nTiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.\n\nDalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras, Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:\n\nHarus ada perbuatan (positif maupun negatif);Perbuatan itu harus melawan hukum;Ada kerugian;Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;Ada kesalahan.\n\nAdapun yang termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum itu sendiri adalah perbuatan-perbuatan yang:[9]\n\nBertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;Melanggar hak subjektif orang lain;Melanggar kaidah tata susila;Bertentangan dengan azas kepatutan ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.\n\nDalam hal ini, perbuatan pelaku termasuk perbuatan melawan hukum yaitu melanggar hak Anda untuk hidup tentram dan bebas dari gangguan baik atas diri Anda dan keluarga maupun atas barang-barang milik Anda. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian, baik materiil (mungkin biaya yang harus Anda keluarkan untuk menghapus tulisan tersebut) dan imateriil (keluarga Anda menjadi ketakutan). Kerugian yang Anda alami merupakan akibat perbuatan pelaku yang dapat digugat secara perdata atau dituntut pidana.\n\nSeluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17229/burgerlijk-wetboek?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHPerdata)\n2. [Kitab Undang-Undang Hukum Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/wetboek-van-strafrecht-wvs/document/lt4c7b80e19969e?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP)\nREFERENSI:\n1. Dwi Rezki Sri Astarini. Penghapusan Merek Terdaftar, Bandung: Alumni, 2021\n2. Moch. Fawzi (et.al). Analisis Karya Seni Graffity Sleepy, Jurnal Pendidikan Seni Rupa, Vol. 4, No. 2, 2016\n3. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991\n4. S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Alumni Ahaem-Petehaem: Jakarta, 1996\n5. Satriana Didiek Isnanta. Mural Definisi dan Sejarah Perkembangannya, Asintya Jurnal Penelitian Seni Budaya, Vol. 8, No. 2, 2016\n6. Sendy Uda Cantika Putri. Analisis Coret-Mencoret di Fasilitas Umum, Jurnal Novum, Vol. 1, No.1, 2012\n7. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 31 Mei 2022, pukul 10.00 WIB\n8. Merriam Webster Dictionary, diakses pada 25 Mei 2022, pukul 19.27 WIB\n9. Sindonews: 3 Bulan Diresmikan Ridwan Kamil, Arena Skatepark di Bekasi Jadi Sasaran Vandalisme, diakses pada 31 Mei 2022, pukul 11.55 WIB\n10. Sindonews: Kronologi Penembakan KRL Commuter Line Tanah Abang-Rangkasbitung, diakses pada 31 Mei 2022, pukul 12.02 WIB.\nPUTUSAN\n\nPutusan Pengadilan Negeri Bengkalis Nomor: 139/Pid.B/2011/PN.Bks.\n\n[1] Merriam Webster Dictionary, yang diakses pada 25 Mei 2022, pukul 19.27 WIB[2] Sendy Uda Cantika Putri. Analisis Coret- Mencoret di Fasilitas Umum. Jurnal Novum, Vol. 1, No. 1, 2012, hal. 4[3] Sendy Uda Cantika Putri. Analisis Coret-Mencoret di Fasilitas Umum. Jurnal Novum, Vol. 1, No. 1, 2012, hal. 5[4] Satriana Didiek Isnanta. Mural Definisi dan Sejarah Perkembangannya. Asintya Jurnal Penelitian Seni Budaya, Vol. 8, No. 2, 2016, hal. 134[5] Moch. Fawzi (et.al). Analisis Karya Seni Graffity Sleepy. Jurnal Pendidikan Seni Rupa, Vol. 4, No. 2, 2016, hal. 244[6] Sendy Uda Cantika Putri. Analisis Coret-Mencoret di Fasilitas Umum. Jurnal Novum, Vol. 1, No. 1, 2012, hal. 5[7] Sindonews: 3 Bulan Diresmikan Ridwan Kamil, Arena Skatepark di Bekasi Jadi Sasaran Vandalisme, yang diakses pada 31 Mei 2022, pukul 11.55 WIB[8] Sindonews: Kronologi Penembakan KRL Commuter Line Tanah Abang-Rangkasbitung, yang diakses pada 31 Mei 2022, pukul 12.02 WIB[9] Dwi Rezki Sri Astarini. Penghapusan Merek Terdaftar, Bandung: Alumni, 2021, hal. 224" }
{ "from": "human", "value": "Apakah motor jenis ATV 4 roda bebas melintas di jalan raya? Karena produk ini tidak dilengkapi STNK dan BPKP dari produsennya. Mohon pencerahannya." }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Cara Menghitung Pajak Kendaraan Bermotor 12 Jul 2023 Ini Tarif SIM, STNK dan BPKB yang Baru 15 Nov 2018 Pengaturan Daya Pancar Lampu Utama Kendaraan 09 Jun 2016 Bolehkah Mobil Barang Kabin Ganda ( Double Cabin ) Mengangkut Orang? 27 Jan 2016 Intisari: Perlu kami luruskan bahwa dokumen BPKB dan STNK bukan diperoleh dari produsen kendaraan bemotor, melainkan dikeluarkan oleh Polri berdasarkan kegiatan registrasi kendaraan bermotor. Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan. Sebagai bukti atas registrasi kendaraan bermotor, maka diterbitkanlah BPKB, STNK, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Untuk melintas di jalan harus dilengkapi dengan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Kendaraan yang belum diregistrasi bisa melintas di jalan tetapi hanya untuk kepentingan tertentu dan harus dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan anda. Motor ATV 4 Roda Sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami akan mendefiniskan kendaraan jenis ATV. Menurut Kamus Otomotif , motor All Terrain Vehicle (“ATV”) berbentuk mirip motor pendek beroda empat. Kendaraan ini sangat kuat terutama di medan offroad , seperti jalanan tanah atau berpasir seperti di pantai, di pertanian, di gurun pasir. Selain punya daya jelajah yang tinggi, ATV juga kuat untuk towing atau menarik kendaraan lain. Kendaraan berdaya angkut besar ini punya tenaga besar namun ukuran badannya yang berdimensi kecil, nyaris seperti motor buat anak-anak. Gerak rodanya di belakang atau rear drive yang punya shaft tunggal. Tenaganya yang besar tidak cocok untuk jalanan aspal dan sering menyebabkan terjadinya spin dan slide ketika melakukan pembelokkan. Walau bernama ATV, sebenarnya kendaraan ini lebih cocok di sebut OTV ( Off Road Terrain Vehicle ). BPKB dan STNK Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (“BPKB” ) adalah dokumen pemberi legitimasi kepemilikan kendaraan bermotor yang diterbitkan Polri dan berisi identitas kendaraan bermotor dan pemilik, yang berlaku selama kendaraan bermotor tidak dipindahtangankan. [1] Sedangkan yang dimaksud dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (“STNK”) adalah dokumen yang berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoperasian kendaraan bermotor yang berbentuk surat atau bentuk lain yang diterbitkan Polri yang berisi identitas pemilik, identitas Ranmor dan masa berlaku termasuk pengesahannya. [2] Kewajiban Registrasi Kendaraan Bermotor Selanjutnya, masih terkait dengan kendaraan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) mengatur bahwa setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan . [3] Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel. [4] Ini artinya, ATV sebagai kendaraan wajib diregistrasikan. Registrasi kendaraan bermotor meliputi: [5] a. registrasi Kendaraan Bermotor baru; b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik; c. registrasi perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor Registrasi Kendaraan Bermotor bertujuan untuk: [6] a. tertib administrasi; b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia; c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan; d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan e. perencanaan pembangunan nasional. Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor. [7] Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian. [8] Registrasi Kendaraan Bermotor baru Sementara, jika ATV itu merupakan kendaraan yang baru Anda beli, maka terhadap ATV tersebut wajib dilakukan Registrasi Kendaraan Bermotor baru yang meliputi kegiatan: [9] a. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan pemiliknya; b. penerbitan BPKB; dan c. penerbitan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi, pemilik diberi BPKB, STNK, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. [10] Jadi, ATV tersebut harus diregistrasi agar pemiliknya memperoleh BPKB dan STNK. Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk pertama kali harus memenuhi persyaratan: [11] a. memiliki sertifikat registrasi uji tipe; b. memiliki bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor yang sah; dan c. memiliki hasil pemeriksaan cek fisik Kendaraan Bermotor. Berdasarkan penjelasan di atas dikaitkan dengan pernyataan Anda, perlu kami luruskan bahwa dokumen BPKB dan STNK bukan diperoleh dari produsen kendaraan bemotor, melainkan diterbitkan oleh Polri berdasarkan registrasi kendaraan bermotor. Bisakah Kendaran yang Belum Diregistrasi Beroperasi di Jalan? Bagaimana jika ATV yang belum diregistrasi itu dioperasikan di jalan? Seperti yang kami jelaskan di atas, jika sudah melakukan registrasi kendaraan bermotor, maka akan memperoleh dokumen seperti BPKB dan STNK. Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor . [12] Ini artinya, untuk mengoperasikan ATV di jalan perlu dilengkapi dengan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan. Tetapi, Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasi dapat dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentu dengan dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor. [13] Yang dimaksud dengan \"kepentingan tertentu\" meliputi: [14] a. memindahkan kendaraan dari tempat penjual, distributor, atau pabrikan ke tempat tertentu untuk mengganti atau melengkapi komponen penting dari Kendaraan yang bersangkutan atau ke tempat pendaftaran Kendaraan Bermotor; b. memindahkan dan satu tempat penyimpanan di suatu pabrik ke tempat penyimpanan dipabrik lain; c. mencoba Kendaraan Bermotor baru sebelum kendaraan tersebut dijual; d. mencoba Kendaraan Bermotor yang sedang dalam taraf penelitian; atau e. memindahkan Kendaraan Bermotor dari tempat penjual ke tempat pembeli. Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada badan usaha dibidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor. [15] Jadi, setiap kendaraan bermotor diwajibkan melakukan registrasi, termasuk ATV. Sebagai bukti atas registrasi kendaraan bermotor diberikanlah BPKB, STNK, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Sementara, untuk melintas di jalan, kendaraan harus dilengkapi dengan STNK dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Kendaraan yang belum diregistrasi bisa melintas di jalan tetapi hanya untuk kepentingan tertentu dan harus dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ; 2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor . REFERENSI:\n1. http://kamus-otomotif.hexat.com/arti/?k=all%20terrain%20vehicle , diakses pada 27 Januari 2017 pukul 14.07 WIB [1] Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor (“Perkapolri 5/2012”) [2] Pasal 1 angka 9 Perkapolri 5/2012 [3] Pasal 64 ayat (1) UU LLAJ [4] Pasal 1 angka 8 UU LLAJ [5] Pasal 64 ayat (2) UU LLAJ [6] Pasal 64 ayat (3) UU LLAJ [7] Pasal 64 ayat (4) UU LLAJ [8] Pasal 64 ayat (5) UU LLAJ [9] Pasal 65 ayat (1) UU LLAJ [10] Pasal 65 ayat (2) UU LLAJ [11] Pasal 66 UU LLAJ [12] Pasal 68 ayat (1) UU LLAJ [13] Pasal 69 ayat (1) UU LLAJ [14] Penjelasan Pasal 69 ayat (1) UU LLAJ [15] Pasal 69 ayat (2) UU LLAJ lampu merah sim jalan hukumonline kendaraan bermotor google polantas macet kepolisian bpkb hukum klinik stnk lalu lintas klinik hukumonline mobil sepeda motor" }
{ "from": "human", "value": "Apakah dokumen Amdal yang disusun oleh Tim Penyusun Amdal termasuk Hak Kekayaan Intelektual seperti Hak Cipta para penyusunnya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Definisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (“Amdal”) menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (“PP 27/2012”) adalah sebagai berikut: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut A mdal, a dalah kajian mengenai dampak penting suatu U saha dan/atau K egiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan U saha dan/atau K egiatan. Dari definisi tersebut, kita dapat melihat aturan yang ada pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”) mengenai definisi dari ciptaan. P asal 1 angka 3 UU Hak Cipta menyatakan sebagai berikut: C iptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Kemudian yang termasuk dalam kategori Ciptaan yang dilindungi menurut P asal 40 a yat (1) UU Hak Cipta meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas: buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; karya seni terapan; karya arsitektur; peta; karya seni batik atau seni motif lain; karya fotografi; potret; karya sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya; kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli; permainan video; dan program komputer. Sedangkan hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta disebutkan dalam P asal 41 UU Hak Cipta meliputi: hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata; setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah C iptaan ; dan alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional. Amdal termasuk dalam temuan atau data yang telah diungkap dan digabungkan dalam sebuah Ciptaan, sehingga Amdal itu sendiri tidak termasuk Ciptaan yang dilindungi. Amdal itu sendiri sesuai fungsinya juga dapat dikategori sebagai produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis yaitu diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan amdal hukumonline hak cipta online haki hukum lingkungan hidup lingkungan hki kekayaan intelektual" }
{ "from": "human", "value": "Apakah anak lelaki berhak atau bisa melarang ibunya yang ingin menjual rumah yang diperoleh dari hasil perkawinan kedua (ayah tiri) setelah sang ayah tiri telah meninggal dunia? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Sebab Penghalang Waris dalam Hukum Islam 30 Agt 2023 Haruskah Ahli Waris Membayar Tagihan Kartu Kredit Pewaris? 17 Jul 2023 Bisakah Ahli Waris Menolak Warisan Utang? 03 Feb 2023 Gugatan Waris dari Anak Ahli Waris 04 Nov 2014 Intisari: Yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama. Oleh karena itu, dalam hal ini yang bertindak selaku ahli waris di sini adalah orang yang memiliki hubungan perkawinan dengan ayah tiri, yakni si ibu. Sebagai pemilik dari rumah tersebut, si ibu berhak melakukan apapun atas barang yang dimilikinya (dalam hal ini rumah). Sehingga, anak tersebut tidak berhak melarang ibunya menjual rumah yang diperoleh dari hasil perkawinan kedua (ayah tiri) setelah sang ayah tiri meninggal dunia. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Guna menyederhanakan jawaban, kami akan menjawab dari sisi hukum waris menurut hukum Islam. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) , ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Sejalan dengan pengaturan dalam KHI, untuk agama selain Islam berlaku ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) . Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. [1] Di samping itu, sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Bagaimana Hukum Hak Waris Anak Tiri? , sebab mewarisi terbatas pada 3 (tiga) sebab saja, yaitu: 1. Sebab kekerabatan ( qarabah ), atau disebut juga sebab nasab (garis keturunan). 2. Sebab perkawinan ( mushaharah ), yaitu antara mayit dengan ahli waris ada hubungan perkawinan. Maksudnya adalah, perkawinan yang sah menurut Islam, bukan perkawinan yang tidak sah, dan perkawinan yang masih utuh (tidak bercerai). 3. Sebab memerdekakan budak ( wala` ). Jadi pada dasarnya yang dapat menjadi ahli waris menurut hukum Islam adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, atau memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris (suami atau istri pewaris). Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak artikel Bagaimana Hukum Hak Waris Anak Tiri? Oleh karena itu, dalam konteks pertanyaan Anda, yang bertindak selaku ahli waris dari suami kedua si ibu adalah ibu itu sendiri. Ini berarti rumah tersebut adalah milik si ibu. Sebagai pemilik, si ibu berhak melakukan apapun pada barang miliknya. Ini karena pada dasarnya setiap orang yang mempunyai hak milik atas suatu benda, berhak untuk melakukan tindakan apapun atas benda tersebut. Berdasarkan Pasal 570 KUH Perdata , hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain ; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan. Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, anak tersebut tidak berhak melarang ibunya menjual rumah yang diperoleh dari hasil perkawinan kedua (ayah tiri) setelah sang ayah tiri meninggal dunia karena anak tersebut tidak mempunyai hak apapun atas rumah tersebut (si anak bukan pewaris dari ayah tirinya) . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2. Kompilasi Hukum Islam. [1] Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata anak" }
{ "from": "human", "value": "Bisakah jika anak menolak untuk dijadikan saksi, adakah undang-undang untuk perlindungan anak yang dijadikan saksi?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Kami berasumsi ada dua masalah yang Anda tanyakan: (i) apakah anak berhak menolak menjadi saksi; dan (ii) apakah ada peraturan yang mengatur perlindungan saat anak menjadi saksi. KLINIK TERKAIT Sahkah Keterangan Anak sebagai Saksi Tindak Pidana? 19 Sep 2023 Begini Peran dan Fungsi Advokat dalam Perkara Pidana 14 Agt 2023 Kedudukan Kesaksian Anak sebagai Korban Tindak Pidana 06 Jul 2023 Bisakah Orang Gila Jadi Saksi di Persidangan Pidana? 07 Mar 2023 Saksi dalam hukum acara pidana adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu tindak pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Putusan Mahkamah Konstitusi pada Agustus 2011 lalu sudah memperluas makna saksi ini. Anak yang memenuhi kriteria saksi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) bisa memberikan keterangan sebagai saksi. Pada dasarnya, dalam hukum acara pidana kesaksian itu bersifat imperatif, yaitu saksi bisa dipaksa untuk memberikan keterangan ke persidangan. Tetapi, Undang-Undang sebenarnya memberi ruang bagi seorang saksi untuk tidak memberikan kesaksian karena alasan-alasan. Pasal 168 KUHAP menegaskan orang-orang yang tidak dapat didengar keterangannya atau dapat mengundurkan diri sebagai saksi, yaitu: Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa. Bagaimana kalau anak tak memenuhi kriteria tersebut? Mari kita lihat UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”). UU Perlindungan Anak memberikan hak kepada anak berupa perlindungan khusus, jika si anak tersebut berhadapan dengan hukum. Situasi berhadapan dengan hukum termasuk dalam pengertian menjadi saksi. Perlindungan khusus tersebut dilaksanakan melalui cara-cara: a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus d. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua/keluarga, serta e. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. Khusus anak yang berhadapan dengan hukum, sebenarnya sudah cukup banyak aturan yang bisa dijadikan rujukan, baik konvensi internasional, misalnya Konvensi Hak Anak (KHA) maupun nasional. Yang terbaru adalah UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU Sistem Peradilan Pidana Anak”). Dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak diatur secara khusus mengenai ‘anak saksi’, yaitu anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri ( Pasal 1 angka 5 UU Sistem Peradilan Pidana Anak ). Pasal 18 UU Sistem Peradilan Pidana Anak mengharuskan semua aparat penegak hukum memperlakukan anak saksi sesuai dengan kepentingan terbaik si anak. Undang-Undang ini banyak memberikan rambu lain kepada aparat penegak hukum dalam rangka perlindungan kepada anak, termasuk anak yang menjadi saksi perkara pidana. Kami menyarankan Anda membaca lebih lanjut peraturan teknis penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), yakni Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2009 yang mengatur langkah-langkah menangani ABH. Dari berbagai rujukan itu, Anda akan menemukan jawaban bahwa anak berhak menolak menjadi saksi untuk suatu perkara pidana. Kalaupun karena urgensi kesaksiannya, maka anak boleh tidak disumpah saat memberikan keterangan ( Pasal 171 KUHAP ). Bagaimana dengan hukum acara perdata? Saksi dalam hukum acara perdata sangat penting. Silakan baca artikel klinik hukumonline mengenai Fungsi Saksi dalam Pembuktian Perjanjian Bawah Tangan . Agak berbeda dari hukum acara pidana yang bersifat imperatif, dalam hukum acara perdata kesaksian itu lebih bersifat sukarela. Anak-anak yang belum cukup usia 15 tahun dipandang sebagai saksi yang ‘tidak cakap secara relatif’ ( Yahya Harahap , 2005 ). Pasal 145 HIR tegas menyebutkan, tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi adalah anak-anak yang umurnya belum sampai 15 tahun. Menurut Retnowulan Sutantio ( 1995 ), aturan semacam ini dilatarbelakangi kekhawatiran anak akan berkhayal sewaktu memberikan kesaksian, atau setidak-tidaknya keterangan mereka belum dapat dipertanggungjawabkan. Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 2. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Referensi : 1. Retnowulan Sutantio dan Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek . Bandung: CV Mandar Maju, 1995. 2. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan . Jakarta: Sinar Grafika, 2005. anak saksi" }
{ "from": "human", "value": "Saya mau tanya bagaimana dengan pewarisan dalam Hukum Islam, apakah anak berhak mendapatkan hak waris dari perkawinan bapak dengan ibu yang dilakukan secara nikah siri? Terima kasih atas perhatiannya." }
{ "from": "gpt", "value": "Mengenai anak yang lahir dari perkawinan siri ini masih menjadi perdebatan yang cukup panjang. Menurut Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan P asal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) yang menyebutkan “ Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu .” Namun , perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Catatan Sipil bagi yang bukan beragama Islam . Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUP yang menyatakan “ Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku . Begitu pula di dalam Pasal 5 K HI dis ebutkan: KLINIK TERKAIT Langkah dan Prosedur Permohonan Itsbat Nikah 14 Jul 2023 Langkah Hukum Jika Ayah Tidak Menafkahi Keluarganya 10 Feb 2023 Potensi Jerat Pidana Walaupun Syarat Nikah Siri Sudah Terpenuhi 28 Mar 2022 Status Pernikahan di Gereja Tanpa Didaftarkan 06 Agt 2012 (1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954 . Tanpa adanya pencatatan tersebut, maka anak yang lahir dari pernikahan siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya atau keluarga ibunya. Pasal 42 UUP menyebutkan bahwa “ Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah ” , dan Pasal 43 ayat (1) UUP menyebutkan “ Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya . ” Ini juga dikuatkan dengan ketentuan KHI mengenai waris yaitu Pasal 186 yang berbunyi ” Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya .” Oleh karena itu, dia hanya mewaris dari ibunya saja. Jika berdasarkan Pasal 863 – Pasal 873 KUHPerdata , maka anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya (Pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya. Untuk anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Pewaris (dalam hal ini ayahnya), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UUP, sehingga pasal tersebut harus dibaca: “ Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya Jadi anak luar kawin tersebut dapat membuktikan dirinya sebagai anak kandung dari pewaris. Namun demikian, jika mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang menyatakan bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayahnya, sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar kawinnya tersebut, maka pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung pewaris. Artinya, anak luar kawin tersebut dianggap tidak ada. Oleh karena itu, pembuktian adanya hubungan hukum dari anak hasil perkawinan siri tersebut tidak menyebabkan dia dapat mewaris dari ayah kandungnya (walaupun secara tekhnologi dapat dibuktikan). Pendapat ini juga dikuatkan oleh Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia tanggal 10 Maret 2012 yang menyatakan bahwa anak siri tersebut hanya berhak atas wasiat wajibah. Penjelasan tentang anak dari pernikahan siri ini dibahas secara mendetail dalam beberapa artikel saya, yaitu: - Apakah anak dari perkawinan siri berhak mewaris? - Prosedur Pengesahan Nikah Siri - Bagaimana agar anak yang lahir dari Perkawinan Siri Bisa Memperoleh Warisan dari ayah kandungnya? - Dampak Putusan MK bahwa anak luar kawin memiliki hubungan hukum dengan ayahnya - Pengertian Anak Luar Kawin menurut putusan MK - Perlindungan Anak Luar Kawin Pasca Putusan MK Penjelasan rincinya juga terdapat di dalam buku Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Memahami HUKUM WARIS , karya Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. (Kaifa, Desember 2012). Dasar hukum : 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 2. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam PUTUSAN Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan" }
{ "from": "human", "value": "Apakah seorang karyawan tetap/kontrak yang mempunyai anak tanpa menikah akan mendapatkan hak yang sama dengan karyawan yang mempunyai anak dari sebuah pernikahan, misalnya hak diikutsertakan dalam program Jamsostek? Apa dengan akta lahir di luar nikah, anak saya tetap bisa masuk dalam Jamsostek atau tunjangan lainnya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judul ”Apakah Anak Luar Nikah Berhak atas Jamsostek?“ yang dibuat oleh Harry Kurniawan, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 20 Juli 2012 Intisari : Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial , manfaat jaminan sosial menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya (termasuk anak) dari pekerja. Apakah “anak” yang tercantum dalam aturan tersebut juga termasuk anak yang lahir tanpa ikatan pernikahan ayah dan ibunya atau yang biasa dikenal dengan anak luar nikah/anak luar kawin? Pada dasarnya anak luar kawin mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya berdasarkan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 . Jadi, jika memang hubungan ayah dan anak tersebut dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain serta ayahnya sudah mengakuinya bahkan anak sudah mempunyai akta otentik berupa akta lahir, maka selayaknya anak tersebut mendapatkan hak-hak yang sama dengan anak sah lainnya, baik tunjangan anak maupun dimasukkan ke dalam program program jaminan sosial tenaga kerja oleh perusahaan tempat Anda bekerja. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini. Ulasan : Terima kasih atas pertanyaan Anda. Hak Anak u ntuk Memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asusmsikan bahwa Anda merupakan peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”) Ketenagakerjaan yang didaftarkan oleh perusahaan tempat Anda bekerja. Menurut Angka 1 huruf b Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/Men/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah (“SE Menaker 07/1990”) , termasuk di dalamnya tunjangan tetap yang salah satunya adalah tunjangan anak . Bunyi selengkapnya Angka 1 huruf b SE Menaker 07/1990: Tunjangan Tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama, dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan istri, tunjangan anak , tujangan perumahan, tunjangan kemahalan, tunjangan daerah dan lain-lain. Tunjangan makan dan tunjangan transport dapat dimasukkan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjagan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan . Kemudian, disebutkan pula di dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012 pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program: [1] jaminan kecelakaan kerja; jaminan hari tua; jaminan pensiun; dan jaminan kematian Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya . [2] Yang dimaksud dengan keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah: ibu dan bapak beserta anak-anaknya ; seisi rumah orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; batih (kaum --) sanak saudara; kaum kerabat satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat Apakah Anak Luar Kawin Berhak Mendapatkan Jaminan Sosial Tenaga Kerja? Sekarang kembali kepada pertanyaan Anda yaitu, apakah “anak” yang tercantum dalam peraturan di atas juga termasuk anak yang lahir tanpa menikah atau yang biasa dikenal anak di luar nikah? Anak luar nikah/luar kawin yang diakui oleh ibu dan bapaknya, maka terlahirlah hubungan keperdataan dengan ibu dan bapaknya, apabila bapaknya tidak mengakui, maka anak tersebut hanya ada hubungan keperdataan dengan ibunya saja. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan antara lain bahwa dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya . Pengakuan terhadap anak luar kawin dibuktikan dengan akta otentik. Apabila sudah ada akta otentik baru-lah anak tersebut diakui mempunyai hubungan keperdataan secara hukum sehingga mempunyai hak yang sama seperti anak dalam nikah/kawin. Selain itu masalah hubungan hukum antara anak yang dilahirkan di luar kawin dengan orang tuanya itu sendiri juga diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) jo . Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 menyatakan a nak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. Jika memang hubungan ayah kandung dengan anak tersebut dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain serta ayahnya sudah mengakuinya bahkan anak sudah mempunyai akta otentik berupa akta lahir, maka selayaknya anak tersebut mendapatkan hak-hak yang sama dengan anak sah lainnya, baik tunjangan anak maupun dimasukkan ke dalam program program jaminan sosial tenaga kerja oleh perusahaan Anda. Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/Men/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 ; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-X/2012 . Referensi : Kamus Besar Bahasa Indonesia , diakses pada Kamis, 25 Oktober 2018, pukul 11.16 WIB. [1] Pasal 6 ayat (2) UU BPJS [2] Pasal 1 angka 5 UU BPJS kesehatan hukumonline anak ketenagakerjaan online bpjs hukum perkawinan anak luar kawin jaminan sosial" }
{ "from": "human", "value": "Apakah anggota DPRD Kabupaten merupakan Pejabat Negara? Mohon jawabannya. Sebelumnya kami ucapkan terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Sebelumnya, kami akan menjelaskan tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) terlebih dahulu sebagaimana yang Anda sebutkan. Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU 17/2014”) , DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) . Sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah , DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten /kota sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 . Ini berarti, DPRD dibagi dua, yaitu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. KLINIK TERKAIT Perbedaan Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan Serta Contohnya 29 Apr 2024 Bolehkah Calon Legislatif (Caleg) dari Jalur Independen? 28 Jul 2023 Apakah Kepala Desa Termasuk Pejabat Negara? 15 Agt 2016 Jabatan dan Pekerjaan yang Terlarang Bagi Anggota DPR/DPRD 30 Jun 2016 Adapun istilah pejabat negara kita temukan dalam Pasal 122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”) . Menurut pasal ini, yang termasuk pejabat negara yaitu: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc; f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi; g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; h. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial; i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; j. Menteri dan jabatan setingkat menteri; Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas k. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh; l. Gubernur dan wakil gubernur; m. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dari sini, jika kita melihat dari siapa saja yang termasuk dalam pejabat negara di UU ASN, undang-undang ini tidak menyebutkan anggota DPRD, termasuk DPRD Kabupaten. Oleh karena itu, anggota DPRD Kabupaten bukanlah merupakan pejabat negara yang dimaksud dalam UU ASN. Adapun bagian dari DPRD yang disebut dalam UU ASN ini adalah sekretaris DPRD, itupun kedudukannya hanya sebatas Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, yang merupakan salah satu Jabatan Pimpinan Tinggi, yakni sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah [lihat Penjelasan Pasal 19 ayat 1 huruf c jo. Pasal 1 angka 7 UU ASN ]. Selain itu, Pasal 400 UU 17/2014 seolah semakin menegaskan anggota DPRD bukanlah pejabat negara. Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara. Ketentuan ini menyiratkan bahwa status sebagai anggota DPRD dan pejabat negara adalah dua hal yang berbeda. Mengutip pendapat Wicaksana Dramanda yang bersumber dari pandangan Bagir Manan dalam artikel “ Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan ”, pejabat negara adalah pejabat yang lingkungan kerjanya berada pada lembaga negara yang merupakan alat kelengkapan negara beserta derivatifnya berupa lembaga negara pendukung. Sebagai contoh pejabat negara adalah anggota DPR, Presiden, dan Hakim. Pejabat-pejabat tersebut menjalankan fungsinya untuk dan atas nama negara. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anggota DPRD tidak termasuk pejabat negara. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang Dasar 1945 ; 2. Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ; 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ; 4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah . dewan perwakilan rakyat daerah" }
{ "from": "human", "value": "Kepada Hukum Online saya mau bertanya, apabila saya membeli apartemen/rumah susun, apakah ada asuransi yang melindungi apartemen tersebut (seandainya apartemen tersebut runtuh akibat gempa semisalnya), dan pasal mana yang mengatur tentang hal itu apabila ada? Apabila tidak, apakah kita bisa mengajukan permohonan asuransi secara pribadi ke perusahaan asuransi? Dan apakah jenis asuransi yang sesuai guna melindungi apartemen yang dapat mencakup keseluruhan satuan apartemen yang akan saya beli tersebut. Terima kasih. Siau Anthony." }
{ "from": "gpt", "value": "Pada prinsipnya, perhimpunan penghuni pada setiap rumah susun diwajibkan untuk mengasuransikan rumah susun terhadap kebakaran. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (“ PP No. 4/1988 ”). Kemudian, terdapat juga kewajiban bagi setiap penghuni untuk membayar premi asuransi kebakaran sebagaimana yang diatur dalam Pasal 61 ayat (2) huruf b PP No. 4/1988 . Berikut kami kutip ketentuan Pasal 70 dan Pasal 61 ayat (2) huruf b PP No. 4/1988 sebagai berikut: Pasal 70 PP No. 4/1988: KLINIK TERKAIT Penyelesaian Hukum Kasus Mobil Cicilan yang Hilang 09 Mar 2012 Upaya Nasabah Jika Klaim Asuransi Terlambat atau Tidak Dibayar 21 Feb 2012 Bisakah Meminta Kembali Uang Asuransi Kecelakaan Mobil? 12 Jul 2011 Kekuatan Polis Asuransi Sebagai Alat Bukti 02 Mei 2011 “ Perhimpunan Penghuni harus mengasuransikan rumah susun terhadap kebakaran. ” Pasal 61 ayat (2) huruf b PP No. 4/1988: “ Setiap penghuni berkewajiban Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas a. mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; b. membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran; c. memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. ” Namun, terlepas dari pengaturan tersebut, tentunya Anda secara pribadi dapat juga mengajukan asuransi ke perusahaan asuransi untuk melindungi unit apartemen yang Anda miliki. Terdapat bermacam-macam produk asuransi yang dapat Anda gunakan untuk melindungi unit apartemen yang Anda miliki tersebut, seperti jaminan kebakaran, kerusuhan, huru-hara, terorisme dan sabotase, gempa bumi, banjir. Untuk hal itu, Anda dapat langsung bertanya kepada perusahaan asuransi terkait. Demikian jawaban ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih. Dasar hukum : Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun ." }
{ "from": "human", "value": "Apakah penerapan asas legalitas dalam hukum pidana atau berlaku juga dalam bidang hukum lain? Kalau berlaku, tolong berikan referensinya. Terima kasih" }
{ "from": "gpt", "value": "Asas legalitas dalam hukum pidana diatur dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026 sebagai berikut.\nPasal 1 ayat (1) KUHPPasal 1 ayat (1) UU 1/2023Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.\n\nDari pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya perbuatan yang disebut dengan tegas oleh peraturan perundangan, dapat dikenai hukuman (pidana). Asas ini memberikan jaminan kepada orang untuk tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh alat penegak hukum.\nMenurut Moeljatno yang dikutip Perkembangan Asas Legalitas dalam KUHP Lama dan KUHP Baru asas legalitas adalah asas yang menentukan bahwa tidak ada peraturan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam peraturan perundang-undangan. Asas ini dikenal dengan nullum delictum nulla poena sinepraevia lege poenali yang berarti tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu.\n\nDi artikel yang sama dijelaskan bahwa asas legalitas dalam hukum pidana pada UU 1/2023 terkandung asas legalitas formal dan asas legalitas materiel. Artinya, UU 1/2023 menentukan dasar patut dipidana suatu perbuatan didasarkan pada hukum tertulis yaitu undang-undang (asas legalitas formal) dan hukum yang hidup di masyarakat atau hukum tidak tertulis (asas legalitas materiel).\nAsas Legalitas dalam Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara\n\nMenurut A. Siti Soetami dalam Pengantar Tata Hukum Indonesia, asas nullum delictum nulla poena sinepraevia lege poenali oleh Anselm Von Feuerbach disebut sebagai asas legalitas dalam hukum pidana.\n\nSementara, asas legalitas dalam hukum tata negara dan hukum administrasi negara mempunyai dasar yang berbeda.\n\nPengertian hukum tata negara menurut Van Der Pot sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie dalam Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi adalah sebagai berikut.\n\nHukum tata negara merupakan aturan dari yang menentukan berat badan yang diperlukan, kewenangan masing-masing lembaga, hubungan antar lembaga dengan satu sama lain, dan hubungan antara tubuh individu dalam suatu negara.\n\nSementara, pengertian hukum administrasi negara menurut pendapat Abdoel Djamali yang dikutip Titik Triwulan Tutik dalam buku Pengantar Ilmu Hukum yaitu:\n\nHukum Administrasi Negara ialah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahan yang menjadi sebab sampai negara itu berfungsi.\n\nKedua bidang hukum di atas merupakan tatanan hukum yang menjadi dasar bagi negara dalam menjalankan pemerintahan yang menjadi salah satu syarat terbentuknya sebuah negara.\nMenurut Titik Triwulan Tutik, dalam Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, asas-asas hukum tata negara terutama pada negara Indonesia adalah:\n\nAsas Negara Hukum (Asas Legalitas)\n\nAsas negara hukum ini merupakan asas yang menjadi dasar dan legalitas suatu negara. Pemikiran negara dimulai sejak Plato dengan konsepnya “penyelenggaraan negara yang baik adalah didasarkan pada pengaturan hukum yang baik“. Uraian konsep tentang negara hukum tersebut ada dua substansi dasar yaitu:\n\nAdanya paham konstitusi, yang memiliki makna bahwa pemerintahan berdasarkan atas hukum dasar (konstitusi), tidak berdasarkan kekuasaan belaka;Sistem demokrasi atau kedaulatan rakyat. Secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat yang berarti pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut dan serta memerintah (pemerintahan rakyat).\n\nAsas Pembagian Kekuasaan\n\nSecara umum, suatu sistem kenegaraan membagi kekuasaan pemerintahan kedalam “trichotomy” yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif dan biasa disebut dengan trias politika. Asas pembagian kekuasaan yang dianut Indonesia adalah UUD 1945 pra-amandemen tidak memberikan ketentuan yang tegas tentang pembagian kekuasaan.\n\nAsas Negara Pancasila\n\nPancasila sering disebut dengan falsafah negara dan ideologi negara. Namun, dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Atau dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila dipandang sebagai dasar Negara Indonesia karena di dalamnya mengandung 5 asas yaitu:\n\nAsas Ketuhanan Yang Maha EsaAsas perikemanusiaanAsas kebangsaanAsas kedaulatan rakyatAsas keadilan sosial\n\nLalu, menurut Prajudi Atmo Sudirdjo, dalam bukunya Hukum Administrasi Negara, pemerintah dalam menggunakan wewenang publik wajib mengikuti aturan-aturan hukum administrasi negara agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Wewenang tersebut yang menghasilkan sebuah keputusan atau lebih terikat pada 3 asas hukum yaitu:\n\nAsas yuridikitas (rechtmatigheid), artinya keputusan pemerintahan maupun administratif tidak boleh melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad);Asas legalitas (wetmatigheid), artinya keputusan harus diambil berdasarkan suatu ketentuan undang-undang;Asas diskresi (discretie, freies ermessen), artinya pejabat penguasa tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan “tidak ada peraturannya”. Oleh karena itu, diberi kebebasan untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas yuridiktas dan asas legalitas tersebut di atas. Ada dua macam diskresi, yaitu “diskresi bebas” apabila undang-undang hanya menentukan batas-batasnya dan “diskresi terikat” jika undang-undang menetapkan beberapa alternatif untuk dipilih salah satu yang oleh pejabat administrasi dianggap paling dekat.\n\nDari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asas legalitas tidak hanya ada dalam hukum pidana, melainkan berlaku juga dalam lapangan hukum administrasi negara dan hukum tata negara.\n\nAsas legalitas dalam hukum tata negara berarti penyelenggaraan negara dan pemerintahan berdasarkan aturan yang ada (konstitusi);Asas legalitas dalam hukum administrasi negara berarti pejabat berdasarkan wewenangnya menjalankan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Kitab Undang-Undang Hukum Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/nprt/38/wetboek-van-strafrecht-(wvs)-kitab-undang-undang-hukum-pidana-(kuhp)?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHP)\n2. [Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63b3943c53853/undang-undang-nomor-1-tahun-2023?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_1_2023_KUHP_baru)\nREFERENSI:\n1. A. Siti Soetami. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2005\n2. Jimly Asshiddiqie. Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2007\n3. Titik Triwulan Tutik. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010\n4. Prajudi Atmo Sudirdjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.\n[1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana" }
{ "from": "human", "value": "Saya ingin bertanya mengenai pendirian asosiasi dan jenis perizinannya harus didaftarkan ke mana dan apa saja? Apakah assosiasi itu sama seperti perkumpulan atau tidak? Terima kasih, mohon untuk penjelasannya." }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Subjek Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana 08 Mar 2024 3 Perbedaan Perkumpulan dan Yayasan 04 Mar 2024 Prosedur Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan 14 Mar 2019 Pemberian Kuasa oleh Pengurus Yayasan 02 Jun 2014 Easybiz adalah anak perusahaan hukumonline.com yang menawarkan solusi kemudahan, kenyamanan dan legalitas dalam berbisnis di Indonesia. Kami memberikan layanan pendirian badan usaha dan perizinan untuk UKM dan startup di Indonesia. Mulai dari proses pendirian PT, domisili, hingga pengurusan izin-izin yang diperlukan untuk memulai usaha. www.easybiz.id Intisari: Asosiasi merupakan satu wadah bersama bagi perusahaan atau profesi tertentu. Dalam prakteknya, asosiasi berbadan berupa perkumpulan. Ada 2 (dua) jenis perkumpulan, yaitu perkumpulan tanpa badan hukum dan perkumpulan yang berbadan hukum. Mengenai perizinan, akan bergantung pada kegiatan atau sektor terkait secara spesifik. Karena pengaturan mengenai izin terhadap asosiasi diatur secara sektoral, tergantung pada kegiatan usaha atau profesi tersebut. Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini. Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Perkumpulan Berbadan Hukum dan Tanpa Badan Hukum Asosiasi merupakan satu wadah bersama bagi perusahaan atau profesi tertentu. Dalam prakteknya, asosiasi berbadan berupa perkumpulan. Perkumpulan sendiri merupakan berkumpulnya beberapa orang yang hendak mencapai satu tujuan yang sama dalam bidang non-ekonomis. Beberapa orang ini bersepakat mengadakan suatu kerja sama yang bentuk dan caranya diletakkan dalam suatu anggaran dasar. Pengaturan mengenai perkumpulan sendiri masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Tidak heran bila masyarakat sering rancu dengan istilah organisasi masyarakat ( ormas ) , asosiasi, atau perkumpulan. Saat ini Pemerintah masih berusaha menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Perkumpulan supaya perkumpulan di Indonesia lebih tertata. Berbicara mengenai pendirian perkumpulan saat ini, Anda harus terlebih dahulu mengenali setidaknya dua jenis perkumpulan yaitu: 1. Perkumpulan tanpa badan hukum; dan 2. Perkumpulan yang berbadan hukum. Untuk asosiasi atau perkumpulan yang hendak Anda dirikan, ada baiknya dit entukan dulu apakah perkumpulan tersebut hendak berbadan hukum atau tidak. Perkumpulan ber badan hukum bisa dipilih bila ada kebutuhan untuk melakukan pengumpulan dana, mendapatkan insentif pajak dan sebagainya. Yang perlu kami garisbawahi bahwa t idak memiliki badan hukum bukan berarti perkumpulan Anda ilegal . Sebab, kebebasan untuk berserikat dan berkumpul dijamin dalam konstitusi Republik Indonesia. Dalam pemilihan badan hukum atau tidak, Anda perlu mengenali tujuan dan sifat dari perkumpulan Anda. Selain itu, Anda juga perlu memperhatikan konsekuensi, sebagai berikut: 1. Jika Anda memilih mendirikan perkumpulan tanpa badan hukum, maka perkumpulan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan perdata. Artinya dalam hal perkumpulan membuat perikatan/perjanjian dengan pihak ketiga, seluruh anggota perkumpulan harus menandatangani perjanjian atau seluruh anggota terlebih dulu memberikan kuasa pada salah satu anggota perkumpulan untuk membuat dan menandatangani perjanjian tersebut. Perikatan yang lahir dari perjanjian mengikat seluruh anggota perkumpulan secara tanggung renteng. 2. Jika Anda memilih mendirikan perkumpulan yang berbadan hukum, perkumpulan Anda memperoleh status persona standi in judictio , artinya di mata hukum, perkumpulan ini dipandang sama seperti manusia sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Perkumpulan pun dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, sehingga dalam hal perkumpulan membuat perjanjian, maka perikatan yang lahir dari perjanjian mengikat kepada perkumpulan sebagai badan hukum, bukan kepada perseorangan. 3. Perkumpulan berbadan hukum dapat membuka rekening atas nama perkumpulan tersebut. Sedangkan perkumpulan yang tidak berbadan hukum tidak dapat membuka rekening atas nama perkumpulan. Dari uraian di atas, kami merekomendasikan Anda untuk mendirikan perkumpulan berbadan hukum saja untuk asosiasi Anda. Selain keuntungan yang telah disebutkan di atas, perkumpulan yang berbadan hukum juga dapat memiliki aset tetap sebagai kekayaan perkumpulan. Sedangkan mengenai izin dari asosiasi, akan bergantung pada kegiatan atau sektor terkait secara spesifik. Karena pengaturan mengenai izin terhadap asosiasi diatur secara sektoral, tergantung pada kegiatan usaha atau profesi tersebut. Sebagai referensi, Anda dapat juga membaca artikel-artikel berikut ini: 1. Yang Wajib Anda Pahami Sebelum Mendirikan Perkumpulan . 2. Panduan Mendirikan Perkumpulan . Prosedur Mendirikan Perkumpulan Tanpa Badan Hukum Prosedurnya: 1. Membuat akta pendirian perkumpulan di hadapan notaris. Akta pendirian memuat sekurang-kurangnya: a. Identitas para pendiri (minimal tiga orang atau lebih); b. Anggaran Dasar perkumpulan; c. Syarat-syarat keanggotaan; d. Maksud dan tujuan perkumpulan; e. Susunan pengurus. 2. Mengajukan pembuatan Surat Keterangan Domisili di kelurahan setempat dimana sekretariat perkumpulan akan berada. 3. Mengajukan pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Wajib Pajak di kantor pajak setempat sesuai domisili perkumpulan. 4. Melakukan pendaftaran akta pendirian perkumpulan di Pengadilan Negeri setempat sesuai domisili perkumpulan (opsional). 5. Mengajukan pembuatan Surat Keterangan Terdaftar Organisasi Masyarakat (SKT Ormas) ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik tingkat kotamadya sesuai domisili perkumpulan. Prosedur Mendirikan Perkumpulan Yang Berbadan Hukum Prosedurnya: 1. Membuat akta pendirian perkumpulan di hadapan notaris. Akta pendirian memuat sekurang-kurangnya: a. Identitas para pendiri (minimal tiga orang atau lebih); b. Anggaran Dasar perkumpulan; c. Syarat-syarat keanggotaan; d. Maksud dan tujuan perkumpulan; e. Jangka waktu berdirinya perkumpulan; f. Jumlah modal yang dipisahkan; g. Susunan organ perkumpulan yang terdiri dari pendiri, pembina, pengurus, dan pengawas. 2. Mengajukan penerbitan surat pengesahan badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM (biasanya diurus oleh notaris bersamaan dengan pengurusan penerbitan akta). 3. Mengajukan pembuatan Surat Keterangan Domisili di kelurahan setempat dimana sekretariat perkumpulan akan berada. 4. Mengajukan pembuatan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Surat Keterangan Terdaftar Wajib Pajak di kantor pajak setempat sesuai domisili perkumpulan. 5. Mengajukan pembuatan Surat Keterangan Terdaftar Organisasi Masyarakat (SKT Ormas) ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik tingkat kotamadya sesuai domisili perkumpulan. Demikian jawaban kami. Semoga bermanfaat. Dasar Hukum: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2. Staatsblad 1870 Nomor 64; 3. Staatsblad 1939 Nomor 570 tentang Perkumpulan Indonesia ( Inlandsche Vereniging ) juncto Staatsblad 1942 Nomor 13 dan 14; 4. Staatsblad 1933 Nomor 84 Pasal 11 Poin 8; 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan ; 6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan. hukumonline profesi perkumpulan hukum klinik badan hukum perusahaan klinik hukumonline izin" }
{ "from": "human", "value": "Apakah kepemilikan tanah garapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi SHM? Bagaimana prosedurnya dan berapa biayanya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Menurut kami istilah meningkatkan status tanah garapan menjadi SHM (sertifikat hak milik) adalah kurang tepat. Y ang lebih tepat adalah didaftarkan menjadi SHM, karena tanah garapan bukan merupakan jenis hak kepemilikan tanah yang diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( “ UUPA ” ) . Definisi tanah garapan menurut Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN ) Nomor 2 T ahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota (“SK Kepala BPN”) adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan sesuatu hak yang dikerjakan dan dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu tertentu. KLINIK TERKAIT Hak Anak dari Perkawinan Campuran untuk Memiliki Rumah 20 Jun 2023 Satu Sertifikat Hak atas Tanah untuk Beberapa Pemilik 17 Mar 2014 Syarat Meningkatkan Hak Pakai Menjadi Hak Milik 04 Mar 2014 Bagaimana Cara Penerbitan Sertifikat Hak Milik Strata Title? 23 Agt 2011 Untuk tanah garapan yang sudah dilekati dengan sesuatu hak, jika hak tersebut adalah hak milik tentunya tidak bisa didaftarkan menjadi hak milik oleh penggarap . K arena sesuai dengan P asal 20 A yat (1) UUPA hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh . Kecuali hak milik tanah tersebut sudah jatuh kepada negara sesuai dengan pasal 27 huruf a UUPA . K emudian jika hak tersebut merupakan Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan juga tidak bisa didaftarkan menjadi hak milik oleh penggarap kecuali hak guna usahanya sudah hapus sesuai dengan pasal 34 UUPA atau hak guna banguna n nya sudah hapus sesuai dengan pasal 40 UUPA. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Sedangkan untuk tanah garapan yang belum dilekati dengan sesuatu hak, bisa langsung didaftarkan menjadi Hak Milik dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ( “ PP 24 / 1997 ” ) . Adapun p rosedur pendaftaran tanah garapan menjadi tanah hak milik sama seperti kegiatan  pendaftaran tanah untuk pertama kali yang diatur dalam P asal 12 PP 24 / 1997, meliputi : a. pengumpulan dan pengolahan data fisik; b. pembuktian hak dan pembukuannya; c. penerbitan sertifikat; d. penyajian data fisik dan yuridis; e. penyampaian daftar umum dan dokumen. Yang harus diperhatikan sebelum melakukan prosedur melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional) adalah mengetahui kesesuaian peruntu k an tanah tersebut dengan rencana tata ruang daerah tanah tersebut melalui kelurahan, kantor desa, atau kecamatan. Dan dalam hal tanah garapan yang belum dilekati dengan sesuatu hak harus dipastikan terlebih dahulu melalui kantor desa atau kelurahan tanah tersebut bahwa tanah tersebut memang belum pernah didaftarkan sebelumnya oleh orang atau badan hukum lain. Mengenai b iaya pendaftaran tanah garapan tersebut tergantung wilayah dan luas tanah . K arena biaya masing-masing wilayah di Indonesia berbeda . J adi ada baiknya bila Anda mendatangi kantor PPAT/ kantor BPN dimana tanah tersebut berada. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 3. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN ) Nomor 2 T ahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota hak milik bpn hukum hukumonline hgb shm" }
{ "from": "human", "value": "Saya mempunyai bawahan dimana sebagiannya saya melakukan penggelapan dana perusahaan. Setiap orang mamakai uang perusahaan di kisaran 1 juta s/d 10 juta. Menurut versi perusahaan, perusahaan telah dirugikan total sekitar 70 s/d 80 juta, perusahaan tidak tahu menahu dan meminta saya untuk bertanggung jawab sepenuhnya. Jika uang tersebut tidak kembali maka saya akan diperkarakan. Sedangkan di sini saya hanya melanggar SOP perusahaan dan tidak mengetahui alur perjalanan uang tersebut. Saya diberhentikan oleh perusahaan tanpa ada konfirmasi baik itu surat PHK maupun secara lisan. Satu bulan gaji saya ditahan. Yang saya tanyakan apakah saya bisa dijadikan tersangka bilamana perusahaan melaporkan ke pihak kepolisian atas masalah ini? Apa yang harus saya lakukan dalam menghadapi masalah ini? Saya sudah mengembalikan uang perusahaan 12 juta hasil saya meminta ke bawahan saya yang memakai uang tersebut. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Intisari: Dalam prinsip pertanggungjawaban pidana, mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan-lah yang dapat dikenakan sanksi pidana. Jika memang Anda tidak terlibat dan tidak ada cukup bukti bahwa Anda melakukan tindak pidana penggelapan, maka Anda tidak dapat dijadikan tersangka. Anda dapat memberikan argumen disertai bukti-bukti yang cukup bahwa Anda tidak terlibat dalam penggelapan itu. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Pada dasarnya, tindak pidana penggelapan termuat dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) : KLINIK TERKAIT Mengembalikan Uang yang Digelapkan, Apakah Tetap Dipidana? 03 Jun 2024 Apakah Laporan Penggelapan Dapat Dicabut Kembali? 28 Feb 2024 Penggelapan dalam Jabatan, Ranah Pidana atau Perdata? 11 Jan 2024 Berapa Lama Masa Daluwarsa Penuntutan dan Menjalankan Pidana? 18 Jan 2023 “ Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah. ” R. Soesilo dalam bukunya “ Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal ” menyatakan bahwa penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian tetapi pada penggelapan pada waktu dimilikinya barang tersebut, sudah ada di tangannya tidak dengan jalan kejahatan/melawan hukum (hal. 258). Unsur-unsur penggelapan yang harus terpenuhi adalah: Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas 1. Barang siapa (ada pelaku); 2. Dengan sengaja dan melawan hukum; 3. Memiliki barang sesuatu yang seluruh atau sebagian adalah kepunyaan orang lain; 4. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Sedangkan, dalam konteks pertanyaan Anda, penggelapan dalam hubungan kerja yang dilakukan oleh pekerja di suatu perusahaan ini diancam dengan Pasal 374 KUHP : “ Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.” R. Soesilo menyatakan bahwa pasal ini biasa disebut dengan “ Penggelapan dengan Pemberatan ”, di mana pemberatannya adalah dalam hal (hal. 259): a. terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya ( persoonlijke dienstbetrekking ), misalnya perhubungan antara majikan dan pembantu rumah tangga atau majikan dan buruh . b. terdakwa menyimpan barang itu karena jabatannya ( beroep ), misalnya tukang binatu menggelapkan pakaian yang dicucikan kepadanya, tukang jam, sepatu, sepeda, dsb menggelapkan sepatu, jam dan sepeda yang diserahkan kepadanya untuk diperbaiki. c. karena mendapat upah uang (bukan upah berupa barang), misalnya pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, barang itu digelapkannya. Jadi, penggelapan uang perusahaan yang dilakukan oleh bawahan Anda dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 374 KUHP. Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasus dapat Anda simak dalam artikel Jerat Hukum Jika Pemegang Saham Menggunakan Harta Perusahaan dan Tindak Pidana Penggelapan dengan Pemberatan . Soal pertanyaan Anda tentang apakah Anda bisa dijadikan tersangka bilamana perusahaan melaporkan ke pihak kepolisian atas masalah ini, pada dasarnya, yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas suatu tindak pidana hanyalah orang yang melakukan tindak pidana tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip pertanggungjawaban pidana. Sebagaimana pernah kami uraikan dalam artikel Prinsip Tanggung Jawab Pidana , dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP ditegaskan bahwa pelaku tindak pidana yang bisa dikenakan pidana adalah: 1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan ; 2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. Jadi, selama Anda bukan orang melakukan penggelapan, orang yang menyuruh bawahan Anda melakukan penggelapan, atau turut serta dalam penggelapan tersebut, Anda tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas dasar penggelapan dana perusahaan yang dilakukan oleh bawahan Anda. Anda dapat memberikan argumen disertai bukti-bukti yang cukup bahwa Anda tidak terlibat dalam penggelapan itu. Kemungkinan Anda dapat dimintakan keterangannya sebagai saksi, mengingat penggelapan ini dilakukan oleh bawahan Anda. Mengacu pada penjelasan di atas, menurut hemat kami, Anda mungkin saja dalam proses hukum nantinya bertindak sebagai saksi. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 , Mahkamah Konstitusi (“MK”) memberikan perluasan makna saksi, yakni tidak hanya orang yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri, tetapi juga setiap orang yang punya pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar sebagai saksi demi keadilan dan keseimbangan penyidik yang berhadapan dengan tersangka/terdakwa. Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan ini dapat Anda simak dalam artikel MK ‘Rombak’ Definisi Saksi dalam KUHAP. Dasar Hukum: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Referensi: R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor. pidana" }
{ "from": "human", "value": "Saya seorang CPNS di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI, bekerja dengan sistem shift (anggota regu pengamanan lapas), lazimnya PNS dengan jabatan yang sama diberikan libur kerja selama 2 hari, saya selaku CPNS diwajibkan untuk melaksanakan dinas pada hari libur ke-2 secara berkala tanpa diberikan perintah secara tertulis/surat perintah. Apakah boleh CPNS bekerja lebih dari 37,5 jam dalam 5 hari?" }
{ "from": "gpt", "value": "Intisari: Pada dasarnya menurut Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah (“Keppres 68/1995”), ketentuan kerja untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) sama dengan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) yaitu ditetapkan 5 (lima) hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat atau 37,5 jam seminggu atau 7,5 jam sehari. Bagi PNS/CPNS yang bekerja di lingkungan lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keppres 68/1995 yang tugasnya bersifat pemberian pelayanan kepada masyarakat, dapat dikecualikan dari ketentuan jam kerja selama 37,5 jam seminggu atau 7,5 jam sehari. Namun, pengecualian hari dan jam kerja sebagaimana disebutkan di Keppres 68/1995 ini ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah dengan koordinasi dan setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara . Kami menyarankan Anda untuk mencari tahu apakah ada aturan internal yang mengatur mengenai penugasan siaga (bekerja lebih dari 37.5 jam dalam seminggu) pada hari libur khususnya pada instansi tempat Anda bekerja. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”) , Calon Pegawai Negeri Sipil (“CPNS”) adalah para peserta yang telah lolos penyelenggaraan seleksi pengadaan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan lain yang dibutuhkan oleh jabatan. [1] Berdasarkan Poin IV huruf A angka 1 dan 2 Lampiran I Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (“KBKN 11/2002”) , terdapat kewajiban untuk melengkapi dan menyerahkan kelengkapan administrasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau yang ditunjuk olehnya. Apabila salah satu syarat tidak dipenuhi, maka yang bersangkutan tidak dapat diangkat sebagai CPNS. Calon PNS wajib menjalani masa percobaan. Masa percobaan dilaksanakan melalui proses pendidikan dan pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang. [2] Masa percobaan bagi calon PNS dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. [3] Terkait dengan jam kerja CPNS, KBKN 11/2002 tidak mengatur secara rinci. Menurut Septria Minda Eka Putra, S.H. , Analis Hukum di Badan Kepegawaian Negara , pada dasarnya ketentuan me n genai jam kerja CPNS itu sama dengan jam kerja PNS yaitu 7,5 jam per hari (5 hari kerja dalam seminggu), yang membedakannya adalah flexi time saja. Tetapi perlu diketahui bahwa masing-masing instansi/lembaga/kementerian juga membuat peraturannya masing-masing mengenai jam kerja. Maka harus dilihat lagi aturan internal masing-masing instansi/lembaga/kementerian . Menurut Septria, f lexi time adalah istilah yang digunakan untuk kewajiban mengganti keterlambatan. Sebagai contoh: dalam hal terjadi keterlambatan masuk kerja sampai dengan pukul 08.00 atau 30 menit dari jadwal jam kerja, maka pegawai yang bersangkutan wajib mengganti waktu keterlambatan selama 30 menit pada hari yang sama di sore harinya. Jam Kerja PNS dan Sistim Kerja Shift Jam Kerj a PNS Yang menjadi dasar waktu kerja bagi PNS adalah Pasal 3 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (“PP Disiplin PNS”) sebagai peraturan pelaksana UU ASN (yang masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan UU ASN). Dalam pasal tersebut diatur beberapa kewajiban PNS, salah satunya adalah PNS wajib masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Dalam penjelasan Pasal 3 angka 11 PP Disiplin PNS dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja” adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang berwenang. Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan satu hari tidak masuk kerja. Jam kerja PNS tidak diatur secara rinci dalam PP Disiplin PNS, akan tetapi diatur lebih lanjut dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah (“Keppres 68/1995”) sebagai berikut: [4] Hari kerja bagi seluruh lembaga Pemerintah Tingkat Pusat dan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya ditetapkan lima hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat. Jumlah jam kerja efektif dalam lima hari kerja tersebut adalah 37,5 jam , dan ditetapkan sebagai berikut: Hari Senin sampai dengan Hari Kamis: Jam 07.30 - 16.00. Waktu istirahat: Jam 12.00 - 13.00. Hari Jumat: Jam 07.30 - 16.30. Waktu istirahat: Jam 11.30 - 13.00. Hari dan j am kerja sebagaimana dijelaskan di atas tidak berlaku bagi: Unit-unit di lingkungan lembaga Pemerintah yang tugasnya bersifat pemberian pelayanan kepada masyarakat. Lembaga pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA). Pelaksanaan ketentuan mengenai pengecualian hari dan jam kerja sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga Pemerintah dengan koordinasi dan setelah mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara . [5] Perlu diketahui bahwa masing-masing instansi/lembaga/kementerian juga membuat peraturannya masing-masing, yang menjadikan Keppres 68/1995 sebagai salah satu dasar hukumnya. Menteri atau Pimpinan Lembaga yang menerapkan lima hari kerja juga dapat mengatur penugasan siaga tugas pada hari Sabtu di lingkungan lembaga masing-masing . [6] Selengkapnya mengenai jam kerja PNS dapat Anda simak dalam artikel Jam Kerja PNS . Kerja shift PNS Pengaturan jam kerja shift bagi PNS diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 08 Tahun 1996 tentang Pedoman Pelaksanaan Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah ( “Kepmenpan 8/1996”). Dalam Lampiran Kepmenpan 8/1996, khususnya dalam bagian latar belakang, dikatakan antara lain bahwa hari dan jam kerja di lingkungan lembaga pemerintah adalah 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu dengan jumlah jam kerja efektif sebanyak 37,5 jam per minggu. Akan tetapi, ada pengecualian kebijakan 5 (lima) hari kerja ini bagi unit kerja/satuan organisasi yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Unit kerja pelayanan yang dimaksud adalah unit kerja yang berfungsi memberikan pelayanan yang sifatnya mendesak ( urgent ) dan/atau yang mencakup kepentingan masyarakat luas, seperti Rumah Sakit/Puskesmas, unit kerja yang memberikan pelayanan telepon, listrik, air minum, pemadam kebakaran, keamanan dan ketertiban, perbankan dan unit kerja pelayanan lain yang sejenis. [7] Masing–masing lembaga pemerintah terlebih dahulu melakukan inventarisasi semua unit kerja pelayanan yang ada di lingkungannya masing–masing baik di pusat maupun di daerah. Kemudian unit-unit kerja pelayanan tersebut akan dievaluasi untuk ditetapkan sesuai dengan sifat pelayanan masing–masing yaitu: [8] Unit kerja pelayanan yang melaksanakan tugas pelayanan pada hari Senin sampai dengan hari Sabtu dengan jumlah jam kerja 37,5 jam per minggu; Unit kerja pelayanan melaksanakan tugas pelayanan secara terus menerus selama 24 jam termasuk pada hari libur yang diatur secara bergilir ( shift ). Selengkapnya mengenai sistem kerja shift PNS dapat Anda simak pada artikel Ketentuan Waktu Kerja Shift Bagi PNS . Jam Kerja PNS di Lingkungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Khusus pada lingkungan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Kemenkumham”) pengaturan mengenai jam kerja PNS pada lingkungan Kemenkumham merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Bagi Menteri dan Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (“Permenkumham 33/2017”) . Hari dan Jam Kerja di lingkungan Kemenkumham ditentukan sebagai berikut: [9] pukul 07.30-16.00 waktu setempat pada hari Senin sampai dengan hari Kamis; pukul 07.30-16.30 waktu setempat pada hari Jum’at; pukul 12.00-13.00 waktu setempat untuk Istirahat pada hari Senin sampai dengan hari Kamis; dan pukul 11.30-13.00 waktu setempat untuk Istirahat pada hari Jum’at Jam Kerja paling sedikit 7,5 jam dalam 1 (satu) hari kerja dan 37,5 jam dalam 5 (lima) hari kerja. [10] Terdapat pengaturan mengenai flexi time dalam Pasal 8 ayat (1) Permenkumham 3/2017 , disebutkan bahwa dalam hal terjadi keterlambatan masuk kerja sampai dengan pukul 08.00 atau 30 (tiga puluh) menit dari jadwal jam kerja maka Pegawai yang bersangkutan wajib mengganti waktu keterlambatan selama 30 (tiga puluh) menit pada hari yang sama. Analisis Jadi menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya ketentuan kerja untuk CPNS sama dengan PNS yaitu ditetapkan lima hari kerja mulai hari Senin sampai dengan hari Jumat atau 37,5 jam seminggu atau 7,5 jam sehari. Berdasarkan penelusuran kami, a nggota regu pengamanan lapas atau disebut dengan Petugas Pemasyarakatan adalah PNS yang bertugas melaksanakan tugas di bidang pemasyarakatan. [11] Jadi aturan jam kerja bagi PNS sebagai Petugas Pemasyarakatan juga berlaku bagi CPNS-nya. Bagi PNS/CPNS yang berkerja di lingkungan lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Keppres 68/1995 yang tugasnya bersifat pemberian pelayanan kepada masyarakat dapat dikecualikan dari ketentuan jam kerja selama 37,5 jam seminggu atau 7,5 jam sehari. Perlu diketahui bahwa masing-masing instansi/lembaga/kementerian juga membuat peraturannya masing-masing mengenai jam kerja ini. Kami menyarankan Anda untuk mencari tahu apakah ada aturan internal yang mengatur mengenai penugasan siaga (bekerja lebih dari 37.5 jam per minggu) pada hari libur khususnya pada instansi tempat Anda bekerja. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja Di Lingkungan Lembaga Pemerintah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Bagi Menteri dan Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 08 Tahun 1996 tentang Pedoman Pelaksanaan Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 Cacatan: Kami telah melakukan wawancara dengan Analis Hukum Badan Kepegawaian Negara , Septria Minda Eka Putra, S.H. via telepon pada 16 Juli 2018 pukul 17.00 WIB. [1] Pasal 63 ayat (1) jo. Pasal 62 ayat (1) UU ASN [2] Pasal 63 ayat (3) dan (4) UU ASN [3] Pasal 64 ayat (1) UU ASN [4] Pasal 1 jo. Pasal 3 Keppres 68/1995 [5] Pasal 3 ayat (2) Keppres 68/1995 [6] Pasal 5 Keppres 68/1995 [7] Romawi II huruf B angka 3a dan 3b Lampiran Kepmenpan 8/1996 [8] Romawi II huruf B angka 3c dan 3d Lampiran Kepmenpan 8/1996 [9] Pasal 7 ayat (1) Permenkumham 33/2017 [10] Pasal 7 ayat  (4) Permenkumham 33/2017 [11] Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara aparatur sipil negara hukumonline lembaga pemerintah asn kerja pegawai pegawai negeri sipil calon pegawai negeri sipil terorisme jam kerja tata negara hukum cpns pns" }
{ "from": "human", "value": "Apakah badan hukum sebagai subjek hukum dapat dijatuhi pemidanaan?" }
{ "from": "gpt", "value": "Meminjam penjelasan artikel Metamorfosis Badan Hukum Indonesia , dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in judicio ) dapat melakukan perbuatan melawan hukum ( onrechtmatig handelen; tort ). Penafsiran ini dilakukan melalui asas kepatutan ( doelmatigheid ) dan keadilan ( bilijkheid ). Oleh karena itu dalam hukum perdata suatu badan hukum ( legal person ) dapat dianggap bersalah melakukan perbuatan melawan hukum, disamping para anggota direksi sebagai natural persons . KLINIK TERKAIT Anak Dianiaya Tetangga, Apa Langkah Hukumnya? 24 Jul 2024 Karyawan Posting Keluhan tentang Atasan di Medsos, Adakah Ancaman Pidananya? 02 Feb 2024 Jerat Pasal Membawa Senjata Tajam, Adakah? 21 Sep 2022 Gaji Terakhir dan Bonus Tahunan Tidak Dibayar 18 Mei 2017 Berbeda permasalahannya dalam hukum pidana. Dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku ( fysieke dader ). Sedangkan, perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen). Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Permasalahan lainnya, menurut Guru Besar Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Bismar Nasution dalam tulisannya “ Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya ” yang dimuat dalam blog bismar.wordpress.com , banyak pihak yang tidak mendukung pandangan bahwa Badan Hukum sebagai suatu korporasi (perusahaan) yang  wujudnya semu dapat melakukan suatu tindak kejahatan serta memiliki criminal intent yang melahirkan pertanggungjawaban pidana. Di samping itu, mustahil untuk dapat menghadirkan di korporasi dengan fisik yang sebenarnya dalam ruang pengadilan dan duduk di kursi terdakwa guna menjalani proses peradilan. Terlebih lagi, pengaturan mengenai pemidanaan terhadap badan hukum sebagai subjek hukum tidak dapat kita temui dalam Kitab Undang-Undang hukum Pidana (“KUHP”) . Masih menurut Bismar, di dalam KUHP yang dianggap sebagai subjek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis yang alami ( naturlijkee person ). Sehingga, KUHP saat ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh korporasi, namun hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurus korporasi. Hal ini, terang Bismar, bisa kita lihat dalam Pasal 398 KUHP yang menyatakan bahwa jika seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan korporasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan. Akan tetapi, pada perkembangannya Badan Hukum juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum. Bismar menjelaskan, korporasi mulai diposisikan sebagai subjek hukum pidana dengan ditetapkannya UU Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi . Kemudian, bermunculan pengaturan tentang kejahatan korporasi yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti di antaranya: 1. Undang-Undang No. 11/PNPS Tahun 1964 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. 2. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004  tentang Jalan (“UU Jalan”). 3. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Menurut Bismar, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) UU Jalan . Kemudian, dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UU Tipikor dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan . Kemudian kemungkinan berikutnya adalah dapat dibebankan baik pada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam Pasal 20 ayat (1) UU Tipikor . Demikian menurut Bismar Nasution. Dari penjelasan di atas kiranya dapat kita simpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini badan hukum sebagai subjek hukum dapat dijatuhi pemidanaan. Sekian penjelasan dari kami, semoga membantu. DASAR HUKUM: 1. Kitab Undang-Undang hukum Pidana . 2. Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi . 3. Undang-Undang No. 11/PNPS Tahun 1964 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. 4. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi . 5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 6. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan . 7. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004  tentang Jalan . 8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ." }
{ "from": "human", "value": "Apakah zakat juga berlaku untuk badan hukum? Misalnya seperti bank syariah, apakah juga wajib mengeluarkan zakat dari keuntungannya? Sudah adakah regulasi yang mengaturnya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Dalam menyikapi persoalan zakat perusahaan/badan usaha, pendapat para ulama di Indonesia terbagi menjadi dua. Pendapat pertama menyatakan bahwa perusahaan tidak wajib menunaikan zakat karena zakat hanya diwajibkan kepada seorang muslim yang sudah mukallaf, merdeka dan memiliki harta sesuai haul dan nisab . Sedangkan menurut pendapat kedua, perusahaan bisa memiliki arti syakhsiyyah I’tibariyyah (beban yang disetarakan dengan individu/orang), sehingga juga dikenai kewajiban zakat. Namun, Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini sependapat dengan pendapat kedua, sebagaimana yang dinyatakan dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Se-Indonesia III Tahun 2009 , bahwa perusahaan yang telah memenuhi syarat wajib zakat, wajib mengeluarkan zakat, baik sebagai syakhsiyyah I’tibariyyah ataupun sebagai wakil dari pemegang saham (hal. 134). Sejalan dengan keputusan tersebut, dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU Pengelolaan Zakat”) disebutkan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka 5 UU Pengelolaan Zakat disebutkan juga bahwa muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat. Lebih lanjut, dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pengelolaan Zakat diatur bahwa zakat mal merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha . Lalu, Pasal 4 ayat (2) UU Pengelolaan Zakat menjelaskan lingkup dari zakat mal, yaitu sebagai berikut: Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: emas, perak dan logam mulia lainnya; uang dan surat berharga lainnya; perniagaan; pertanian, perkebunan, dan kehutanan; peternakan dan perikanan; pertambangan; perindustrian; pendapatan dan jasa; rikaz. Selain dalam UU Pengelolaan Zakat, penegasan ketentuan zakat untuk badan usaha juga diatur dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (“KHES”) . Dalam Pasal 668 angka 2 dan 7 KHES disebutkan bahwa yang dimaksud dengan: zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya; dan muzaki adalah orang atau lembaga yang dimiliki oleh muslim yang berkewajiban menunaikan zakat . Adapun ketentuan syarat wajib zakat diatur dalam Pasal 669 KHES yang menyatakan bahwa zakat wajib bagi setiap orang atau badan dengan syarat-syarat sebagai berikut: Muslim. Mencapai nishab dengan kepemilikian sempurna walaupun sifat harta itu berubah disela-sela haul. Memenuhi syarat satu haul bagi harta-harta tertentu. Harta itu tidak bergantung pada penggunaan seseorang. Harta itu tidak terikat oleh utang sehingga menghilangkan nishab. Harta bersama dipersamakan dengan harta perseorangan dalam hal mencapai nishab. Lebih lanjut, dalam Berita Resmi Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) No. 1/ON/01/2019 (“Berita Resmi BAZNAS”) tanggal 20 Januari 2019, dijelaskan bahwa harta yang diinvestasikan dalam syirkah/perusahaan dengan mangandalkan usaha manusia (pekerjaan) yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan merupakan salah satu harta wajib zakat (hal. 2). Dalam pandangan fikih, perusahaan diibaratkan seperti seseorang yang sedang mencari profit atau mengembangkan harta ( syakhsiyah I’tibariyah ) (hal. 4). Dalam hal pemilik modal (pemegang saham) perusahaan terdiri dari muslim dan nonmuslim, maka zakat perusahaan wajib dikeluarkan hanya kepada kepemilikan saham yang muslim saja , jika sudah mencapai syarat haul dan nishab (hal. 2). Sebagai contoh, kami mengutip ketentuan zakat bagi perusahan di bidang perdagangan dan jasa, yaitu sebagai berikut: [1] Zakatnya dihitung pertahun, yaitu ketika perusahaan sudah berjalan satu tahun penuh ( haul ); Tidak wajib zakat pada aset tetap untuk penunjang usaha, baik yang bersifat materi maupun non materi; Objek zakat mencakup harta pada aset lancar seperti barang-barang, piutang, wesel tagih, investasi, dan uang tunai di bank; Penilaian terhadap harta zakat adalah berdasarkan nilai pasar yang sedang berlaku; Liabilitas yang harus segera dibayarkan dalam jangka pendek wajib dikurangi dari harta zakat; Nishab zakat setara dengan 85 gram emas murni; Persentase atau kadar zakat adalah 2,5% berdasarkan penanggalan hijriah, dan 2,575% berdasarkan penanggalan masehi; Beban besaran zakat setelah dihitung nilainya dibagikan kepada masing-masing pemilik saham sesuai dengan jumlah saham mereka pada perusahaan dan/atau pada perusahaan rekanan. Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembayaran zakat juga berlaku untuk badan hukum yang merupakan badan usaha, mengingat badan usaha termasuk subyek hukum yang wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan ketentuan syariat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia , termasuk juga bank syariah yang merupakan badan usaha berbentuk perseroan yang memperoleh pendapatan atau keuntungan atas jasa yang diberikan. Namun, perlu diperhatikan bahwa terdapat perbedaan istilah yang digunakan dalam UU Pengelolaan Zakat dan KHES, di mana UU Pengelolaan Zakat menggunakan istilah badan usaha, sedangkan dalam KHES istilah yang dipakai adalah lembaga yang dimiliki oleh muslim dan badan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Terima kasih. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Referensi : Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Se-Indonesia III Tahun 2009 , diakses pada 4 Februari 2021 pukul 11.02 WIB; Berita Resmi Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) No. 1/ON/01/2019 , diakses pada 4 Februari 2021 pukul 11.03 WIB. [1] Berita Resmi BAZNAS (hal.5) agama" }
{ "from": "human", "value": "Apakah definisi \"bandar narkotika\" sama dengan \"pengedar\"? Kemudian apa kriteria bandar narkotika yang dapat dikenai pidana mati menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Intisari: Bandar narkotika dapat diartikan sebagai orang yang mengendalikan suatu aksi kejahatan narkotika secara sembunyi-sembunyi atau sebagai pihak yang membiayai aksi kejahatan itu. Dalam praktiknya, bandar narkotika itu antara lain: orang yang menjadi otak di balik penyelundupan narkotika, permufakatan kejahatan narkotika, dan sebagainya. Secara sempit dapat dikatakan bahwa pengedar Narkotika/Psikotropika adalah orang yang melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika/Psikotropika. Pengedar belum tentu berarti bandar narkotika. Kemudian mengenai apa kriteria bandar narkotika yang dapat dikenai pidana mati, pada dasarnya, kriterianya adalah tindakan yang dilakukan harus memenuhi semua unsur yang diatur dalam pasal-pasal pidana dalam UU Narkotika. Dan pada akhirnya bergantung kepada penilaian hakim apakah akan menjatuhkan pidana mati atau tidak. Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. KLINIK TERKAIT Adakah Sanksi bagi Pelaku Pengisap Aroma Lem? 20 Jan 2014 Narkotika Jenis Baru dan Asas Legalitas 04 Sep 2013 Hukum Menanam Cannabis (Ganja) 02 Sep 2013 Bolehkah WNA yang Dideportasi Karena Kasus Narkotika Kembali ke Indonesia? 18 Jun 2013 Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Arti Bandar Narkotika Sepanjang penelusuran kami, tidak ada definisi maupun istilah ‘bandar narkotika’ yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU Narkotika”) . Namun, b erdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang kami akses dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan , bandar memiliki arti: 1. pemain yang menjadi lawan pemain-pemain lain sekaligus (di permainan dadu, rolet, dan sebagainya); 2. orang yang menyelenggarakan perjudian; bandar judi; 3. orang yang mengendalikan suatu aksi (gerakan) dengan sembunyi-sembunyi; 4. orang yang membiayai suatu gerakan yang kurang baik; 5. orang yang bermodal dl perdagangan dan sebagainya; tengkulak; Ini artinya, bandar narkotika dapat diartikan sebagai orang yang mengendalikan suatu aksi kejahatan narkotika secara sembunyi-sembunyi atau sebagai pihak yang membiayai aksi kejahatan itu. Dalam praktiknya, bandar narkotika itu antara lain: orang yang menjadi otak di balik penyelundupan narkotika, permufakatan kejahatan narkotika, dan sebagainya. Arti Pengedar Narkotika Pengedar berasal dari kata dasar ‘edar’. Serupa dengan definisi bandar narkotika, sepanjang penelusuran kami, tidak ada definisi pengedar secara ekplisit di dalam UU Narkotika. Namun, b erdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengedar adalah orang yang mengedarkan, yakni orang yang membawa (menyampaikan) sesuatu dari orang yang satu kepada yang lainnya. Sementara, arti peredaran narkotika itu sendiri meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [1] Sebagaimana pernah  dijelaskan sebelumnya dalam artikel Pemilik Puntung Ganja = Pengedar Ganja? , Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. dalam penelitiannya yang berjudul Pemidanaan Terhadap Pengedar dan Pengguna Narkoba menjelaskan bahwa secara implisit dan sempit dapat dikatakan bahwa pengedar Narkotika/Psikotropika adalah orang yang melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika/Psikotropika. Secara luas, pengertian pengedar tersebut juga dapat dilakukan dan berorientasi kepada dimensi penjual, pembeli untuk diedarkan, mengangkut, menyimpan, menguasai, menyediakan, melakukan perbuatan mengekspor dan mengimpor Narkotika/Psikotropika. Ini artinya, pengedar belum tentu berarti bandar narkotika. Istilah bandar narkotika juga tidak dikenal dalam UU Narkotika. Sanksi Pidana Mati Bagi Bandar Narkotika Sanksi bagi bandar narkotika berbeda-beda tergantung dari tindakan apa yang dilakukannya. Mengenai tindakan apa yang dapat dikenai pidana mati, berikut adalah beberapa tindak pidana yang dapat dihukum mati berdasarkan UU Narkotika: 1. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati , pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga). [2] 2. Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati , pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga). [3] 3. Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain (secara tanpa hak atau melawan hukum) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati , pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga). [4] 4. Tanpa hak atau melawan hukum perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati , pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga). [5] 5. Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati , pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga). [6] 6. Tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain yang mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati , pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) ditambah 1/3 (sepertiga). [7] 7. Menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 UU Narkotika dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). [8] Pada dasarnya, kriteria untuk dapat dikenakan sanksi pidana adalah tindakan yang dilakukan harus memenuhi semua unsur yang diatur dalam pasal-pasal pidana dalam UU Narkotika. Dan pada akhirnya bergantung kepada penilaian hakim apakah akan menjatuhkan pidana mati atau tidak. Contoh Kasus Bandar Narkotika yang Dihukum Mati 1. Sebagai contoh kasus bandar narkotika yang dihukum mati adalah dua terpidana kasus peredaran narkotika jenis sabu-sabu seberat 862,603 kilogram yakni bandar narkotika dari Hongkong (Wong Chi Ping dan Ahmad Salim Wijaya). Seperti yang diberitakan dalam artikel PN Jakbar Vonis Mati Bandar Narkoba dan BNN Apresiasi Putusan Pidana Mati Bandar Narkoba . Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 307/PID/2015/PT.DKI menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor. 1094/Pid.Sus/2015/PN.JKT.BAR yang amarnya menyatakan terdakwa Wong Chi Ping Als Surya Wijaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Permufakatan Jahat Tanpa Hak dan Melawan Hukum Menerima Narkotika Golongan I Dalam Bentuk Bukan Tanaman Beratnya Melebihi 5 (Lima) Gram”. Hakim menjatuhkan pidana mati . 2. Sementara, contoh pengedar narkotika yang dihukum mati dapat kita lihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid.Sus/2013 . Terdakwa telah menguasai atau menyimpan Narkotika jenis sabu dalam jumlah yang sangat banyak, yakni 210 Kg Narkotika siap untuk diedarkan atau didistribusikan kepada para Bandar dan selanjutnya dijual kepada masyarakat. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak dan melawan hukum menyerahkan/mengedarkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram secara Terorganisir”. Oleh karena itu, terdakwa dihukum mati dan denda sebanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Putusan ini dikuatkan di tingkat banding dan permohonan kasasi dari terdakwa ditolak Mahkamah Agung. Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika . PUTUSAN 1. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 307/PID/2015/PT.DKI . 2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 572 K/Pid.Sus/2013 . [1] Pasal 35 UU Narkotika [2] Pasal 113 ayat (2) UU Narkotika [3] Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika [4] Pasal 116 ayat (2) UU Narkotika [5] Pasal 118 ayat (2) UU Narkotika [6] Pasal 119 ayat (2) UU Narkotika [7] Pasal 121 ayat (2) UU Narkotika [8] Pasal 133 ayat (1) UU Narkotika narkotika hukumonline klinik hukumonline hukum klinik ganja narkoba pidana" }
{ "from": "human", "value": "Saya berniat membeli sebuah rumah yang tidak memiliki IMB, dengan luas tanah 86m2 dan luas bangunan 160m2 (dua lantai). Apa saja dokumen dan syarat yang dibutuhkan untuk mengurus IMB rumah yang sudah jadi tersebut? Apakah saya akan terkena denda, mengingat rumah tersebut adalah rumah yang telah lama berdiri sebelum saya beli? Menurut beberapa orang, jika luas tanah di bawah 200m2, maka IMB tidak diperlukan, hanya cukup diurus di kecamatan saja. Benarkah demikian?" }
{ "from": "gpt", "value": "Sebelumnya, k ami akan sedikit menjelaskan mengenai izin mendirikan bangunan (IMB) . Menurut Pasal 8 (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ( “ UU bangunan gedung ” ), s etiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, KLINIK TERKAIT Pengertian PBG dan Sanksi Jika Bangunan Tak Memilikinya 04 Sep 2023 Bikin 'Polisi Tidur' Sembarangan? Ini Hukumannya 09 Mei 2023 Hukum Membangun Garasi di Jalan Buntu 12 Mar 2014 Hak Penghuni Kawasan Perumahan Atas Tempat Pemakaman 02 Okt 2013 b. status kepemilikan bangunan gedung, dan c. izin mendirikan bangunan gedung, Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Menurut penjelasan atas uu bangunan gedung pasal 8 ayat (1), sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, IMB adalah surat bukti dari p emerintah d aerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh p emerintah d aerah. Untuk p engajuan Permohonan IMB (PIMB) Rumah Tinggal diajukan ke Loket Pelayanan IMB di Seksi Perizinan Bangunan Kecamatan setempat. Dokumen dan syarat yang dibutuhkan untuk mengurus IMB tiap daerah memiliki aturan tersendiri, namun biasanya tidak berbeda terlalu jauh . K arena tidak dijelaskan mengenai letak rumah tersebut dalam pertanyaan, kami asumsikan rumah tersebut berada di Provinsi DKI Jakarta . M enurut Pasal 19 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 129 Tahun2012 t entang Tata Cara Pemberian Pelayanan di Bidang Perizinan Bangunan (Pergub DKI No 129 T ahun 2012) , p ersyaratan permohonan IMB adalah sebagai berikut : · fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); · fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); · fotokopi surat bukti kepemilikan tanah; · surat pernyataan (di atas meterai) dari pemohon yang menyatakan bahwa tanah yang dikuasai tidak dalam keadaan sengketa; · fotokopi SIPPT untuk lahan yang memiliki luas lebih dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) atau yang dipersyaratkan; · Ketetapan Rencana Kota (KRK) sebanyak 5 (lima) set; · gambar rancangan arsitektur bangunan gedung yang ditandatangani oleh a rsitek yang memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB) sebanyak 5 (lima) set; · perencanaan struktur bangunan gedung beserta lampiran hasil penyelidikan tanah yang ditandatangani oleh perencana struktur yang memiliki IPTB bagi yang dipersyaratkan sebanyak 3 (tiga) set; · gambar rencana dan perhitungan mekanikal dan elektrikal bangunan gedung yang ditandatangani oleh perencana mekanikal dan elektrikal yang memiliki IPTB bagi yang dipersyaratkan sebanyak 3 (tiga) set; · surat penunjukan penanggung jawab perencana arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal bangunan gedung dari pemilik bangunan bagi yang dipersyaratkan; · softcopy rancangan arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal bangunan gedung yang dimohon bagi yang dipersyaratkan; · fotokopi IPTB penanggung jawab perencana arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal bangunan gedung bagi yang dipersyaratkan; · dan persyaratan yang diatur oleh ketentuan lain Kemudian mengenai denda masalah tersebut tidak diatur secara jelas dalam peraturan atau undang-undang . Y ang harus dibayar dalam pengurusan IMB tersebut adalah Retribusi IMB Rumah Tinggal . D ihitung berdasarkan l uas b angunan dan Harga Satuan Jenis Bangunan (Bangunan Usaha/Bang unan Sosial/Bang unan Sementara) sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI No 1 Tahun 2006 t entang Retribusi Daerah . Retribusi IMB dihitung dengan rumus Luas total lantai bangunan x Harga Satuan. Pembayaran Retribusi IMB dapat dilakukan setelah diterbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dari Suku Dinas Perizinan Kota Admionistrasi dan pembayaran dilakukan di Kas Daerah. Setelah diperoleh Bukti Pembayaran Retribusi/Surat Tanda Setoran (STS) dari Kas Daerah, maka lembar untuk P2B diserahkan ke Loket Pelayanan IMB. Selanjutnya mengenai perlu tidaknya IMB untuk bangunan tersebut yang telah berdiri lama, dalam penjelasan P asal 48 ayat (3) UU B angunan G edung di jelaskan, Bangunan gedung yang belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat dan setelah diberlakukannya undang-undang ini, diwajibkan mengurus izin mendirikan bangunan melalui pengkajian kelaikan fungsi bangunan gedung dan mendapatkan sertifikat laik fungsi. Pengkajian kelaikan fungsi bangunan gedung dilakukan oleh pengkaji teknis dan dapat bertahap sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat berdasarkan penetapan oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal belum terdapat pengkaji teknis dimaksud, pengkajian teknis dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan dan memberikan kemudahan serta pelayanan yang baik kepada masyarakat yang akan mengurus izin mendirikan bangunan atau sertifikat laik fungsi bangunan gedung. Untuk masalah luas bangunan, bangunan tersebut tidak masuk dalam daftar kualifikasi yang memerlukan IMB seperti yang disebutkan dalam pasal 14 (2) Pergub DKI No 129 T ahun 2012, yaitu : a. pekerjaan yang termasuk dalam pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung; b. mendirikan kandang pemeliharaan binatang di halaman dengan luas maksimal 4 m (empat meter persegi) dengan ketinggian maksimal 3 m (tiga meter); dan c. perbaikan terhadap kerusakan bangunan gedung yang diakibatkan oleh bencana alam dan/atau musibah. Kesimpulan n ya IMB wajib dimiliki bagi setiap pemilik bangunan, karena memiliki dasar hukum yang harus dipatuhi orang yang bertanggung jawab atas bangunan berkewajiban untuk meminta izin kepada pemerintah setempat. Pemilik bangunan yang telah berdiri lama, memiliki ukuran luas 160 m2 dan belum memiliki IMB tersebut tetap mempunyai kewajiban dalam kepemilikan IMB. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung Peraturan Daerah Provinsi DKI No 1 Tahun 2006 t entang Retribusi Daerah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 129 Tahun2012 t entang Tata Cara Pemberian Pelayanan di Bidang Perizinan Bangunan imb" }
{ "from": "human", "value": "Bapak/Ibu, saya ingin menanyakan, apakah bank boleh menyita rumah beserta seluruh isi rumah beserta tanah yang dijadikan Hak Tanggungan atau hanya bangunan dan tanah saja? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Cara Eksekusi Hak Tanggungan yang Belum Diroya 22 Agt 2023 Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet 11 Okt 2013 Bolehkah Menjual Tanah yang Dibebani Hak Tanggungan? 07 Okt 2013 Jika Pemerintah Daerah Tidak Melaksanakan Putusan Kasasi 25 Sep 2013 Sebelumnya, kita harus melihat arti Hak Tanggungan itu sendiri berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) : “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu , untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.” Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Menurut Pasal 4 ayat (4) UU Hak Tanggungan , Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut asalkan pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Ini berarti mengenai pembebanan benda-benda yang melekat pada tanah juga harus diperjanjikan dengan tegas. Ini karena adanya asas pemisahan horizontal pada Hak Tanggungan ( Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan ). Mengenai apa yang dimaksud dengan benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah, J. Satrio dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1 (hal. 83) berpendapat bahwa kata-kata “merupakan satu kesatuan” memberikan gambaran bahwa benda-benda tersebut harus bersatu dengan erat sekali dengan tanahnya . Lebih lanjut, J. Satrio mengatakan bahwa dalam bahasa sehari-hari, merupakan satu kesatuan berarti “menjadi satu”. Pot-pot bunga, sepeda dan gerobak yang ada di atas tanah, tidak dapat dikatakan bersatu dengan tanahnya dan karenanya tidak termasuk dalam ruang lingkup Hak Tanggungan, kalau tanah, di atas mana benda-benda itu berdiri dijaminkan dengan Hak Tanggungan. J. Satrio ( ibid , hal. 82), sebagaimana kami sarikan, juga memberikan contoh dalam hal mesin pabrik. Hak Tanggungan hanya mungkin meliputi mesin-mesin yang dudukannya disatukan dengan tanah di atas mana mesin itu berdiri dan tanahnya dijaminkan (maksudnya dudukan mesin, alas/kaki mesinnya diberi pondasi yang disemen dengan tanahnya). Untuk mesin-mesin yang lain, sekalipun dimaksudkan untuk dipakai untuk jangka waktu yang lama dalam pabrik yang bersangkutan, tetap harus dijaminkan dengan gadai atau fidusia. Mengenai apa yang dapat dieksekusi oleh bank, Anda harus melihat pada perjanjian Hak Tanggungan itu sendiri, apa yang termasuk dalam objek Hak Tanggungan. Apakah hanya tanah saja, atau tanah beserta bangunannya. Pada umumnya, yang diperjanjikan sebagai objek jaminan Hak Tanggungan adalah tanah dan bangunan. Jika tanah dan bangunan yang diperjanjikan sebagai objek Hak Tanggungan dalam perjanjian Hak Tanggungan, maka kreditur atau Bank dapat mengeksekusi objek jaminan tersebut dalam hal debitur wanprestasi ( Pasal 6 UU Hak Tanggungan ). Akan tetapi, Bank tidak boleh ikut menyita seluruh isi rumah yang berada dalam bangunan yang dijadikan objek Hak Tanggungan karena isi rumah tidak termasuk ke dalam benda yang dijadikan objek jaminan Hak Tanggungan dan tidak dapat dijaminkan juga dengan Hak Tanggungan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Referensi : J. Satrio. 1997. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 1. PT Citra Aditya Bakti. hukum jaminan hak tanggungan" }
{ "from": "human", "value": "Saya mau tanya apabila pengusaha online yang produknya (contoh produk: tas kulit) dibeli oleh customer dari luar Indonesia, apakah barang tersebut dikenai pajak ekspor? Apabila iya, bagaimana perhitungan serta persentase akan pajak ekspor tersebut? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Model Bisnis E-Commerce Berdasarkan proses bisnis dan revenue model, transaksi e-commerce terbagi atas 4 model bisnis e-commerce , yaitu online marketplace , classified ads , daily deals dan online retail , dengan rincian penjelasan sebagai berikut : Online marketplace: kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa toko internet di mal internet sebagai tempat online marketplace merchant menjual barang dan/atau jasa. [1] Classified Ads : kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan, informasi, dan iain-lain) barang dan/atau jasa bagi pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada pengguna iklan melalui situs yang disediakan oleh penyelenggara classified ads . [2] Daily Deals : kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa situs daily deals sebagai tempat daily deals merchant menjual barang dan/atau jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher sebagai sarana pembayaran. [3] Online Retail : kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara online retail kepada pembeli di situs online retail . [4] KLINIK TERKAIT Kriteria Rumah Bersubsidi yang Bebas dari PPN 02 Okt 2020 Syarat Menjadi Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak 07 Sep 2020 Apakah Eksekusi Objek Jaminan Dikenakan PPN? 05 Agt 2020 Modus Penipuan Online yang Mengatasnamakan Pejabat Bea dan Cukai 09 Jul 2020 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Pada dasarnya Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU 42/2009”) , menyatakan: Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). Namun terdapat tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas: [5] ekspor barang kena pajak (“BKP”) berwujud; ekspor BKP tidak berwujud; dan ekspor jasa kena pajak (“JKP”). Pemerintah telah menegaskan tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dan transaksi perdagangan dan/atau jasa lainnya. Sebelumnya kami asumsikan toko Anda bergerak di bidang online retail . Patut dicatat, pajak e-commerce online retail menjadi salah satu dari 4 model bisnis yang dikenakan pajak e-commerce . Mengenai PPN, penyerahan yang dilakukan oleh penyelenggara online retail kepada pembeli BKP dan/atau JKP, dapat berupa: [6] penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP di dalam daerah pabean; dan/atau ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP. Sehingga menjawab pertanyaan Anda, transaksi e-commerce sebagaimana Anda maksud tidak dikenakan PPN atas ekspor barang sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU 42/2009 . Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce [1] Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce (“SE Dirjen Pajak 62/2013”), hal. 2. [2] Lampiran SE Dirjen Pajak 62/2013, hal. 11. [3] Lampiran SE Dirjen Pajak 62/2013, hal. 16. [4] Lampiran SE Dirjen Pajak 62/2013, hal. 25. [5] Pasal 7 ayat (2) UU 42/2009 [6] Lampiran SE Dirjen Pajak 62/2013, hal. 28. ekspor - impor pajak marketplace perdagangan ecommerce ppn" }
{ "from": "human", "value": "Apakah aset sebuah perusahaan yang dirampas oleh negara dalam kasus pidana bisa dikatakan sebagai bagian dari keuangan negara?" }
{ "from": "gpt", "value": "Intisari : Barang yang dirampas oleh negara dalam kasus pidana disebut sebagai Barang Rampasan Negara (“Baran”). Nantinya Baran tersebut dilakukan pelelangan untuk kemudian hasil dari lelang disetor ke kas negara/daerah. Hasil dari pelelangan atas Baran yang disetor ke kas negara tersebut termasuk penerimaan negara, sehingga merupakan Keuangan Negara. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan : Terima kasih atas pertanyaan Anda. Keuangan Negara Keuangan Negara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU Keuangan Negara”) adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara berdasarkan definisi di atas, meliputi: [1] hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; Penerimaan Negara; Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara . [2] Pengeluaran Negara; Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara [3] Penerimaan Daerah; Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah . [4] Pengeluaran Daerah; Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah [5] kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah; kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Ruang lingkup keuangan negara menurut Angka 3 Penjelasan Umum UU Keuangan Negara adalah: Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut . Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Jadi keuangan negara itu dari segi objek meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut . Apakah Barang yang Dirampas oleh Negara Termasuk Keuangan Negara? Menjawab pertanyaan Anda yaitu apakah aset sebuah perusahaan yang dirampas oleh negara dalam kasus pidana bisa dikatakan sebagai bagian dari keuangan negara? Berikut penjelasannya: Aset sebuah perusahaan berdasarkan putusan pengadilan pada perkara pidana yang dinyatakan dirampas oleh negara disebut dengan barang rampasan negara. Barang Rampasan Negara (“Baran”) menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (“Permenkumhan 16/2014”) adalah benda sitaan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara. Senada dengan itu, Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2018 Tahun 2018 tentang Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, atau Benda Sita Eksekusi yang Berasal dari Kejaksaan Republik Indonesia (“PMK 13/2018”) mendefinisikan Baran sebagai Barang Milik Negara yang berasal dari Benda Sitaan atau Barang Bukti yang ditetapkan dirampas untuk Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau barang lainnya yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk Negara. Sedangkan yang disebut dengan Benda Sitaan Negara (Basan) adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan. [6] Benda ini bisa disita oleh penyidik atau penuntut umum guna keperluan proses peradilan. [7] Namun, yang menjadi lingkup PMK 13/2018 ini adalah Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, atau Benda Sita Eksekusi yang berasal dari Kejaksaan Republik Indonesia. [8] Selengkapnya mengenai barang rampasan negara dan barang sitaan negara Anda dapat simak artikel Perbedaan Benda Sitaan Negara dengan Barang Rampasan Negara . Terhadap Baran dan Basan dapat dilakukan Lelang eksekusi yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (“KPKNL”). [9] Lelang eksekusi tersebut terdiri dari: [10] Lelang Eksekusi Benda Sitaan atau Barang Bukti yang putusannya dikembalikan kepada Kementerian/Lembaga tanpa pernyataan dirampas; Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara yang dokumennya tidak lengkap; Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara berupa sertifikat atau surat tanah; Lelang Eksekusi Barang Rampasan Negara yang berbeda data dalam putusan, surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan dan/atau identitas fisik; dan Lelang Eksekusi Benda Sita Eksekusi untuk membayar Denda atau Uang Pengganti. Yang dimaksud Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. [11] Sebagai informasi Anda dapat baca juga artikel Perbedaan Lelang Eksekusi dengan Lelang Non Eksekusi . Atas dasar Pasal 82 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang , penyetoran hasil bersih lelang atas lelang Barang Milik Negara/Daerah (baran dan basan) dan barang-barang yang sesuai peraturan perundang-undangan harus disetor ke Kas Negara/Daerah , dilakukan paling lambat 1 hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL. Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa barang rampasan negara (Baran) merupakan barang Milik Negara/Daerah. Hasil bersih Baran yang dilelang merupakan ke dalam penerimaan Negara/Daerah yang dimasuk ke kas Negara/Daerah, sehingga berdasarkan Pasal 2 UU Keuangan Negara Baran merupakan bagian dari keuangan negara. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2018 Tahun 2018 tentang Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, Atau Benda Sita Eksekusi Yang Berasal dari Kejaksaan Republik Indonesia [1] Pasal 2 UU Keuangan Negara [2] Pasal 1 angka 9 UU Keuangan Negara [3] Pasal 1 angka 10 UU Keuangan Negara [4] Pasal 1 angka 11 UU Keuangan Negara [5] Pasal 1 angka 12 UU Keuangan Negara [6] Pasal 1 angka 3 Permenkumham 16/2014 dan Pasal 1 angka 3 PMK 13/2018 [7] Lihat Pasal 4 dan Pasal 5 Permenkumham 16/2014 [8] Pasal 2 PMK 13/2018 [9] Pasal 3 PMK 13/2018 [10] Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 4 ayat (3) PMK 13/2018 [11] Pasal 1 angka 2 PMK 13/2018 jasa keuangan hukumonline pajak lelang eksekusi keuangan negara lelang online tata negara hukum klinik hukumonline kejaksaan pidana" }
{ "from": "human", "value": "Saya mau bertanya. Teman saya ditangkap atas kasus narkotika, tetapi ditangkap saat beliau ada di rumah, sedangkan motornya disita sebagai barang bukti. Apakah barang sitaan tersebut akan dikembalikan atau jadi rampasan negara? Motor tersebut milik tersangka. Tapi saat ditangkap, teman saya tersebut posisi lagi dirumah bukan tertangkap tangan pake motor itu. Mohon penjelasannya." }
{ "from": "gpt", "value": ".css-sugdn{width:100%;margin-right:auto;margin-left:auto;}\nKLINIK TERKAITAdakah Batas Waktu Penyitaan Akun Media Sosial?24 Sep 2021Penyitaan Tabungan di Bank karena Tindak Pidana27 Okt 2020Bolehkah Dilakukan Penyitaan Atas Aset BUMN Perum?05 Apr 2018Aturan Penyitaan Akta Notaris untuk Keperluan Penyidikan22 Feb 2018\n\nPerlu kami sampaikan bahwa polisi mengambil motor teman Anda sebagai barang bukti merupakan penyitaan yang diatur di dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.\n\nPenyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, terhadap penyitaan atas benda bergerak dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.[1]\nBarang yang dilakukan penyitaan tersebut kemudian menjadi benda sitaan negara adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan. Benda ini bisa disita oleh penyidik atau penuntut umum guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan. [2]\n\nKemudian, menjawab pertanyaan Anda mengapa barang yang disita adalah motor, sedangkan saat penangkapan tersangka sedang ada di rumah bukan tertangkap tangan sedang memakai motor? Hal tersebut dapat dikaitkan dengan jenis benda yang dapat dikenakan penyitaan, yaitu:[3]\n\nbenda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.\nDalam hal tertangkap tangan, penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.[4]\n\nMaka dari itu, menurut hemat kami, penyitaan motor tersebut dilakukan oleh penyidik atas dasar benda tersebut diduga telah digunakan untuk melakukan tindak pidana atau alasan lain sesuai dengan ketentuan di atas.\n\nBaca juga: Perbedaan Benda Sitaan Negara dengan Barang Rampasan Negara\nApakah Barang Sitaan Dapat Dikembalikan?\n\nLantas, apakah barang sitaan tersebut akan dikembalikan kepada tersangka atau jadi rampasan negara? Untuk menjawab pertanyaan Anda tersebut, kami sampaikan bahwa barang sitaan dikembalikan kepada teman Anda, apabila:[5]\n\nkepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.\n\nPada dasarnya, benda yang disita diperlukan dalam pemeriksaan sebagai barang bukti. Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat bahwa benda yang disita tersebut tidak diperlukan untuk pembuktian lagi, maka dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan atau pemiliknya. Dalam pengembalian benda sitaan tersebut hendaknya memperhatikan segi kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber kehidupan.[6]\n\nJika perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut. Kecuali, jika menurut putusan hakim, benda itu dirampas untuk negara, atau dimusnahkan atau untuk dirusak sampai tidak dapat digunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.[7]\n\nDengan demikian, jika motor teman Anda sebagai barang sitaan tersebut sudah tidak diperlukan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, perkara tersebut tidak cukup bukti/bukan merupakan tindak pidana, atau perkara dikesampingkan untuk kepentingan umum/ditutup demi hukum, maka motor tersebut dikembalikan kepada teman Anda. Hal ini juga berlaku jika perkara sudah diputus oleh pengadilan dan dalam putusannya menyebutkan benda sitaan dikembalikan kepada pemiliknya.\n\nNamun, jika barang sitaan berupa motor tersebut terbukti diperoleh dari suatu tindak pidana, digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana, atau diputus oleh majelis hakim untuk dirampas untuk negara, maka motor tersebut tidak dikembalikan kepada teman Anda.\n\nHal ini sesuai dengan definisi barang rampasan negara yaitu benda sitaan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara.[8]\n\nBaca juga: Dasar Hukum Aset Dirampas oleh Negara\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\n\nDemikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana](Data Kepolisian /pusatdata/detail/2647/node/629?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=KUHAP)\n2. [Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt638d9bd44e731?utm_source=&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=Permenkumham_16_2014)\n[1] Pasal 38 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)[2] Pasal 1 angka 3 jo. Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (“Permenkumham 16/2014”)[3] Pasal 39 ayat (1) KUHAP[4] Pasal 40 KUHAP[5] Pasal 46 ayat (1) KUHAP[6] Penjelasan Pasal 46 ayat (1) KUHAP[7] Pasal 46 ayat (2) KUHAP[8] Pasal 1 angka 4 Permenkumham 16/2014" }
{ "from": "human", "value": "Apakah dalam hukum pidana (KUHP) dikenal batas hukuman minimum?" }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Dasar Hukum dan Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia 04 Jul 2024 Unsur-unsur dalam Pasal Pembunuhan Berencana 05 Okt 2023 Jenis-jenis Hukuman Pidana dalam KUHP 24 Jan 2023 Arti Pidana Penjara Seumur Hidup 20 Jan 2023 Intisari: Ya, di dalam KUHP dikenal batas hukuman minimum, yakni dalam hal lamanya hukuman penjara dan hukuman kurungan. Lamanya hukum penjara adalah sekurang-kurangnya (minimum) satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun. Begitupula lamanya hukuman kurungan adalah sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya satu tahun. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Dalam sistem hukum pidana di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dikenal batas hukuman minimum, yakni dalam hal lamanya hukuman penjara dan hukuman kurungan. Prof Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 181) dalam menjelaskan soal perbedaan pokok antara hukuman penjara dan hukuman kurungan mengatakan bahwa: Menurut Pasal 12 ayat (2) KUHP , lamanya hukuman penjara adalah sekurang-kurangnya (minimum) satu hari dan selama-lamanya lima belas tahun, maksimum 15 tahun dilampaui dalam hal gabungan tindak-tindak pidana, recidive, atau dalam hal berlakunya Pasal 52 KUHP (ayat 3 dari Pasal 12) Menurut Pasal 18 ayat (1) KUHP , lamanya hukuman kurungan (hectenis) adalah sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya satu tahun, dengan kemungkinan maksimum ini dinaikkan menjadi satu tahun empat bulan dengan aturan-aturan yang sama (Pasal 18 ayat 2) Masih terkait Pasal 12 ayat (2) KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal ( hal. 38) menjelaskan bahwa pasal ini menetapkan umum lamanya hukuman penjara sementara minimum satu hari dan maksimum lima belas tahun. Sehari ialah tempo yang lamanya dua puluh empat jam ( Pasal 97 KUHP ). Maksimum umum 15 tahun itu dapat dilampaui sampai selama-lamanya 20 tahun dalam hal antara lain kejahatan yang menurut pilihan hakim sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup dan penjara sementara, dan dalam hal 15 tahun itu dilampaui, sebab hukuman ditambah karena ada kejahatan atau berulang-ulang membuat kejahatan. Terkait Pasal 97 KUHP, Soesilo ( Ibid , hal. 104) menjelaskan bahwa orang yang dihukum satu hari hukuman kurungan, berarti ia harus menjalani hukuman itu satu kali 24 jam, misalnya masuk hari ini jam 9 pagi dan keluarnya dari penjara besok paginya jam 9 pagi. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, batas hukuman minimum menurut KUHP adalah satu hari, baik untuk hukuman penjara maupun hukuman kurungan. Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; 2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika . REFERENSI:\n1. 1. R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. 2. Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. kuhp" }
{ "from": "human", "value": "Selamat Siang Pak, Langsung saja ya pak, saya mau menanyakan mengenai cuti bersama. Apakah cuti bersama termasuk/dikategorikan sebagai libur resmi, sehingga apabila tenaga kerja bekerja pada hari yang ditentukan sebagai hari cuti bersama berhak mendapat upah lembur sesuai ketentuan? Terima kasih sebelumnya." }
{ "from": "gpt", "value": "Cuti bersama (yang sering disebut cuti massal) hakekatnya hanya merupakan anjuran untuk mengambil hak cuti (dalam hal ini hak cuti tahunan ) dan dilaksanakan bersama-sama secara massal (khususnya bagi yang memungkinkan) sehubungan dengan adanya hari raya keagamaandan/atau hari-hari ‘kejepit’ di antara hari libur resmi  dengan hari istirahat mingguan (yang lazimnya: Sabtu dan/atau Minggu). Pengambilan cuti bersama dimaksud, sudah ditentukan waktunya dan saat pelaksanaannya dengan merujuk pada keputusan bersama 3 (tiga) menteri yang membidangi dan terkait dengan cuti bersama dimaksud, yakni Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refromasi Birokrasi. KLINIK TERKAIT Apakah Cuti Bersama Memotong Cuti Tahunan? 05 Apr 2024 Kerja Lembur di Hari Lebaran, Begini Perhitungan Upahnya 04 Apr 2024 Kapan Hak Cuti Tahunan Bisa Digunakan? 11 Jan 2024 Ketentuan Upah Pekerja yang Lembur pada 17 Agustus 21 Agt 2013 Ketentuan cuti bersama pada tahun 2013 (saat ini) ditetapkan dalam Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refromasi Birokrasi RI Nomor 5 Tahun 2012 – Nomor SKB.06/Men/VII/2012 – Nomor 02 Tahun 2012 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2013 yang penetapannya pada tanggal 19 Juli 2012 (selanjutnya disebut SKB Cuti Bersama Tahun 2013 ). Selanjutnya khusus bagi -para- pekerja atau buruh di perusahaan swasta, pelaksanaannya dijelaskan lebih lanjut dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE-441/Men/Sj-Hk/XII/2009 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama di Sektor Swasta Tahun 2010 (selanjurnya disebut SE-441/Men/Sj-Hk/XII/2009 ) Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Dalam diktum Keempat SKB Cuti Bersama Tahun 2013 disebutkan, bahwa pelaksanaan cuti bersama mengurangi hak cuti tahunan pegawai/karyawan/pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, maka cuti bersama bukanlah merupakan hari libur resmi melainkan pengambilan hak cuti tahunan yang bersifat fakultatif/pilihan dan dilakukan secara massal -jika dimungkinkan- ( vide butir 2 SE-441/Men/Sj-Hk/XII/2009 ). Walaupun hak cuti dimaksud tidak dilaksanakan, dalam arti jika perusahaan menghendaki pegawai/karyawan/pekerja harus masuk dan bekerja sebagaimana lazimnya. Dalam arti, yang bersangkutan tidak mengambil hak cuti. Namun demikian, jika -para- pegawai/karyawan/pekerja masuk dan bekerja(sebagaimana mestinya), maka tidak dianggap sebagai bekerja lembur, akan tetapi bekerja seperti lazimnya hari kerja biasa. Sehubungan dengan itu, dapat saya tegaskan, bahwa bilamana  pegawai/karyawan/pekerja diperintahkan masuk dan bekerja pada hari cuti bersama bukanlah dan tidak merupakan pelaksanaan pekerjaan seperti layaknya pada hari istirahat mingguan atau pada hari libur resmi . Dengan kata lain pelaksanaan pekerjan pada hari cuti bersama, bukanlah bekerja lembur . Walaupun -tentunya- dikecualikan pada kasus-kasus tertentu, seperti –bagi- pekerja/buruh yang hari istirahat mingguan nya -kebetulan-jatuh bersamaan dengan hari cuti bersama dimaksud, maka tentu yang bersangkutan dikategorikan bekerja lembur dan berhak atas upah kerja lembur . Untuk melengkapi referensi dan wawasan Saudara, saya sarankan untuk membaca Cuti Massal Karyawan (Cuti Bersama) . Demikian penjelasan saya, semoga dapat dimaklumi. DASAR HUKUM: Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor SE-441/Men/Sj-Hk/XII/2009 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama di Sektor Swasta Tahun 2010" }
{ "from": "human", "value": "Saya pernah bekerja di salah satu perusahaan, kemudian dalam waktu satu bulan kemudian saya diberhentikan dengan alasan tenaga saya belum dibutuhkan oleh perusahaan. Yang menjadi pertanyaan saya, apakah saya berhak menerima gaji pada bulan saya bekerja? Mengingat saya belum sempat menandatangani kontrak kerja, tapi pemberitahuan tentang pemberhentiannya ada pada saya." }
{ "from": "gpt", "value": "Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 27 Januari 2012. Intisari: Apabila memang telah ada kesepakatan sebelumnya antara Anda dengan pihak perusahaan mengenai upah dan pekerjaan yang harus Anda lakukan, maka Anda berhak atas upah selama Anda bekerja yaitu atas upah sebulan. Jika pihak perusahaan kemudian tidak mau membayarkannya, Anda dapat menuntut hak Anda atas upah tersebut. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Pengusaha Wajib Membayar Upah Pekerja Pada dasarnya, setiap pekerja yang bekerja, berhak atas upah. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) jo. Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”) bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. Dapat diartikan secara a contrario bahwa apabila pekerja melakukan pekerjaan, upahnya harus dibayarkan. Perjanjian Kerja Dalam hal ini, Anda mengatakan bahwa Anda belum menandatangani perjanjian kerjanya. Akan tetapi, pada umumnya, sebelum Anda menerima suatu pekerjaan tentunya sudah ada pembicaraan terlebih dahulu seperti penawaran pekerjaan (pekerjaan beserta upah) , yang kemudian disepakati oleh Anda sebagai pihak yang menerima pekerjaan beserta berapa upah yang akan diterima. Pelaksanaan pekerjaan tanpa adanya penandatanganan perjanjian atau kontrak tertulis terlebih dahulu seperti ini adalah sangat mungkin terjadi dalam praktik. Hal ini juga dimungkinkan secara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU Ketenagakerjaan : Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan . Dari ketentuan tersebut dapat kita amati bahwa pada dasarnya, suatu perjanjian kerja tidak dibatasi pada perjanjian tertulis, dimungkinkan adanya perjanjian lisan. Namun, khusus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu seperti dalam pertanyaan Anda, harus dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. [1] Sedangkan untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) , dalam hal PKWTT dibuat secara lisan , maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja /buruh yang bersangkutan. [2] Untuk mengetahui apakah Anda berhak atas upah selama bekerja sebulan tersebut, perlu diketahui terlebih dahulu apakah telah ada hubungan kerja dan apakah perjanjian kerja Anda mengikat kedua belah pihak atau tidak. Pada dasarnya, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. [3] Syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , yaitu: Kesepakatan para pihak dalam perjanjian, Kecakapan para pihak dalam perjanjian, Suatu hal tertentu, dan Sebab yang halal. Elly Erawati dan Herlien Boediono dalam bukunya Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian (hal. 68) menjelaskan bahwa sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga sepakat untuk mendapatkan prestasi . Ada beberapa teori mengenai terbentuknya sepakat yang melahirkan perjanjian. Salah satunya teorinya adalah Teori Pernyataan , dimana kekuatan mengikat perjanjian dikaitkan pada fakta bahwa pihak yang bersangkutan telah memilih melakukan tindakan tertentu dan tindakan tersebut mengarah atau memunculkan keterikatan. Tindakan menjadi dasar keterikatan karena “kehendak yang tertuju pada suatu akibat hukum tertentu sebagaimana terejawantahkan dalam pernyataan”. Kemudian mengenai hubungan kerja, hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah . [4] Dalam konteks pertanyaan Anda, Anda tidak menandatangani perjanjian kerja, akan tetapi sebagaimana kami sebutkan di atas tentu sebelumnya telah ada pembicaraan mengenai pekerjaan dan upah sehingga Anda menerima pekerjaan tersebut dan bekerja selama sebulan, serta kemudian ada pemberitahuan tentang pemberhentian. Ini berarti Anda dan perusahaan telah menyepakati secara tidak langsung mengenai pekerjaan dan upah serta Anda telah dianggap bekerja oleh perusahaan sehingga ada pemberitahuan pemberhentian. Kemudian, dengan adanya kesepakatan secara lisan antara Anda dan perusahaan, serta pekerjaan yang Anda lakukan dan dengan asumsi ada perintah dari pengusaha (karena Anda melakukan pekerjaan selama sebulan), maka hubungan kerja tersebut telah terbentuk. Sehingga, apabila memang telah ada kesepakatan sebelumnya antara Anda dengan pihak perusahaan mengenai upah dan pekerjaan yang harus Anda lakukan, jika pihak perusahaan kemudian tidak mau membayar upah Anda selama sebulan, Anda dapat menuntut hak Anda atas upah tersebut. Terutama hal ini dibuktikan dengan adanya surat pemberhentian Anda sebagai pekerja. Jadi, kesimpulannya, menurut hemat kami, Anda berhak atas upah selama Anda bekerja yaitu atas upah sebulan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan [1] Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan [2] Pasal 63 ayat (1) UU Ketenagakerjaan [3] Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [4] Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan hukumonline ketenagakerjaan konsultasi hukum perjanjian kerja hukum klinik bantuan hukum klinik hukumonline" }
{ "from": "human", "value": "Ada properti yang telah menjadi AYDA di suatu bank bermasalah dikarenakan di depan sertifikat tanah tersebut masih terdapat sertifikat lainnya yang masih menjadi milik debitur. Dan debitur tidak ingin menyerahkan sertifikat tanah di depannya sehingga sertifikat yang telah di-AYDA menjadi tanah helikopter, karena seakan-akan tidak ada jalan akses ke properti tersebut. Padahal properti tersebut berada tepat di depan jalan raya. Sertifikat yang di depannya itu tidak terlalu luas, mungkin sekitar 3 meter di depannya jika dilihat dari garis sempadan dan mestinya menjadi fasum. Bagaimana caranya agar tanah ini bebas dari permasalahan tersebut? Apakah berisiko jika saya membeli properti tersebut?" }
{ "from": "gpt", "value": "Sehubungan dengan pertanyaan Saudara, maka kami berasumsi bahwa yang dimaksud dengan AYDA adalah Aset yang Diambil Alih (“ AYDA ”) melalui pelelangan maupun di luar pelelangan. Untuk menjawab pertanyaan Saudara, berikut kami kutip ketentuan dalam Pasal 667 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“ KUH Perdata ”), sebagai berikut: KLINIK TERKAIT Hukumnya Jika Tembok Pembatas Menutup Jalan Masuk Areal Tanah 02 Mar 2012 Rumah Rusak Karena Pondasi Rumah Tetangga Amblas, Bisakah Menuntut? 12 Jan 2012 Apakah Melanggar Hukum Jika Pembangunan Rumah Mengganggu Lingkungan Sekitar? 20 Jul 2011 Bagaimana Bank Melakukan AYDA? 08 Jun 2011 “ Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti rugi yang seimbang ”. Berdasarkan uraian dari Pasal 667 KUH Perdata di atas, maka dapat diketahui bahwa seorang pemilik tanah dapat menuntut kepada pemilik tanah tetangganya untuk memberikan akses jalan melalui pekarangan milik tetangganya itu, dengan ganti rugi yang seimbang. Hal tersebut bisa dilakukan oleh seorang pemilik tanah, dalam hal sebidang tanah yang dimilikinya terjepit letaknya dengan tanah-tanah milik orang lain (tetangganya), sehingga mengakibatkan pemilik tanah tersebut tidak memiliki akses pintu jalan keluar ke jalan atau parit umum. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Untuk mengetahui apakah tanah (properti) tersebut termasuk ke dalam bagian fasilitas umum (fasum), maka Saudara dapat mendapatkan informasinya ke Dinas Tata Kota pada Pemerintah Daerah setempat. Mengenai risiko pembelian atas tanah (properti) tersebut bergantung pada dokumen-dokumen/sertifikat/surat atas tanah tersebut yang masih dipegang oleh pihak bank. Saudara perlu menelusuri apakah tanah tersebut masih dalam penguasaan bank, ataukah telah dilakukan pelelangan atas tanah tersebut. Karena pada dasarnya, bank harus melakukan upaya penyelesaian terhadap AYDA melalui upaya penjualan dan untuk mendokumentasikan penyelesaian tersebut. Demikian jawaban dan penjelasan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih. Dasar hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek , Staatsblad 1847 No. 23) ." }
{ "from": "human", "value": "Admin Klinik Hukumonline, saya mau bertanya, apakah wanita berpakaian seksi dan terbuka bisa dikenakan penjara sesuai Pasal 10 dan Pasal 36 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan anda kepada kami. Bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“ UU Pornografi ”) berbunyi sebagai berikut: KLINIK TERKAIT Bisakah Pelecehan Seksual Verbal Dipidana? 12 Jun 2023 Bisakah Selingkuhan Suami yang Mengirim Foto Bugil Dipidana? 08 Mei 2023 Hukum Nonton Film Porno dan Mengunduhnya 12 Jul 2022 Hukumnya Jual Sex Toys di Indonesia 19 Jan 2022 “ Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan , eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.” Sementara Pasal 36 UU Pornografi memuat ancaman sanksi bagi pelanggar Pasal 10, yaitu berupa penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Merujuk pada Pasal 10 UU Pornografi sebagaimana telah kami kutip di atas, kami berpandangan bahwa berpakaian seksi dan terbuka belum dapat dikategorikan sebagai ketelanjangan. Ini karena berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami kutip dari http://kbbi.web.id/telanjang , yang dimaksud dengan ‘telanjang’ adalah tidak berpakaian, sedangkan contoh dari eksploitasi seksual adalah seperti pelacuran dan percabulan. Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwa berpakaian seksi dan terbuka tidak termasuk dalam definisi ‘telanjang’ maupun unsur eksploitasi seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 UU Pornografi. Karena hal tersebut menurut kami tidak termasuk dalam Pasal 10 UU Pornografi, maka ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU Pornografi tidak dapat dikenakan kepada wanita yang berpakaian seksi dan terbuka. Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi . hukum pelacuran klinik hukumonline percabulan klinik pornografi hukumonline perempuan porno" }
{ "from": "human", "value": "Saya mau tanya mengenai masalah kesusilaan, apakah berpelukan itu juga masuk pelanggaran jika dilakukan di depan umum? Lalu, apakah sanksi hukum terhadap orang-orang yang membawa VCD PORNO, dan apakah dapat diganti dengan denda?" }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya 22 Feb 2024 Ada Pelecehan di Tempat Kerja? Tempuh Langkah Ini 29 Jan 2024 Mengintip Orang Mandi, Bisakah Dipidana? 09 Feb 2023 Aturan tentang Cyber Pornography di Indonesia 12 Feb 2019 1. Mengenai apakah berpelukan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran jika dilakukan di depan umum, kita bisa merujuk pada ketentuan Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi : Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas DASAR HUKUM:" }
{ "from": "human", "value": "Saya mempunyai restoran, saya masih bingung terhadap sistem penggajian karyawan restoran, apakah sama dengan bidang lainnya? Standar gaji pegawai restoran UMR, apakah bisa merupakan gaji pokok + uang makan + uang transport? Jadi, take home pay = UMR? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. KLINIK TERKAIT Ketentuan Upah Minimum dan Serikat Pekerja Bagi Pekerja PKWT 18 Jul 2024 Gaji Pokok Turun karena Tunjangan Dimasukkan, Ini Hukumnya 20 Feb 2024 Upah di Bawah Standar Minimum, Ini Langkah Hukumnya 06 Sep 2023 UU Cipta Kerja Terbit, Masih Adakah Penangguhan Pembayaran Upah Minimum? 25 Feb 2021 Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dibuat oleh Adi Condro Bawono, S.H., M.H. dan dipublikasikan pada Senin, 13 Pebruari 2012, kemudian dimutakhirkan  pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada Jumat, 12 Agustus 2016, kedua kali pada Kamis, 20 Desember 2018, ketiga kali pada Senin, 15 Desember 2020. Kami asumsikan istilah UMR yang Anda maksud adalah Upah Minimum Regional. Mengenai hal ini, perlu kami jelaskan bahwa istilah UMR tidak digunakan lagi sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum (“Kepmenakertrans 226/2000”) . Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Namun Kepmenakertrans 226/2000 tersebut sudah dicabut keberlakuannya oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum (“Permenakertrans 7/2013”) yang sudah dicabut juga keberlakuannya oleh Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum (“Permenaker 15/2018”). Kini istilah yang berlaku adalah upah minimum . Upah minimum adalah upah bulanan terendah berupa upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. [1] Upah minimum menurut Pasal 81 angka 25 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang memuat baru Pasal 88C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Keternagakerjaan”) dapat terdiri dari: Upah Minimum Provinsi (“UMP”), yaitu upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di dalam wilayah 1 provinsi; [2] dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (“UMK”), yaitu upah minimum yang berlaku di dalam wilayah 1 kabupaten/kota. [3] Sebelumnya, memang dikenal adanya jenis upah minimum lain, yaitu upah minimum sektoral. Namun, upah minimum sektoral ini juga telah dihapuskan oleh UU Cipta Kerja. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam Masih Adakah Upah Minimum Sektoral dengan Berlakunya UU Cipta Kerja? Menyambung pertanyaan, Anda tidak menjelaskan di provinsi/kota/kabupaten mana restoran Anda berada, sehingga kami tidak dapat memastikan UMP/UMK daerah mana yang harus Anda patuhi. Namun, pada dasarnya pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. [4] Sebagai contoh, besaran UMP DKI Jakarta Tahun 2020 berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2019 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2020 yaitu: Upah Minimum Provinsi Tahun 2020 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp4.276.349,906 per bulan . Kemudian untuk besaran UMP DKI Jakarta tahun 2021 diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2020 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 (“Pergub DKI 103/2020”) yang menyatakan: Menetapkan upah minimum provinsi tahun 2021 di Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta sebesar Rp4.416.186,548 per bulan. Ini berarti, jika berada di wilayah DKI Jakarta, upah pekerja restoran Anda per bulannya pada tahun 2020 adalah tidak boleh lebih rendah dari Rp4.276.349,906, dan untuk tahun 2021 tidak boleh lebih rendah dari Rp4.416.186,548. Lalu, Anda juga menanyakan apakah Anda dapat melakukan sistem pembayaran upah yang komponen upahnya terdiri dari upah (gaji) pokok, uang makan, dan uang transport yang total jumlahnya adalah sama dengan UMP. Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu komponen upah. Upah itu terdiri atas komponen: [5] Upah tanpa tunjangan; Upah pokok dan tunjangan tetap; Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap; atau Upah pokok dan tunjangan tidak tetap. Yang dimaksud dengan upah tanpa tunjangan adalah sejumlah uang yang diterima oleh pekerja secara tetap tanpa adanya tambahan tunjangan, [6] sedangkan tunjangan tetap adalah pembayaran kepada pekerja yang dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja atau pencapaian prestasi kerja tertentu. [7] Dari penjelasan di atas dan pertanyaan Anda, dapat kita ketahui uang makan dan uang transport yang Anda sebutkan adalah komponen upah yang bukan termasuk upah tanpa tunjangan, upah pokok, dan bukan juga merupakan tunjangan tetap karena pembayaannya dikaitkan dengan kehadiran pekerja. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa uang makan dan uang transport termasuk kategori tunjangan tidak tetap . Kemudian mengenai boleh tidaknya take home pay sama dengan upah minimum, perlu diketahui, upah minimum tidak selalu sama dengan upah pokok. Berdasarkan PP Pengupahan, upah minimum merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas: [8] Upah tanpa tunjangan; atau Upah pokok dan tunjangan tetap. Ini berarti, upah minimum hanya boleh terdiri dari upah tanpa tunjangan atau upah pokok dan tunjangan tetap. Dari ketentuan di atas terlihat bahwa tunjangan tidak tetap (uang makan dan uang transport) yang diberikan kepada pekerja restoran tidak termasuk komponen upah minimum. Sehingga dalam kasus Anda, hanya upah pokok yang terhitung sebagai komponen upah minimum, bukan take home pay yang diberikan oleh restoran (upah pokok dan tunjangan tidak tetap). Dengan demikian, karena tunjangan tidak tetap tidak masuk perhitungan upah minimum , maka seharusnya upah pokok yang diberikan kepada pekerja restoran per bulan sekurang-kurangnya adalah sebesar upah minimum yang berlaku di daerah Anda. Baca juga: Ketentuan Upah Minimum Terhadap Perusahaan Kecil Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 121 Tahun 2019 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2020 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2020 tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 [1] Pasal 1 angka 1 Permenaker 15/2018 [2] Pasal 1 angka 3 Permenaker 15/2018 [3] Pasal 1 angka 4 Permenaker 15/2018 [4] Pasal 81 angka 25 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 88E ayat (2) UU Ketenagakerjaan [5] Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”) [6] Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf a PP Pengupahan [7] Penjelasan Pasal 81 angka 32 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 94 UU Ketenagakerjaan [8] Pasal 23 ayat (1) PP Pengupahan hukumonline ketenagakerjaan tunjangan umk ump umr upah minimum provinsi hukum klinik perusahaan klinik hukumonline upah minimum" }
{ "from": "human", "value": "Assalamualaikum, apakah bila seseorang menjadi tersangka dalam suatu kasus dan terjadi penahanan harus mengeluarkan suatu biaya? Apakah biaya-biaya selama penahanan menjadi kewajiban dari pihak keluarga? Terima kasih sebelumnya." }
{ "from": "gpt", "value": "Waalaikum salam , KLINIK TERKAIT Perbedaan Rutan dan Lapas dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia 26 Mei 2023 Hak-hak Tersangka, Terdakwa, dan Terpidana 15 Nov 2022 Prosedur Pemberian Remisi 03 Jan 2022 Konsekuensi Penjamin Jika Tersangka/Terdakwa Melarikan Diri 15 Jun 2012 Saudara yang kami hormati, Sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan kepada kami. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Saudara yang terhormat, sehubungan dengan pertanyaan Saudara di atas yang tidak secara spesifik menjelaskan biaya-biaya apa saja yang Saudara maksudkan, maka kami akan menjelaskan secara umum terkait pertanyaan Saudara tersebut. Dari penjelasan tersebut nanti akan diketahui apakah pihak keluarga dari seseorang yang ditahan tersebut berkewajiban untuk mengeluarkan biaya-biaya selama penahanan atau tidak. Penahanan adalah sebuah tindakan menempatkan seorang tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim. Yang dimaksud tempat tertentu adalah rumah tahanan negara (“Rutan”) seperti Rutan Pondok Bambu dan Rutan Salemba di Jakarta atau ruang tahanan Kepolisian dan Kejaksaan, atau juga dititipkan di lembaga pemasyarakatan (“LP”) seperti di LP Cipinang Jakarta. Terkait dengan pertanyaan Saudara yang menanyakan mengenai biaya-biaya selama penahanan yang wajib dikeluarkan apabila seseorang tersebut menjadi tersangka di dalam sebuah kasus, maka ketentuan yang mengatur secara umum mengenai hal tersebut adalah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yang mana di dalam Pasal 136 KUHAP disebutkan bahwa : “ Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam bagian Kedua bab XIV ditanggung oleh Negara” . Sedangkan, yang dimaksud “ bagian Kedua bab XIV ” dalam Pasal 163 KUHAP tersebut adalah bagian yang mengatur tentang tindakan penahanan selama dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (“PPNS”). Oleh karena Saudara hanya menyebutkan orang tersebut sebagai tersangka dan tidak menyebutkan ditahan oleh Penyidik Kepolisian atau PPNS, maka kami mengasumsikan berdasarkan penahanan pada umumnya yaitu tersangka tersebut ditahan oleh Kepolisian. Secara khusus, perihal penahanan diatur di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. 4 Tahun 2005 tentang Pengurusan Tahanan Pada Rumah Tahanan Kepolisian Negara Republik Indonesia , yang mana di dalam Pasal 24 peraturan tersebut disebutkan bahwa: “ Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan pembinaan dan perawatan tahanan dibebankan kepada anggaran kepolisian Republik Indonesia ”. Lebih spesifik yaitu mengenai makanan yang diberikan kepada tahanan, diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK/.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga , yang mana pada Lampiran Bab V Sub 5.3 poin 8 disebutkan bahwa: “Satuan biaya yang digunakan untuk perencanaan kebutuhan biaya pengadaan paket makanan tahanan, diberikan untuk tahanan yang berada pada rumah tahanan Kejaksaan dan Kepolisian. ” Bagaimana kalau tahanan tersebut sakit? Apakah masih menjadi tanggung jawab Negara? Mengenai hal ini dalam Pasal 24 ayat (6) PP No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan (“PP 58/1999”), diatur sebagai berikut: “ Biaya perawatan kesehatan di rumah sakit dibebankan kepada Negara ”. Biaya-biaya lainnya selain biaya perawatan kesehatan dan biaya makan, Saudara juga dapat melihat biaya-biaya lain yang ditanggung negara di dalam PP 58/1999 tersebut. Dengan demikian, berdasarkan uraian kami tersebut dan ketentuan serta peraturan-peraturan tersebut di atas, maka seseorang yang ditahan sebagai tersangka tidak dibebankan biaya apapun karena selama tersangka tersebut ditahan, biaya-biaya yang timbul sudah ditanggung oleh negara yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Demikian semoga bermanfaat. Dasar hukum : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; 2. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan ; 3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. 4 Tahun 2005 tentang Pengurusan Tahanan Pada Rumah Tahanan Kepolisian Negara Republik Indonesia; 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK/.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga" }
{ "from": "human", "value": "Bagaimanakah legalitas broker online trading yang sering di-endorse atau dipromosikan oleh Youtuber seperti Binomo atau Forex? Apakah itu legal di Indonesia? Bagaimana hukumnya jika bermain di sana? Apakah dapat dihukum kalau tidak legal?" }
{ "from": "gpt", "value": "Berdasarkan penelusuran kami, Binomo adalah sebuah platform perdagangan yang dapat menghasilkan uang melalui kenaikan atau penurunan nilai tukar valuta asing (forex), harga saham, cryptocurrency, dan komoditas.\nSingkatnya, Binomo merupakan sebuah platform untuk binary option trading (perdagangan opsi biner). Yang dimaksud dengan opsi (option) adalah sebuah cara untuk ikut berpartisipasi dalam perdagangan jasa keuangan tanpa memiliki aset portofolio sesungguhnya (transaksi derivatif), yaitu dengan menebak perubahan harga dari sebuah aset portofolio.[1]\n\nSedangkan perdagangan opsi biner atau binary option trading adalah perdagangan opsi dengan menebak dari hanya 2 kemungkinan yang tersedia, antara aset portofolio akan naik atau turun (yes or no proposition).[2] Misalnya, pada saat ini per USD 1 setara dengan IDR 14.500. Bagaimana dengan harga esok? Kita disajikan dengan pilihan apakah besok nilai USD 1 akan lebih tinggi atau rendah dari IDR 14.500. Jika prediksi opsi kita tepat, maka kita akan mendapatkan sejumlah keuntungan.\nApa itu Forex?\n\nForex adalah singkatan dari foreign exchange, yaitu pertukaran valuta asing.[3] Jika diasumsikan bahwa yang ditanyakan adalah perdagangan forex, maka secara umum, perdagangan forex adalah pertukaran valuta asing yang dilakukan di sebuah pasar valuta asing dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari selisih jual maupun selisih beli.[4]\n\nPada prinsipnya, perdagangan forex berbeda dengan binary option. Dalam perdagangan forex, pergerakan harga di pasar forex dipengaruhi oleh banyak faktor yang mencakup kondisi di seluruh dunia. Oleh karenanya, pergerakan harga dan kondisi pasar forex dapat diprediksi menggunakan analisa teknikal dan analisa fundamental.\n\nTapi, jika transaksi forex dilakukan dengan menebak apakah nilai tukar valuta asing akan naik (menguat) atau turun (melemah), maka transaksi tersebut dapat dikategorikan sebagai perdagangan opsi.\nDasar Hukum Perdagangan Opsi Berjangka\n\nSebelum masuk ke pembahasan apakah Binomo legal di Indonesia, sepanjang penelusuran kami, perdagangan binary option dan valuta asing sebagaimana dimaksud di atas termasuk ke dalam kategori opsi kontrak berjangka.\n\nKontrak berjangka adalah suatu bentuk kontrak standar untuk membeli atau menjual komoditi dengan penyelesaian kemudian sebagaimana ditetapkan di dalam kontrak yang diperdagangkan di bursa berjangka.[5]\n\nYang dimaksud dengan bursa berjangka adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk kegiatan jual beli komoditi berdasarkan kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya.[6]\n\nDasar hukum untuk opsi kontrak berjangka dapat ditemukan pada:\n\nUU 32/1997 sebagaimana telah diubah dengan UU 10/2011;PP Perdagangan Berjangka; danPeraturan Bappebti 3/2018.\n\nMasyarakat awam dalam melakukan transaksi opsi untuk kontrak berjangka melalui pialang (broker) perdagangan yang memenuhi syarat, di antaranya:\n\nBerbentuk Perseroan Terbatas;[7]Merupakan anggota bursa berjangka;[8]Telah memiliki izin usaha pialang berjangka dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (“Bappebti”).[9] Izin usaha hanya diberikan kepada anggota bursa berjangka yang memiliki integritas keuangan, reputasi bisnis yang baik, dan kecakapan profesi;[10]\n\nJika tidak memiliki izin usaha pialang berjangka dari Bappebti, maka perusahaan pialang diancam dengan sanksi pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun dan denda minimal Rp10 miliar dan maksimal Rp20 miliar.[11]\n\nLalu, bagaimana dengan investor yang berinvestasi melalui broker yang belum mengantongi izin usaha pialang berjangka dari Bappebti? Adakah sanksinya?\n\nSepanjang penelusuran kami, tidak ada sanksi hukum bagi orang yang berinvestasi melalui broker tidak berizin. Tetapi, harus dipahami bahwa uang yang diinvestasikan tersebut tidak dijamin oleh pemerintah Indonesia, sehingga jika terjadi penipuan, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab hukum investor.\nApakah Binomo Legal di Indonesia?\n\nSelanjutnya, menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah Binomo legal, terdapat beberapa aspek yang dapat dipertimbangkan apakah Binomo memiliki legitimasi di Indonesia atau tidak, salah satunya yaitu mengantongi izin usaha pialang dari Bappebti.\n\nMerujuk pada laman Pialang Berjangka, Binomo tidak terdaftar sebagai daftar pialang berjangka yang telah mendapatkan nomor izin dari Bappebti.\n\nJika sebuah broker atau pialang perdagangan berjangka tidak mempunyai izin usaha, maka dikatakan tidak legal menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga, menjawab pertanyaan Anda mengenai apakah Binomo legal, Binomo hukumnya ilegal di Indonesia. Hal tersebut juga ditegaskan sendiri oleh Bappebti, bahwa Binomo ilegal di Indonesia.\n\nSebagai langkah preventif, kami menyarankan Anda untuk melakukan transaksi melalui broker yang sudah mendapatkan izin usaha pialang dari Bappebti.\n\nSeluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.\n\nDemikian jawaban dari kami tentang apakah Binomo legal, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/493/undangundang-nomor-32-tahun-1997/document)\n2. [Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt4ed70ca19332d)\n3. [Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt53e1f4f900bce/node/58/pp-no-49-tahun-2014-penyelenggaraan-perdagangan-berjangka-komoditi?PHPSESSID=6rphg2sfmd3j2cphem7o5dmbq6)\n4. [Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2018 tentang Izin Usaha Pialang Berjangka dan Persetujuan Pembukaan Kantor Cabang Pialang Berjangka](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5b8f5f08cf44e/node/peraturan-badan-pengawas-perdagangan-berjangka-komoditi-no-3-tahun-2018-izin-usaha-pialang-berjangka-dan-persetujuan-pembukaan-kantor-cabang-pialang-berjangka)\nREFERENSI:\n1. A Guide to Trading Binary Options in the U.S., Investopedia, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 10.00 WIB\n2. Forex Trading: A Beginner’s Guide, Investopedia, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 10.00 WIB\n3. Pialang Berjangka, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 12.00 WIB.\n\n[1] A Guide to Trading Binary Options in the U.S., Investopedia, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 10.00 WIB[2] A Guide to Trading Binary Options in the U.S., Investopedia, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 10.00 WIB[3] Forex Trading: A Beginner’s Guide, Investopedia, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 10.00 WIB[4] Forex Trading: A Beginner’s Guide, Investopedia, diakses pada 15 Februari 2022, pukul 10.00 WIB[5] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (“UU 10/2021”)[6] Pasal 1 angka 4 UU 10/2011[7] Pasal 31 ayat (1) UU 10/2011[8] Pasal 31 ayat (1) UU 10/2011[9] Pasal 31 ayat (1) UU 10/2011[10] Pasal 31 ayat (2) UU 10/2011[11] Pasal 71 ayat (1) UU 10/2011" }
{ "from": "human", "value": "Salam, saya membeli rumah dengan kredit tahun 2007. Tapi, setelah mencicil sekitar 10 bulan, saya tidak bisa membayar lagi dan sampai saat ini bunga dan dendanya berjalan terus. Bagaimana status hukum mengenai permasalahan ini? Apakah bank hanya menyita rumah tersebut? Adakah langkah lain yang dilakukan bank jika hasil lelang rumah yang disita tersebut di bawah nilai utang saya, misalnya saya akan dipenjara atau lainnya? Karena bank bilang kalau nilai lelang di bawah utang saya, maka saya masih punya utang. Mohon jawabannya. Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Kami berasumsi bahwa rumah Anda tersebut dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Ini sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) : KLINIK TERKAIT Jika Permohonan KPR Ditolak karena Tidak Punya Perjanjian Perkawinan 14 Sep 2017 Prosedur Menjual Rumah dengan Dasar PPJB 27 Feb 2013 Tentang Akad Kredit dan Jangka Waktu Penyelesaian Pembangunan Rumah 26 Feb 2013 Aturan Penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) Rumah 16 Jul 2012 “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.” Pada dasarnya, jika Anda wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban Anda) atas perjanjian kredit Anda dengan Bank, merujuk pada Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan , Bank memiliki hak untuk menjual objek Hak Tanggungan dan mengambil pelunasan atas utang Anda dari hasil penjualan rumah Anda tersebut. Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan (1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan: Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya. Dalam penjelasan Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan dikatakan bahwa dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada utangnya, sisa hasil penjualan objek Hak Tanggungan menjadi hak pemberi Hak Tanggungan (dalam hal ini yaitu Anda sebagai debitur dan pemberi Hak Tanggungan). Di sisi lain, jika hasil penjualan objek Hak Tanggungan tersebut tidak cukup untuk melunasi utang Anda, tentu saja ini berarti Anda masih mempunyai utang yang harus dilunasi kepada Bank. Atas utang tersebut, Bank dapat melakukan gugatan wanprestasi. Gugatan wanprestasi adalah gugatan perdata, yang mana atas gugatan tersebut penggugat dapat menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan ( Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ). Masalah dalam perjanjian utang piutang adalah masalah dalam hukum privat (hubungan pribadi antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya). Sedangkan, hukuman penjara yang adalah salah satu hukuman pidana ( Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ), yang berlaku dalam hukum publik (hukum yang mengatur hubungan antarmasyarakat luas). Sehingga dalam hal Anda masih mempunyai utang untuk dilunasi kepada kreditur, semestinya kreditur tidak membawa masalah tersebut ke dalam ranah pidana. Mengenai gugatan wanprestasi, Anda dapat membaca beberapa artikel-artikel berikut ini: a. Doktrin Gugatan Wanprestasi dan PMH ; b. Perbuatan Melanggar Hukum atau Wanprestasi? ; c. PMH dan wanprestasi . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; 3. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah kredit macet" }
{ "from": "human", "value": "Saya membuka toko emas. Ketika ada yang menjual emas saya membeli dengan jual beli yang resmi seperti jual beli biasa, tetapi saya tidak mengetahui bahwa barang yang saya beli adalah barang jambretan. Ketika sebulan kemudian orang yang menjual ditangkap atas tuduhan penjambretan dan saat itu polisi mendatangi saya dan menyuruh menghadap kepolsek untuk memberikan keterangan. Apakah saya bisa dipidana dalam hal itu? Saya membeli barang dalam jual beli yang sah tetapi ternyata barang itu hasil kejahatan dan jual beli itu terjadi sebulan yang lalu dan baru sebulan kemudian saya dipanggil. Apakah saya dapat dipidana?" }
{ "from": "gpt", "value": "Berdasarkan Pasal 480 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) , Anda dapat dihukum pidana karena penadahan apabila Anda mengetahui bahwa barang yang Anda beli tersebut berasal dari tindak pidana kejahatan (dalam hal ini pencurian): Pasal 480 ayat (1) KUHP: KLINIK TERKAIT Baru Tahu Barang yang Dibeli Hasil Kejahatan, Termasuk Penadahan? 07 Jun 2024 Hukum Jual Beli Ponsel Tanpa Garansi di Pasar Gelap ( Black Market ) 29 Sep 2021 Apakah Pembeli CD Bajakan Bisa Dijerat Pasal Penadahan? 29 Mar 2012 Motor Kredit Dibawa Lari Paman Sendiri 25 Feb 2011 “Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah: 1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;” Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 314-315) mengatakan bahwa perbuatan penadahan sebagaimana terdapat dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP, dibagi atas dua bagian, yaitu: 1. membeli, menyewa dsb. ( tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung ) barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya diperoleh karena kejahatan; misalnya A membeli sebuah arloji dari B yang diketahuinya bahwa barang itu berasal dari curian. Di sini tidak perlu dibuktikan, bahwa A dengan membeli arloji itu hendak mencari untung; 2. menjual, menukarkan, menggadaikan dsb. dengan maksud hendak mendapat untung dari barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan; misalnya A yang mengetahui bahwa arloji berasal dari curian, disuruh oleh B (pemegang arloji itu) menggadaikan arloji itu ke rumah gadai dengan menerima upah . Berdasarkan penggolongan penadahan sebagaimana dijelaskan di atas, maka kasus Anda termasuk ke dalam kelompok 1, yang mana tidak diperlukan unsur “dengan maksud hendak mendapat untung”. R. Soesilo mengatakan juga bahwa elemen yang penting dari pasal ini adalah “terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka ” bahwa barang itu berasal dari kejahatan. Dalam hal ini, terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu atau lain-lain), akan tetapi cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai), bahwa barang itu adalah barang “gelap” bukan barang yang “terang”. Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam praktiknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara belinya barang itu, misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, Anda dapat dituntut dengan Pasal 480 ayat (1) KUHP jika pada saat membeli Anda telah dapat menduga bahwa emas tersebut adalah hasil kejahatan. Misalnya, Anda membeli emas tersebut dengan harga jauh di bawah harga pasar atau adanya gelagat yang patut Anda curigai dari orang yang menjual emas tersebut kepada Anda. Akan tetapi, jika misalnya Anda membeli emas tersebut dengan harga pasar dan si penjual menunjukkan bukti kepemilikan yang cukup meyakinkan Anda sebagai pembeli, sehingga Anda tidak dapat menyangka bahwa barang tersebut diperoleh dari tindak pidana. Dengan tidak terpenuhinya unsur-unsur Pasal 480 ayat (1) KUHP maka Anda tidak dapat dituntut atas tindak pidana penadahan (tidak terpenuhinya unsur Anda mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa barang tersebut dari kejahatan). Namun, sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman , setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa orang tersebut bersalah. Sebagai informasi, secara perdata, berdasarkan Pasal 1977 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) , pemilik asli dari barang tersebut dapat meminta Anda untuk mengembalikan barangnya (dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pencurian tersebut). Pasal 1977 ayat (2) KUHPer: “ Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan Pasal 582. ” Sedangkan, Anda sendiri dapat meminta ganti rugi (atas kerugian yang Anda derita karena harus menyerahkan barang kepada pemilik asli) kepada orang yang menjual barang tersebut kepada Anda berdasarkan kebatalan jual beli akibat yang menjual bukanlah orang yang berhak (dengan syarat Anda tidak mengetahui bahwa penjual bukanlah pemilik barang tersebut) ( Pasal 1471 KUHPer dan Pasa 1977 ayat (2) KUHPer ). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . 3. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman" }
{ "from": "human", "value": "Apakah bisa nikah langsung cerai? Saya pernah dengar ada orang yang menikah 30 menit langsung cerai. Kasusnya begini, adik saya dan pacarnya berzina dan meminta dinikahkan secara Islam. Namun, kesepakatannya setelah nikah langsung cerai. Bagaimana hukumnya?" }
{ "from": "gpt", "value": "Sebelum menjawab pertanyaan Anda tentang persoalan nikah langsung cerai, perlu kami sampaikan ketentuan soal perceraian sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan dan KHI, sehubungan dengan keterangan Anda bahwa perkawinan didasarkan secara Islam.\nKetentuan Pasal 38 UU Perkawinan menyebutkan bahwa suatu perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.[1]\n\nLebih lanjut, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.[2] Perceraian akan dilakukan setelah mediasi yaitu upaya mendamaikan suami istri oleh pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.[3] Setelah upaya mediasi tidak berhasil, sidang akan diteruskan karena sudah cukup alasan untuk melakukan perceraian yaitu suami istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri.[4]\n\nAdapun seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.[5]\n\nDengan demikian, singkatnya perceraian dapat dilakukan dengan cara:\n\nCerai talak adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang perkawinannya dilaksanakan menurut agama Islam.Cerai gugat adalah perceraian yang dilakukan oleh istri yang melakukan perkawinan menurut agama Islam dan oleh seorang suami atau seorang istri yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaan itu selain agama Islam.\nAlasan-alasan Perceraian\n\nSebelum melangsungkan perceraian, patut dipahami ada alasan-alasan yang dijadikan dasar perceraian adalah:[6]\n\nSalah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.Salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya.Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.Suami melanggar taklik talak.[7]Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.[8]\n\nAdapun yang dimaksud dengan taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.[9]\n\nTaklik talak umumnya berisi ketentuan bahwa jika sewaktu-waktu suami:\n\nmeninggalkan istri dua tahun berturut-turut;tidak memberi nafkah wajib kepada istri selama 3 bulan;menyakiti badan atau jasmani istri; dan membiarkan (tidak mempedulikan) istri selama 6 bulan, maka jika istri tidak rida (ikhlas) dan mengadukannya ke Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, kemudian istri juga membayar uang sebagai iwadl (pengganti) kepada suami, maka jatuhlah talak satu suami kepada istri.\nBisakah Setelah Akad Nikah Langsung Cerai?\n\nMenjawab pertanyaan Anda, perceraian hanya bisa dilakukan apabila memenuhi alasan-alasan cerai sebagaimana telah disebutkan di atas. Dengan demikian, jika Anda berencana menceraikan pasangan setelah akad nikah, perceraian tersebut tidak dapat dilakukan.\n\nPasalnya, konsep nikah langsung cerai bertentangan dengan sejumlah alasan cerai yang dimuat dalam UU Perkawinan maupun KHI. Di sisi lain, konsep nikah setengah jam langsung cerai juga tidak memungkinkan, pasalnya proses perceraian harus dilakukan di pengadilan dan terlebih dahulu pengadilan harus mengusahakan perdamaian suami istri terlebih dahulu, yang mana membutuhkan waktu yang cukup panjang.\nDemikian jawaban dari kami terkait nikah langsung cerai sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama](Data Kepolisian /pusatdata/detail/17803/undangundang-nomor-7-tahun-1989/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_7_1989)\n2. [Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama](Data Kepolisian /pusatdata/detail/25602?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_3_2006)\n3. [Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt546457ffe3747?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_50_2009)\n4. [Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/26834/undangundang-nomor-1-tahun-1974/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_1_1974)\n5. [Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt5dafedf4cd014?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_16_2019)\n6. [Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam](Data Kepolisian /pusatdata/detail/13200/instruksi-presiden-nomor-1-tahun-1991/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=khi)\n[1] Pasal 114 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)[2] Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama[3] Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)[4] Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan[5] Pasal 129 KHI[6] Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan[7] Pasal 116 huruf g KHI[8] Pasal 116 huruf h KHI[9] Pasal 1 huruf e KHI" }
{ "from": "human", "value": "Apakah BBM (Blackberry Messenger) termasuk ke dalam sosial media? Hanya karena penulisan status di BBM, yang notabene tidak mencantumkan nama ataupun brand company manapun hanya menggunakan istilah umum. Apakah saya salah menulis status seperti itu? Mohon pencerahan." }
{ "from": "gpt", "value": "Yth. Pembaca hukumonline, KLINIK TERKAIT Apa Itu Stalker dan Bisakah Dilaporkan ke Polisi? 21 Mei 2024 Jerat Hukum Bagi Penyebar Screenshot Chat WhatsApp 02 Apr 2024 Hukumnya Spill Nama Orang Pakai Inisial di Media Sosial 01 Apr 2024 Jerat Hukum Pengancaman Melalui Media Elektronik 04 Jan 2019 Sekiranya penjelasan Saudara lebih spesifik, diskusi akan lebih baik. Media sosial secara sederhana dapat dijelaskan sebagai media yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang terhubung dalam suatu jaringan. Dengan keterhubungan tersebut, mereka dapat berbagi, antara satu dan yang lain, ide atau gagasan serta informasi lainnya baik teks, gambar, atau bahkan video; Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas BlackBerry Mess e nger (“BBM”) merupakan aplikasi pesan-instan yang dikeluarkan oleh perusahaan BlackBerry (RIM) . Layanan aplikasi ini dapat berfungsi melalui koneksi internet dari gadget . Dengan aplikasi ini seseorang dapat berbagi informasi, seperti teks, gambar, dan video. BBM memiliki sifat personalisasi. Maksudnya adalah, tiap penggunaan BBM mengacu pada orang tertentu (baik individu maupun kelompok) sehingga sasaran komunikasi dapat diidentifikasi. Pengguna BBM juga dapat mempersonalisasi aplikasinya dengan menambahkan foto profil atau status, sehingga tiap orang yang termasuk dalam jaringannya dapat lebih mengenal penguna tersebut. Dengan demikian, dalam konteks ini BBM dapat dikategorikan sebagai salah satu media sosial. Pengiriman satu konten dari satu anggota kepada grup dapat diterima oleh anggota-anggota lain dari grup tersebut. Dengan kata lain, teknologi aplikasi media sosial, termasuk aplikasi BBM tersebut, dapat menciptakan ruang publik virtual. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi hukum. Oleh karena itu, sama seperti menggunakan media sosial lainnya, pengguna harus memiliki kehati-hatian dalam melakukan pengiriman. Misalnya , menyebarkan informasi elektronik yang berisi muatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dikategorikan perbuatan yang melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), yang isinya melarang: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik . Dalam pembahasan ini, maka yang perlu diperhatian ialah bahwa delik penghinaan atau pencemaran nama baik mengharuskan adanya identitas yang jelas atau tertentu terhadap siapa konten yang dimaksud ditujukan . Tidak ada perbuatan penghinaan tanpa ada korban yang spesifik . Akan tetapi, identitas tidaklah perlu harus selalu berupa nama, tetapi dapat berupa foto seseorang, atau alias dari orang tersebut, atau identitas lain, sepanjang publik mengetahui bahwa identitas itu mengacu pada orang tertentu. Kedua, Pasal 27 ayat (3) UU ITE – yang didasarkan pada ketentuan tentang penghinaan dan pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) – hanya ditujukan kepada pribadi kodrati, dan tidak ditujukan kepada pribadi hukum, seperti institusi atau lembaga . Delik penghinaan dalam pasal ini ditujukan untuk melindungi hak asasi manusia, dan bukan good will dari pribadi hukum. Semoga membantu. Catatan editor: Definisi media sosial tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Namun, dalam artikel berjudul Hati-Hati Memanfaatkan Media Sosial yang dimuat dalam laman www.bin.go.id , media sosial didefinisikan sebagai, “sebuah media online, dimana para pengguna dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi. Media sosial meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.” Artikel tersebut juga memuat definisi media sosial menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein , yaitu: \"sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content\". Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial: Pertama, Proyek Kolaborasi yaitu website yang mengijinkan user dapat mengubah, menambah, ataupun remove konten yang ada di website. Contoh media ini adalah wikipedia. Kedua, Blog dan Microblog, dimana user lebih bebas mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti ‘curhat’ ataupun mengritik kebijakan pemerintah. Contoh media ini adalah twitter. Ketiga, Konten, yaitu web dimana para user dari pengguna website ini saling share konten media, baik video, e-book, gambar, dan lain-lain. Contohnya youtube. Keempat, Situs Jejaring Sosial, yaitu aplikasi yang mengijinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi, sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi itu bisa seperti foto-foto. Contoh jejaring sosial adalah facebook. Kelima, Virtual Game World, yaitu dunia virtual, yang mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online. Keenam, Virtual Social World, yaitu dunia virtual dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas dan lebih ke arah kehidupan. Contohnya second life. Demikian sebagaimana kami kutip dari artikel Hati-Hati Memanfaatkan Media Sosial . Dasar Hukum : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Referensi : Sitompul, Josua, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Tatanusa, 2012. uu ite bbm" }
{ "from": "human", "value": "Apakah BPK berwenang mengaudit lembaga amil zakat?" }
{ "from": "gpt", "value": "Intisari: Lembaga Amil Zakat (“LAZ”) adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Terhadap pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dilakukan diaudit syariat dan diaudit keuangan . Audit syariat dilakukan oleh Kementerian Agama dan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik. Sehingga audit terhadap LAZ tidak dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Guna menjawab pertanyaan Anda, pertama kita perlu ketahui apa itu Lembaga Amil Zakat dan apa lingkup tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”). Lembaga Amil Zakat KLINIK TERKAIT Kemana Badan Pemeriksa Keuangan Melaporkan Tugasnya? 02 Jul 2015 Apakah Yayasan Dibenarkan Menarik Uang dari Lembaga di Bawahnya? 17 Sep 2014 Cara Menentukan Adanya Kerugian Keuangan Negara 23 Agt 2013 Dasar Hukum dan Mekanisme Zakat Sebagai Pengurang Pajak 23 Agt 2012 Lembaga Amil Zakat (“LAZ”) adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. [1] Terkait pelaksanaan audit terhadap LAZ, Pasal 18 ayat (2) huruf h UU Pengelolaan Zakat telah mengatur syarat pembentukan LAZ, salah satunya yaitu bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala dan LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada Badan Amil Zakat Nasional (“BAZNAS”) secara berkala. [2] Lalu siapa yang mengaudit LAZ? Tugas BPK Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara . [3] Yang dimaksud dengan “keuangan negara” meliputi semua unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur tentang keuangan negara. Sedangkan yang dimaksud dengan “ lembaga atau badan lain ” antara lain: badan hukum milik negara, yayasan yang mendapat fasilitas negara, komisi-komisi yang dibentuk dengan undang-undang dan badan swasta yang menerima dan/atau mengelola uang negara . [4] Melihat dari tugas BPK di atas, apakah LAZ itu termasuk “lembaga atau badan lain” yang dimaksud di sini? Berarti harus dilihat apakah LAZ menerima dan/atua mengelola uang negara. Mengacu pada definisi LAZ yang kami sebut, yakni lembaga yang dibentuk masyarakat; maka LAZ bukanlah lembaga atau badan lain yang mengelola dan bertanggungjawab atas keuangan negara yang diperiksa oleh BPK. Audit dan Pengawasan Terhadap LAZ Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Membaca Arah Regulasi Pengawasan Pengelolaan Zakat yang kami akses dari situs Badan Amil Zakat Nasional , dalam pelaksanaan pengawasan patut dicatat beberapa “ directive principles ” kepada Pemerintah yang meliputi kewenangan untuk mengeluarkan regulasi, kewenangan memberikan dan mencabut izin lembaga zakat, kewenangan mengangkat dan memberhentikan anggota BAZNAS di semua tingkatan, kewenangan melakukan audit syariat , serta kewenangan menjatuhkan sanksi terhadap lembaga atau amil zakat yang dengan sengaja melawan hukum melakukan pelanggaran dalam pengelolaan zakat. Ini artinya, pengawasan dalam bentuk audit dilakukan oleh pemerintah. Pembinaan dan pengawasan terhadap LAZ ini dilaksanakan oleh Menteri Agama, Gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. [5] Lebih khusus lagi, pelaporan dan pertanggungjawabanLAZ diatur dalam Bab IX Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“PP 14/2014”) . Pelaporan dan pertanggungjawaban ini dilakukan antara lain dalam bentuk audit syariat dan audit keuangan. Pasal 75 PP 14/2014 mengatur: (1) Laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, Pasal 72, dan Pasal 73 harus di audit syariat dan keuangan. (2) Audit syariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. (3) Audit keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh akuntan publik. (4) Laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang telah di audit syariat dan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada BAZNAS. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, yang melakukan audit ini bukanlah BPK. Audit syariat dilakukan oleh Kementerian Agama dan audit keuangan dilakukan oleh akuntan publik. Masih bersumber dari artikel di atas, dikatakan bahwa PP 14/2014, Pasal 75, menetapkan kewenangan Kementerian Agama untuk melakukan audit syariat atas laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ. Melalui audit syariat dapat diketahui dan dipastikan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dilakukan BAZNAS dan LAZ telah memenuhi prinsip-prinsip syariat Islam ( shariah compliance ) serta untuk mencegah penyimpangan dan pelanggaran oleh amil zakat. Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan ; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat . Referensi: http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/membaca-arah-regulasi-pengawasan-pengelolaan-zakat/ , diakses pada 24 November 2015 pukul 16.26 WIB. [1] Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU Pengelolaan Zakat”) [2] Pasal 19 UU Pengelolaan Zakat [3] Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (“UU BPK”) [4] Penjelasan Pasal 6 ayat (1) UU BPK [5] Pasal 34 UU Pengelolaan Zakat zakat hukumonline badan pemeriksa keuangan hukum klinik klinik hukumonline audit" }
{ "from": "human", "value": "Apakah buku nikah yang tidak ditandatangani oleh suami bisa dimintakan pembatalannya? Dan ternyata perkawinan tersebut tidak pernah dicatat dan suami-istri tersebut tidak pernah hidup bersama? Apakah dari situasi ini bisa dimintakan pembatalan karena kedua pasangan ini tidak dapat diteruskan karena ribut terus?" }
{ "from": "gpt", "value": "Perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan para pihak adalah sah, meski tidak dicatatkan. Tujuan pencatatan perkawinan adalah untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, lebih khusus lagi untuk melindungi hak-hak perempuan dalam kehidupan berumah tangga. Dengan pencatatan perkawinan oleh pejabat yang berwenang, hak anak yang dilahirkan juga akan menjadi jelas, karena dapat diketahui siapa orangtuanya. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melihat masalah yang Anda sampaikan, maka pembatalan melalui hukum negara tidak perlu dilakukan karena perkawinan yang tidak dicatatkan tidak sah menurut hukum negara. Prosedur pembatalan dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam agama atau kepercayaan masing-masing." }
{ "from": "human", "value": "- Apakah BUMN dapat dipailitkan?\n- Aspek-aspek hukum apa saja yang perlu di perhatikan atau terkait pada peristiwa kepailitan BUMN?" }
{ "from": "gpt", "value": "Pada dasarnya UU Kepailitan tidak membedakan kepailitan berdasarkan kepemilikian. UU Kepailitan hanya mendeskripsikan debitur yang dapat dipailitkan menjadi dua, yaitu orang perorangan (pribadi), dan badan hukum. Artinya, baik orang perorangan, maupun badan hukum dapat dinyatakan pailit. Hal ini terlihat dari ps. 2 ayat (5) UU Kepailitan yang menyebutkan bahwa Dalam hal debitur merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasarnya . S elain itu, dalam ps. 3 ayat (1) UU Kepailitan disebutkan bahwa Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang menikah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Kedua pasal tersebut dijadikan dasar, siapa saja (debitur) yang dapat dipailitkan. Namun tidak dengan sendirinya semua jenis pihak dapat dipailitkan, harus diperhatikan kualifikasi dan kapasitas pihak tersebut. Secara logis kepailitan membutuhkan pihak yang cakap melakukan tindakan keperdataan, seperti kapasitas untuk memiliki aset, membuat perjanjian dengan pihak ketiga; sehingga dapat dikatakan bahwa yang dapat dipailitkan hanyalah pihak yang memenuhi syarat sebagai subyek hukum. Hal ini karena melihat sifat kepailitan yang merupakan sita umum terhadap harta kekayaaan debitur, maka sifat tersebut menuntut adanya kepemilikan mutlak atas harta yang sedianya akan dijadikan budel pailit. Tidak ada artinya memailitkan suatu entitas yang tidak memiliki hak milik atau kapasitas dalam lalu lintas keperdataan, karena tidak ada apapun yang dapat disita sebagai sita umum. Sehingga untuk kepailitan suatu persekutuan perdata seperti firma, CV, Joint operation, maka kepailitan tidak diarahkan kepada firma, CV, Joint operation yang bersangkutan, namun diarahkan kepada persero-persero yang memiliki kapasitas dalam persekutuan perdata tersebut. Tentunya tidak mungkin dilakukan sita umum terhadap suatu badan hukum yang tidak memiliki kapasitas atas harta bendanya, alias barang tersebut milik orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dibutuhkan untuk dapat dinyatakan pailit adalah kapasitas dan kecakapan suatu subyek hukum untuk melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dan bukan hal lainnya. Membicarakan konsep kepailitan bagi BUMN, maka tidak boleh dibedakan antara kepailitan terhadap badan hukum privat dan badan hukum publik seperti BUMN. Baik BUMN yang berbentuk Persero, maupun Perum dapat dipailitkan sebagaimana layaknya badan hukum privat dapat dipailitkan. Pertama karena UU Kepailitan tidak membedakan antara kapasitas badan hukum publik BUMN dengan badan hukum privat, kedua, karena dalam pengaturan mengenai BUMN sendiri, dimungkinkan terjadinya kepailitan bagi BUMN baik Persero (lihat Penjelasan ps. 7 Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998), maupun Perum (lihat ps. 25 Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1998). Dari kacamata itu, maka tidak ada masalah dalam mempailitkan suatu BUMN yang berbentuk badan hukum persero, karena memang UU Kepailitan juga tidak memberikan privilege terhadap BUMN pada umumnya (perhatikan privilege yang berlaku bagi Bank, dan Perusahaan efek, yang dengan sendirinya berlaku mutatis mutandis bagi BUMN yang merupakan Bank dan perusahaan efek), dan oleh karenanya kepailitan BUMN harus dipandang sebagaimana kepailitan suatu Badan Hukum biasa. Praktis tidak ada hal spesifik yang perlu diperhatikan dalam mengajukan kepailitan bagi BUMN, namun untuk memberi contoh pendapat pengadilan mengenai kepailitan BUMN, maka agak sulit, karena sampai saat ini belum ada satupun BUMN di Indonesia dinyatakan pailit. Meskipun beberapa kali permohonan pailit diajukan antara lain terhadap PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT Hutama Karya (Persero), dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero), namun tidak ada hal penting yang dapat dicatat dari pendirian hakim mengenai kepailitan BUMN tersebut, karena kesemua permohonan tersebut tidak didasarkan atas kapasitas termohon sebagai BUMN, namun karena alasan-alasan lain yang bersifat prosedural. Aria Suyudi, salah satu peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)" }
{ "from": "human", "value": "Saya ingin bertanya mengenai definisi instansi pemerintah menurut UU dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Apakah BUMN masih termasuk instansi pemerintah? Mohon dijawab dengan dasar hukumnya. Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Intisari: Instansi pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintahan pusat atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Yang termasuk instansi pemerintah adalah kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, BUMN selaku badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan; bukanlah penyelenggara pemerintahan, melainkan penyelenggara usaha sehingga bukan merupakan instansi pemerintah. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Definisi Instansi Pemerintah Undang-undang yang memberikan definisi instansi pemerintah adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”) pada Pasal 1 angka 15: “Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.” Yang dimaksud denga instansi pusat dan instansi daerah menurut UU ASN adalah sebagai berikut: - Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural. [1] - Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah. [2] Di peraturan perundang-undangan lain, definisi instansi pemerintah juga dapat di temukan pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (“Perpres 29/2014”) pada Pasal 1 Angka 20 : “Instansi pemerintah adalah unsur penyelenggara pemerintahan pusat atau unsur penyelenggara pemerintahan daerah.” Sepanjang penelusuran kami, yang termasuk instansi pemerintah menurut Perpres 29/2014 di sini adalah kementerian negara/lembaga dan pemerintah daerah. [3] Serupa dengan apa yang disebut Perpres 29/2014 dan masih soal akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, dalam artikel Yuddy: Publik Berhak Tahu Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang kami akses dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (“Kemenpan RB ”) disebutkan bahwa evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dilaksanakan dalam rangka membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Evaluasi itu dilakukan semata-mata untuk menilai organisasi kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah secara keseluruhan . Tujuannya untuk menilai sejauh mana pertanggungjawaban penggunaan anggaran atas hasil ( outcome ), serta sejauh mana capaian-capaian kinerja yang dihasilkan. Definisi BUMN Sementara itu, Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”) yang Anda maksud adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. [4] Jadi, dari definisi BUMN di atas jelas bahwa BUMN merupakan penyelenggara usaha, hanya saja sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara. BUMN tidak menyelenggarakan pemerintahan. Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Anda, BUMN bukan termasuk instansi pemerintah. Bahkan, dalam UU BUMN diatur bahwa Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah . [5] Ini artinya, BUMN dan lembaga pemerintah adalah kedua badan yang berbeda. Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara ; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ; 3. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. REFERENSI:\n1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi , diakses pada 10 Maret 2016 pukul 15.21 WIB. [1] Pasal 1 angka 16 UU ASN [2] Pasal 1 angka 17 UU ASN [3] Lihat Pasal 1 angka 5, 6, 8, 17, 21, 22 dan sebagainya Perpres 29/2014 [4] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“UU BUMN”) [5] Pasal 25 UU BUMN badan usaha milik negara hukumonline pemerintahan badan usaha klinik hukumonline tata negara hukum pemerintah daerah pemerintah lembaga negara bumn klinik pemerintah pusat" }
{ "from": "human", "value": "Saya buruh di perusahaan swasta yang bergerak di bidang percetakan. Status saya harian. Sudah bekerja 1,5 tahun. Kemudian saya diberhentikan, lalu saya meminta surat pengalaman kerja, tetapi perusahaan tidak mengeluarkan surat pengalaman kerja dengan status harian. Apa yang harus saya perbuat?" }
{ "from": "gpt", "value": "KLINIK TERKAIT Begini Aturan Perhitungan THR bagi Karyawan 28 Mar 2023 Langkah Jika Surat Keterangan Kerja Tak Kunjung Diberikan 11 Mar 2022 Haruskah Membayar Denda Jika Resign Sebelum Kontrak Berakhir 30 Nov 2015 Bolehkah Mengundurkan Diri Sebelum Ada Karyawan Pengganti? 03 Jun 2015 Intisari: Surat Pengalaman Kerja/Surat Keterangan Kerja wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja pada waktu berakhirnya hubungan kerja. Anda berhak memintanya dan jika pengusaha menolak memberikan Surat Keterangan Kerja atau memberikan keterangan yang tidak benar, maka ia bertanggung jawab terhadap pekerja, maupun pihak ketiga atas kerugian yang timbul. Adapun langkah hukum yang dapat Anda lakukan adalah menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat kepada pengusaha. Jika tidak berhasil, bisa melalui perundingan bipatrit. Jika cara bipartit pun tidak berhasil, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Ulasan: Terima kasih atas pertanyaan Anda. Surat Pengalaman Kerja/Surat Keterangan Kerja Kami menyimpulkan bahwa Surat Pengalaman Kerja yang Anda maksud di sini adalah Surat Keterangan Kerja . Perlu diketahui bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) itu sendiri tidak diatur tentang Surat Keterangan Kerja. Namun, aturan tentang Surat Keterangan Kerja ini terdapat dalam Pasal 1602z Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) , yang disebut dengan “Surat Pernyataan”. Si majikan diwajibkan pada waktu berakhirnya perhubungan kerja, atas permintaan si buruh, memberikan kepadanya sepucuk surat pernyataan yang ditandatangani olehnya. Surat pernyataan itu memuat suatu keterangan yang sesungguhnya tentang sifat pekerjaan yang telah dilakukan serta lamanya hubungan kerja, begitu pula, tetapi hanya atas permintaan khusus dari orang kepada siapa surat pernyataan itu harus diberikan, tentang cara bagaimana si buruh telah menunaikan kewajiban-kewajibannya dan cara bagaimana hubungan kerja berakhir; jika namun itu si majikan telah mengakhiri hubungan kerja dengan tidak memajukan sesuatu alasan maka ia hanya diwajibkan menyebutkan apa alasan-alasan itu; jika si buruh telah mengakhiri hubungan kerja secara berlawanan dengan hukum, maka si majikan adalah berhak untuk menyebutkan hal itu di dalam surat pernyataannya. Si majikan yang menolak memberikan surat pernyataan yang diminta, atau dengan sengaja menuliskan keterangan-keterangan yang tidak benar, atau pula memberikan suatu tanda pada surat pernyataannya yang dimaksudkan untuk memberikan sesuatu keterangan tentang si buruh yang tidak termuat dalam surat pernyatannya sendiri, atau lagi memberikan keterangan-keterangan kepada orang-orang pihak ketiga yang bertentangan dengan surat pernyataannya, adalah bertanggung jawab baik terhadap si buruh maupun terhadap orang-orang pihak ke tiga tentang kerugian yang diterbitkan karenanya. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, jika kita mengacu pada pasal di atas, pemberian Surat Keterangan Kerja kepada pekerja ini sifatnya wajib bagi pengusaha, tidak memandang apaka h pekerja tersebut berstatus pekerja harian atau tidak. Dari pasal di atas pula antara lain dapat kita merangkum hal-hal terkait Surat Keterangan Kerja sebagai berikut: 1. Surat Keterangan Kerja sifatnya wajib bagi pengusaha atas permintaan pekerja 2. Surat Keterangan Kerja memuat: sifat pekerjaan, lamanya hubungan kerja, cara bagaimana pekerja telah menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan cara bagaimana hubungan kerja berakhir 3. Jika majikan menolak memberikan Surat Keterangan Kerja, maka ia bertanggung jawab terhadap baik pekerja, maupun pihak ketiga atas kerugian yang timbul Menurut Umar Kasim dalam artikel Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Memberikan Surat Keterangan Kerja? , Surat Keterangan Kerja ini sangat dibutuhkan, antara lain guna menjadi bahan pertimbangan untuk mencari atau memperoleh pekerjaan di perusahaan lain. Selain itu, merujuk pada ketentuan Pasal 1602z KUH Perdata tersebut, tentu tidak ada salahnya jika para pihak memperjanjikan dan mengaturnya dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maupun dalam perjanjian kerja. Langkah yang Dapat Dilakukan J ika memang di dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maupun dalam perjanjian kerja ditentukan bahwa pekerja harian tidak memperoleh Surat Keterangan Kerja, maka Anda sulit mendapatkannya. Namun upaya di atas dapat Anda lakukan. Akan tetapi, jika ketentuan tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya, maka berdasarkan Pasal 1602z, Anda berhak meminta Surat Keterangan Kerja tersebut dan pengusaha wajib memberikannya kepada Anda. Karena Surat Keterangan Kerja merupakan hak Anda sebagai pekerja, maka bila terjadi perselisihan karena surat tersebut tidak diberikan, maka disebut sebagai perselisihan hak. Artinya, dasar perselisihan antara Anda dengan pengusaha adalah perselisihan hak. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. [1] Adapun langkah hukum yang dapat Anda lakukan jika terjadi perselisihan hak adalah Anda wajib menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat, yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit. [2] Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Jika forum bipatrit gagal, untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih untuk penyelesaian perselisihan hak [3] salah satunya adalah Mediasi Hubungan Industrial. Mediasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. [4] Jika upaya penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) . [5] Dalam praktik, tuntutan agar perusahaan membuatkan surat pengalaman kerja biasanya digabungkan dalam gugatan terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja. Selain meminta pesangon, pekerja juga menggugat agar perusahaan memberikan surat pengalaman kerja. Hal ini misalnya terdapat dalam perkara nomor 181 K/Pdt.Sus/PHI/2015 , di mana Mahkamah Agung menguatkan putusan PHI yang menghukum perusahaan untuk memberikan surat pengalaman kerja dengan kriteria baik atas nama pekerja. Meski demikian, kami menyarankan agar Anda memprioritaskan upaya perdamaian antara Anda dengan pengusaha tanpa harus melalui jalur hukum. Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat. DASAR HUKUM: 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; 2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial . REFERENSI:\n1. Putusan Mahkamah Agung Nomor 181 K/Pdt.Sus/PHI/2015 . [1] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”) [2] 3 ayat (1) UU PPHI [3] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI [4] Pasal 1 angka 11 UU PPHI [5] Pasal 5 UU PPHI hukumonline pekerja ketenagakerjaan perdata hukum klinik klinik hukumonline" }
{ "from": "human", "value": "Apakah sistem pemilihan kepala desa (kades) harus diusung berbasis parpol? Karena saya lihat kepala desa dilarang jadi pengurus parpol." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Fungsi dan Kewenangan Kepala Desa Disebutkan di Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU 6/2014”) bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Selanjutnya, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). [1] Adapun tugas Kepala Desa ialah menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Sehingga dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa memiliki kewenangan sebagai berikut: [2] memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; menetapkan Peraturan Desa; menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; membina kehidupan masyarakat Desa; membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; mengembangkan sumber pendapatan Desa; mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; memanfaatkan teknologi tepat guna; mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemilihan Kepala Desa Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota. Lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa serentak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. [3] Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa (“Permendagri 112/2014”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa (“Permendagri 65/2017”) . Selanjutnya, Badan Permusyawaratan Desa membentuk panitia pemilihan Kepala Desa yang bersifat mandiri dan tidak memihak. Panitia tersebut terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa. [4] Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan : warga negara Republik Indonesia; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; berusia paling rendah 25 tahun pada saat mendaftar; bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dihapus; [5] tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara; tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun atau lebih, kecuali 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang; tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; berbadan sehat; tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 kali masa jabatan; dan syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah. Perlu dipahami bahwa Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa. [6] Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara terbanyak. Calon kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah ditetapkan sebagai calon kepala Desa terpilih. [7] Panitia pemilihan Kepala Desa menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Badan Permusyawaratan Desa (“BP Desa”) paling lama 7 hari setelah penetapan calon Kepala Desa terpilih. Selanjutnya BP Desa paling lama 7 hari setelah menerima laporan panitia pemilihan menyampaikan nama calon Kepala Desa terpilih kepada Bupati/Walikota. [8] Kemudian, Bupati/Walikota mengesahkan calon Kepala Desa terpilih menjadi Kepala Desa paling lama 30 hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari panitia pemilihan Kepala Desa dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota. Dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilihan Kepala Desa, Bupati/Walikota wajib menyelesaikan perselisihan dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan panitia pemilihan Kepala Desa. [9] Nantinya calon Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 hari setelah penerbitan keputusan Bupati/Walikota. [10] Masa jabatan Kepala Desa ialah selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa yang telah menjabat dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. [11] Adakah Usungan Partai Politik d alam Pemilu Kepala Desa? Untuk menjawab pertanyaan apakah pemilihan Kepala Desa harus diusung partai politik (“parpol”) atau tidak? Mari kita lihat dalam Angka 5 P enjelasan U mum UU 6/2014 berikut: Kepala Desa/Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai peran penting dalam kedudukannya sebagai kepanjangan tangan negara yang dekat dengan masyarakat dan sebagai pemimpin masyarakat. Dengan posisi yang demikian itu, prinsip pengaturan tentang Kepala Desa/Desa Adat adalah: sebutan Kepala Desa/Desa Adat disesuaikan dengan sebutan lokal; Kepala Desa/Desa Adat berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat; Kepala Desa dipilih secara demokratis dan langsung oleh masyarakat setempat, kecuali bagi Desa Adat dapat menggunakan mekanisme lokal; dan pencalonan Kepala Desa dalam pemilihan langsung tidak menggunakan basis partai politik sehingga Kepala Desa dilarang menjadi pengurus partai politik . Larangan menjadi pengurus partai politik secara tegas juga disebutkan dalam Pasal 29 huruf g UU 6/2014 . Sehingga menjawab pertanyaan Anda, pemilihan Kepala Desa tidak diusung oleh parpol. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa [1] Pasal 1 angka 2 UU 6/2014 [2] Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU 6/2014 [3] Pasal 31 UU 6/2014 [4] Pasal 32 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU 6/2014 [5] Anotasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XIII/2015 : Pasal 33 huruf g bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat. [6] Pasal 34 ayat (1) UU 6/2014 [7] Pasal 42 ayat (1) Permendagri 65/2017 [8] Pasal 37 ayat (3) dan ayat (4) UU 6/2014 [9] Pasal 37 ayat (5) dan ayat (6) UU 6/2014 [10] Pasal 38 ayat (1) UU 6/2014 [11] Pasal 39 UU 6/2014 partai hukumonline google kepala desa online tata negara hukum politik desa kades" }
{ "from": "human", "value": "Kakak saya menemukan beberapa chat mencurigakan di WhatsApp ada beberapa bukti screen capture telah dihapus suaminya. Setelah bertengkar, kakak saya keluar dari rumah. Tidak lama ada notifikasi bahwa suami install tinder dan ada beberapa chat ke beberapa wanita dan mengajak bertemu. Linimasa pun mengarah ke hotel dan diskotik atau club malam. Apakah bukti-bukti tersebut bisa digunakan untuk membuat laporan kepolisian sebagai tindakan perselingkuhan dan perzinahan?" }
{ "from": "gpt", "value": "Definisi “selingkuh” berdasarkan KBBI adalah menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong; menggelapkan uang; korup; menyeleweng.\n\nDisarikan dari Bisakah Selingkuhan Suami yang Mengirim Foto Bugil Dipidana?, perselingkuhan dapat menjadi pemicu retaknya rumah tangga, jika perselingkuhan telah mengarah ke perbuatan zina, maka suami/istri yang melakukan zina serta selingkuhannya dapat dilaporkan oleh pasangan sahnya ke polisi atas dasar perbuatan perzinaan.\nPidana Selingkuh dalam KUHP\n\nTerkait pidana selingkuh, KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026 mengatur secara khusus adanya sanksi hukum pidana suami selingkuh yang melakukan perzinaan dengan bunyi sebagai berikut." }
{ "from": "human", "value": "Apakah ciptaan yang melanggar UU lain (contoh UU Pornografi) bisa didaftarkan untuk mendapatkan Hak cipta? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaannya. Sebelum menjawab pertanyaan mengenai pendaftaran hak cipta, ada baiknya kita melihat dulu apa yang dimaksud sebagai Ciptaan menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC 2014”). Ciptaan, menurut Pasal 1 angka 3 UUHC 2014 , adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata . KLINIK TERKAIT Kedudukan Lembaga Manajemen Kolektif dalam UU Hak Cipta yang Baru 08 Okt 2014 Ini Hal Baru yang Diatur di UU Hak Cipta Pengganti UU No 19 Tahun 2002 17 Sep 2014 Ketika seseorang memiliki suatu karya dan melihat definisi ciptaan di atas, maka ia bisa saja mengkategorikan bahwa apa yang dihasilkannya adalah suatu ciptaan. Tetapi apakah ciptaannya tersebut memiliki hak cipta? Mari kita lihat definisi hak cipta. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan ( Pasal 1 angka 1 UUHC 2014 ). Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Terkait dengan karya cipta yang mengandung pornografi, ada kasus menarik di Amerika Serikat di mana banyak orang digugat oleh sebuah perusahaan industri film porno atas tuduhan mengunduh film-film porno mereka secara online tanpa izin. Perusahaan ini melakukan penelusuran atas alamat IP para pengunduh film-film mereka dan mengajukan gugatan atas pelanggaran hak cipta. Dalam hukum hak cipta Amerika Serikat memang masih belum secara tegas dinyatakan karya pornografi tidak termasuk karya cipta yang dilindungi oleh undang-undang hak cipta dengan alasan undang-undang hak cipta Amerika Serikat merumuskan “promote the progress of science and useful arts” (mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan seni yang bermanfaat) dan banyak orang memasukkan kategori “pornografi normal” sebagai “useful art” . Sebaliknya, ketentuan mengenai hal tersebut pulalah yang dipakai oleh sebagian orang untuk menentang karya cipta pornografi sebagai karya cipta yang memiliki perlindungan hak cipta. Beberapa orang yang terkena masalah terkait gugatan pelanggaran hak cipta film porno yang diunduh secara online tanpa izin ini meskipun tak merasa bersalah, berpikir untuk menyelesaikannya di luar pengadilan ketimbang membayar biaya lawyer yang mereka anggap jauh lebih mahal. Contoh kasus menarik lainnya adalah kasus yang ada di Taiwan. Pengadilan Hak Kekayaan Intelektual di Taiwan pada bulan April 2014 memutuskan bahwa video porno luar negeri berada di bawah perlindungan hak cipta di Taiwan dan menetapkan preseden untuk kasus-kasus jenis yang sama di masa yang akan datang. Produsen sah pornografi Jepang telah mengajukan tuntutan kepada 2 (dua) orang yang dianggap melakukan pelanggaran atas hak cipta mereka dan kedua orang tersebut harus menjalani hukuman penjara. Ini adalah sejarah baru bagi hukum kekayaan intelektual di negara ini sejak adanya Pengadilan Hak Kekayaan Intelektual sendiri yang terpisah dari pengadilan lain setelah selama bertahun-tahun Mahkamah Agung di negara ini menentang karya cipta pornografi sebagai karya cipta yang bisa mendapatkan perlindungan hak cipta. Sementara di Indonesia, mengenai pornografi diatur dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (“UU Pornografi”). Pasal 1 angka 1 UU Pornografi menyatakan: “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” Larangan dan pembatasan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi sebagai berikut: Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. kekerasan seksual; c. masturbasi atau onani; d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. alat kelamin; atau f. pornografi anak. Jika kita merujuk pada definisi hak cipta yang ada pada UUHC 2014, maka dari sisi timbulnya hak eksklusif saja, di mana hak tersebut timbul tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan yang artinya adalah bahwa hak eksklusif yang timbul dari hak cipta tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, termasuk dalam hal ini UU Pornografi, maka karya cipta yang mengandung unsur pornografi tidak mendapatkan perlindungan hak cipta. Jika secara hak eksklusif saja sudah tidak timbul, maka tentunya tidak ada yang dapat dicatatkan sebagai hak cipta. Sebagai tambahan informasi, dalam UUHC 2014, istilah PENDAFTARAN telah diubah menjadi PENCATATAN. Pencatatan ciptaan bukanlah syarat untuk mendapatkan hak cipta. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 64 ayat (2) UUHC 2014 sebagai berikut: “Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait.” Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta . hak cipta" }
{ "from": "human", "value": "Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, apakah crawler diperbolehkan?" }
{ "from": "gpt", "value": "Crawler adalah suatu program yang dipergunakan untuk mengindeks isi suatu situs. Dalam prakteknya, banyak pemilik situs atau webmaster mendaftarkan situsnya ke search engine seperti Google, Yahoo!, Webcrawler, HotBot, Alta Vista, Infoseek, dan Lycos. Search engine ini secara berkala akan mengakses situs terdaftar tersebut, kemudian menarik data ( data mining) teks html dalam situs itu untuk kemudian dilakukan pengindeksan atas isi situs. Di sini tentunya data situs yang diproteksi, misalnya harus dengan sistem login , tidak akan diakses oleh program crawler ini. Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Tujuan pengindeksan ini sesungguhnya adalah untuk memberi gambaran mengenai isi situs tersebut kepada orang yang melakukan pencarian melalui search engine . Contohnya, untuk hukumonline , karena banyak istilah hukum, UU, pasal, maka link ke situs hukumonline akan tampil saat dilakukan pencarian. Permasalahan hukum Indonesia yang berkaitan dengan crawler ini adalah hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya hak cipta dan merek. Hal ini dikarenakan, web page (halaman situs) merupakan suatu karya cipta yang dilindungi oleh hukum. Namun, dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang telah merevisi UU No 14 Tahun 1997 maupun dalam UU No.12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, tidak ada ketentuan yang secara spesifik menyebutkan masalah crawler ini. Namun dari telaah di atas, sebenarnya secara teknis pada saat program crawler ini mengakses situs yang telah mendaftar ke suatu search engine, data mining (penarikan teks dalam situs) yang dilakukan crawler , sebenarnya memenuhi perumusan ' perbanyakan' sebagaimana diatur pasal 1 angka 5 UU No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta. Setelah dilakukan indexing atas isi situs, maka pemuatan dalam hasil searching oleh search engine juga masuk ke dalam konsep pengumuman atas hak cipta. Perlu diketahui, perbanyakan dan pengumuman atas hak cipta merupakan hak eksklusif dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sehingga orang lain memerlukan izin untuk melakukan kedua hal tersebut. Sedangkan berkaitan dengan merek, ada kerawanan penggunaan merek secara tidak sah, misalnya karena teknik metatagging , sehingga indexing yang dilakukan menghasilkan suatu bentuk penunggangan atas merek tertentu atau merek terkenal. Tapi disini, tanggungjawabnya bukanlah terletak pada crawler itu, namun pada pihak yang melakukan metagging tersebut. Lalu apakah crawler ini melanggar hak cipta? Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan: Pada umumnya, crawler dari suatu search engine mengakses dan melakukan data mining atas situs yang terdaftar ( register ) di tempatnya. Ini berarti harus diperhatikan, apakah pendaftaran dilakukan oleh pihak yang berhak atas situs yang didaftarkan tersebut atau tidak. Namun sebenarnya untuk apa suatu situs dibuat jika memang tidak untuk diakses, yang salah satu caranya dengan publisitas melalui search engine. Bagaimana data hasil indexing yang ditampilkan oleh search engine . Tentunya, search engine hanya akan menampilkan indeks, atau dengan kata lain seperti daftar isi sebagaimana di halaman depan suatu buku ataupun indeks sebagaimana di bagian akhir suatu buku. Crawler secara umumnya, tidak akan menampilkan isi situs secara bulat-bulat sebagaimana proses copy-paste . Jadi, untuk menilai status hukum crawler , harus dilakukan secara kasuistis berdasarkan kondisi yang ada." }
{ "from": "human", "value": "Saya ingin menanyakan tentang aturan masa studi yang tercantum dalam Permendikbud 3/2020. Di dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa masa studi program sarjana paling lama tujuh tahun. Pertanyaannya, apakah masa studi tersebut sudah mencakup semester aktif dan semester cuti (tidak aktif)? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih atas pertanyaan Anda. Masa Studi Program Sarjana Merujuk pada Pasal 17 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (“Permendikbud 3/2020”) , masa dan beban belajar penyelenggaraan program pendidikan sarjana dan program diploma empat/sarjana terapan paling lama tujuh tahun akademik , dengan beban belajar mahasiswa minimal 144 sks. Perguruan tinggi dapat menetapkan masa penyelenggaraan program pendidikan kurang dari batas maksimum sebagaimana dimaksud di atas . [1] Lebih lanjut, pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan cara: [2] mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam program studi pada perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar; atau mengikuti proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) Permendikbud 3/2020. Perguruan tinggi wajib memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban belajar dalam proses pembelajaran dengan cara: [3] paling sedikit empat semester dan paling lama 11 semester merupakan pembelajaran di dalam program studi; satu semester atau setara dengan 20 sks merupakan pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama; dan paling lama dua semester atau setara dengan 40 sks merupakan: pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda; pembelajaran pada program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar perguruan tinggi. Aturan Cuti Akademik Dari ketentuan di atas, memang tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa masa cuti akademik diperhitungkan sebagai masa studi aktif atau tidak. Sepanjang penelusuran kami, perguruan-perguruan tinggi kemudian menerapkan kebijakan masing-masing terkait cuti akademik tersebut. Sebagai contoh, Aturan Akademik Universitas Gadjah Mada pada laman Direktorat Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada , mengatur sebagai berikut: Cuti akademik hanya diperbolehkan apabila mahasiswa sudah memiliki izin tertulis dari dekan atau rektor. Cuti akademik lebih dari dua tahun, baik berturut-turut maupun tidak, harus mengajukan surat permohonan cuti akademik kepada rektor dengan tembusan dekan. Masa cuti akademik tidak diperhitungkan sebagai masa aktif dalam kaitannya dengan batas waktu studi . Selama masa cuti akademik mahasiswa tidak perlu membayar SPP. Mahasiswa tidak diperkenankan mengambil cuti akademik sebelum evaluasi empat semester pertama. Apabila ada alasan tertentu (misal: hamil/melahirkan, sakit dan harus dirawat di rumah sakit) dan hal tersebut mendapatkan persetujuan rektor, dapat diberi izin cuti akademik. Namun masa cutinya tetap akan diperhitungkan sebagai masa studi aktif dan dipakai sebagai dasar perhitungan dalam evaluasi. Masih dari sumber yang sama, evaluasi akhir akan diberlakukan pada akhir batas masa studi, yaitu pada semester ke-14 atau setelah tujuh tahun masa studi. Sedangkan, masa belajar di Universitas Sebelas Maret menurut Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor 582/UN27/HK/2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan Program Sarjana (“Peraturan Rektor 582/2016”) , untuk program sarjana selama lima tahun atau 10 semester. Perpanjangan studi dapat dilakukan untuk satu semester, maksimal empat kali. [4] Menurut perhitungan kami, masa studi maksimal di Universitas Sebelas Maret adalah tujuh tahun dengan jumlah 14 semester. Pada akhir tahun ketujuh (semester 14), keberhasilan studi mahasiswa dinilai untuk menentukan penyelesaian atau pemberhentian studi ( drop out ). [5] Universitas Sebelas Maret kemudian mengenal adanya mahasiswa selang studi , yaitu mahasiswa yang berhenti mengikuti kegiatan akademik sebelum studinya selesai, kemudian kembali mengikuti kegiatan akademik dengan seizin rektor atas usul dekan. [6] Waktu selang studi tidak dihitung sebagai masa studi . Selang studi hanya dapat diberikan maksimal selama dua kali, masing-masing satu semester dan tidak dalam semester berturut-turut. [7] Dengan demikian, umumnya cuti akademik tidak dihitung sebagai masa studi aktif karena mahasiswa yang bersangkutan tidak aktif di perkuliahan untuk sementara waktu. Untuk mendapatkan informasi yang lebih detail, kami sarankan Anda untuk menelusuri peraturan akademik perguruan tinggi Anda. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi . Referensi: Aturan Akademik Universitas Gadjah Mada , diakses pada Selasa, 26 Mei 2020, pukul 11.00 WIB; Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor 582/UN27/HK/2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan Program Sarjana , diakses pada Selasa, 26 Mei 2020 pukul 11.20 WIB. [1] Pasal 17 ayat (3) Permendikbud 3/2020 [2] Pasal 18 ayat (1) Permendikbud 3/2020 [3] Pasal 18 ayat (2) dan (3) Permendikbud 3/2020 [4] Pasal 10 ayat (1) dan (3) jo. Pasal 28 ayat (3) dan (4) Peraturan Rektor 582/2016 [5] Pasal 10 ayat (7) Peraturan Rektor 582/2016 [6] Pasal 29 ayat (1) Peraturan Rektor 582/2016 [7] Pasal 29 ayat (2) Peraturan Rektor 582/2016 kampus hukumonline google kuliah pendidikan dan kebudayaan" }
{ "from": "human", "value": "Saya baru bekerja. Di kantor saya, setiap cuti bersama secara otomatis memotong cuti tahunan saya. Apakah cuti bersama memotong cuti tahunan? Adakah peraturannya? Mohon penjelasannya." }
{ "from": "gpt", "value": "Perlu kami informasikan, bahwa peraturan perundang-undangan mengatur ketentuan bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti. Adapun pemberian waktu istirahat dan cuti paling sedikit meliputi istirahat antara jam kerja, paling sedikit 30 menit untuk 4 jam kerja; istirahat mingguan sebanyak satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu; dan cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.[1]\nBerdasarkan ketentuan tersebut, pengusaha wajib memberikan waktu cuti tahunan kepada pekerja sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja itu bekerja selama 12 bulan (satu tahun) secara terus menerus.\n\nDengan demikian, menurut peraturan perundang-undangan, cuti tahunan Anda adalah 12 hari kerja dalam satu tahun, dan bukan 10 hari kerja.\nMenjawab pertanyaan Anda selanjutnya, apakah cuti bersama mengurangi cuti tahunan, singkatnya benar. Cuti bersama mengurangi cuti tahunan.\n\nSebelumnya, perlu kami jelaskan bahwa pelaksanaan cuti bersama 2024 pada sektor swasta mengacu pada SE Menaker 3/2022. Adapun ketentuan SE Menaker 3/2022 yaitu mengatur sejumlah hal sebagai berikut:\n\nCuti bersama merupakan bagian dari cuti tahunan.Pelaksanaan cuti bersama bersifat fakultatif atau pilihan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan operasional perusahaan.Pekerja/buruh yang melaksanakan cuti pada hari cuti bersama, hak cuti yang diambilnya mengurangi hak atas cuti tahunan pekerja/buruh yang bersangkutan.Pekerja/buruh yang bekerja pada hari cuti bersama, hak cuti tahunannya tidak berkurang dan kepadanya dibayarkan upah seperti hari kerja biasa.\n\nHal ini juga ditegaskan dalam Diktum Keempat SKB No. 855, 3, 4, Tahun 2023 yang menyatakan bahwa pelaksanaan cuti bersama mengurangi hak cuti tahunan pegawai/karyawan/pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku pada setiap unit kerja/satuan organisasi/lembaga/perusahaan.\nJumlah Pengurangan Cuti Tahunan karena Cuti Bersama Tahun 2024\n\nTerkait cuti bersama di 2024, berdasarkan LampiranSKB No. 236, 1, 2, Tahun 2024 jumlah dan jadwal cuti bersama tahun 2024 adalah 10 hari, dengan rincian:\n\n9 Februari: Tahun Baru Imlek 2574 Kongzili;12 Maret: Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1945);8 April: Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah;9 April: Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah;12 April: Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah;15 April: Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah;10 Mei: Kenaikan Yesus Kristus;24 Mei: Hari Raya Waisak 2568 BE;18 Juni: Hari Raya Iduladha 1445 Hijriah;26 Desember: Kelahiran Yesus Kristus;\n\nMengacu pada SKB tersebut serta ketentuan cuti sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja, jumlah cuti bersama yang akan memotong cuti tahunan Anda selama 2024 ini adalah 10 hari, kecuali jika diatur lain oleh perusahaan tempat Anda bekerja, misalnya terdapat cuti bersama tertentu yang tidak memotong cuti tahunan.\n\nPerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.\nDemikian jawaban dari kami terkait cuti bersama yang memotong cuti tahunan sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.\nDASAR HUKUM:\n1. [Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/13146/undangundang-nomor-13-tahun-2003/document?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=UU_Ketenagakerjaan)\n2. [Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt63b23fc23cfe4/peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-nomor-2-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=perppu_2_2022)\n3. [Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt6427eaaee8a1f/undang-undang-nomor-6-tahun-2023?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=uu_6_2023)\n4. [Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/IV/2022 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Cuti Bersama Pada Perusahaan](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt625e3df5e89d4/surat-edaran-menteri-ketenagakerjaan-nomor-m3hk.04iv2022-tahun-2022?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=se_menaker_3_2022)\n5. [Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 855 Tahun 2023, Nomor 3 Tahun 2023, Nomor 4 Tahun 2023 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt650016f646af5/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=skb_cuti_bersama_2024)\n6. [Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 236, 1, 2 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 855 Tahun 2023, Nomor 3 Tahun 2023, Nomor 4 Tahun 2023 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024](Data Kepolisian /pusatdata/detail/lt65dff2fba8abe/keputusan-bersama-menteri-agama--menteri-ketenagakerjaan--dan-menteri-pendayagunaan-aparatur-negara-dan-reformasi-birokrasi-nomor-236--1--2-tahun-2024/document/?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=skb_cuti_bersama_2024_2)\n[1] Pasal 81 angka 25 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan" }
{ "from": "human", "value": "Perusahaan kami memperbolehkan cuti haid, asal disertai surat dokter. Yang kami ketahui pada UU No. 13/2003 Pasal 81 (1) cuti haid diberitahukan kepada pengusaha (dalam hal ini atasan karyawan). Dan pada PKB kami telah diatur, bahwa cuti haid diberikan sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. Kalau SDM tetap ngotot kami harus ke dokter dulu, apakah ini tidak menyalahi UU? Sebab peraturan perusahaan ini sangat menyulitkan karyawan perempuan. Mohon jawaban, terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Terima kasih untuk pertanyaan Anda. Pengaturan mengenai cuti haid dapat kita jumpai dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“ UUK”) yang menyebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. KLINIK TERKAIT Aturan Cuti Haid, Cuti Melahirkan, dan Cuti Keguguran 11 Jul 2024 Apakah Cuti Bersama Memotong Cuti Tahunan? 05 Apr 2024 Apakah Karyawan yang Cuti Melahirkan Tetap Dapat THR? 04 Apr 2024 Adakah Hak Cuti Tahunan untuk Pekerja Part Time? 25 Mar 2024 Selanjutnya, Pasal 81 ayat (2) UUK mengatur bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama . Pengusaha juga wajib membayar upah apabila pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan [lihat Pasal 93 ayat (2) huruf b UUK ]. Dari pengaturan di atas dapat kita ketahui bahwa UUK tidak mengatur bagaimana bentuk pemberitahuan kepada pengusaha yang dimaksud, termasuk juga mengenai wajib atau tidaknya pekerja wanita yang sedang dalam masa haid untuk memberitahukan kepada pengusaha dengan surat dokter. Adapun ketentuan mengenai bentuk pelaksanaan pemberitahuan kepada pengusaha itu diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (“PKB”). Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Anda mengatakan bahwa dalam PKB telah diatur bahwa cuti haid diberikan sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. Jika memang yang diatur dalam PKB sama dengan UU Ketenagakerjaan, yakni hanya sebatas pemberitahuan kepada pengusaha jika pekerja/buruh perempuan sedang dalam masa haid merasakan sakit (pemberitahuan dalam bentuk apapun), maka pengusaha tidak dibenarkan untuk mewajibkan pekerja/buruh perempuan menyertai setiap cuti haid dengan surat dokter. Sebagai referensi, kami akan memberikan contoh PKB yang di dalamnya mengatur mengenai cuti haid dan kewajiban pekerjanya untuk memberikan surat dokter yang kami akses dari laman blog Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi, dan Umum KSPI . Dalam Pasal 25 PKB tersebut dikatakan bahwa pekerja perempuan dibebaskan dari kewajiban bekerja pada hari pertama dan ke dua waktu haid dan tetap mendapat upah penuh dengan ketentuan: 1. Pekerja wajib memberitahukan kepada Perusahaan pada hari pertama haid. 2. Apabila ada kelainan haid pada saat bekerja, maka pekerja wajib memberitahukan pada atasannya. 3. Apabila terjadi kelainan haid lebih dari 2 (dua) hari berturut-turut harus didukung oleh surat keterangan Dokter. 4. Cuti haid tidak mengurangi hak cuti tahunan. Berdasarkan contoh di atas bisa kita ketahui bahwa pemberitahuan tidak wajib disertai surat keterangan dokter (dalam hal haid di hari pertama dan ke dua). Akan tetapi, apabila ada kelainan haid lebih dari dua hari berturut-turut, maka pemberitahuannya harus disertai dengan surat dokter. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa bisa saja perusahaan memberlakukan ketentuan mengenai kewajiban menyertakan surat dokter terkait pemberitahuan cuti haid. Namun, apabila Anda dan pekerja perempuan lainnya keberatan dengan pengaturan dalam perusahaan tersebut, Anda bisa menyelesaikannya secara kekeluargaan, yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit. Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Penjelasan lebih lanjut mengenai pilihan upaya yang dapat ditempuh oleh pekerja jika terjadi perselisihan dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Referensi: http://spkepbanten.wordpress.com/contoh-pkb-perjanjian-kerja-bersama/ , diakses pada 24 Maret 2014 pukul 16.50 WIB cuti" }
{ "from": "human", "value": "Saya ingin mengeluhkan hak cuti tahunan di kantor saya bekerja. Saya melahirkan pada bulan Januari 2023 dan kembali bekerja pada bulan Maret 2023. Atasan saya tidak memberikan hak cuti tahunan seperti biasanya. Dia mengatakan jatah cuti tahunan saya sudah habis dan akan ada lagi pada tahun depan. Jadi saya dianggap harus bekerja selama 12 bulan berturut-turut dulu baru dapat hak cuti. Cuti melahirkan apakah mengurangi cuti tahunan? Mohon pencerahannya. Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Sebelum membahas mengenai cuti istri melahirkan apakah mengurangi cuti tahunan? Perlu dipahami berdasarkan Pasal 81 angka 25 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (1) s.d. (5) UU Ketenagakerjaan bahwa pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja, yang meliputi:\n\nistirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;istirahat mingguan, 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu;[1]cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus; danistirahat panjang dapat diberikan perusahaan tertentu yang pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.\n\nAdapun mengenai cuti besar atau istirahat panjang dapat dibaca dalam artikel Aturan Cuti Besar bagi Pekerja.\nApakah Cuti Melahirkan Mengurangi Cuti Tahunan?\n\nSebelumnya kami mengasumsikan Anda telah dapat menggunakan hak cuti tahunan karena telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. Kemudian, Anda menggunakan hak cuti melahirkan 3 bulan dari Januari hingga Maret 2023.\n\nBerapa lama aturan cuti melahirkan? Menjawab cuti melahirkan berapa lama, peraturan cuti melahirkan diatur dalam Pasal 82 UU Ketenagakerjaan, yang menerangkan bahwa pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Jadi, totalnya lama aturan cuti melahirkan adalah selama 3 bulan.\n\nLamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.[2]\n\nMeskipun tidak disebutkan secara eksplisit cuti melahirkan apakah mengurangi cuti tahunan, pada praktiknya di Indonesia pekerja yang menggunakan cuti melahirkan tetap mendapatkan cuti tahunan. Sebab, baik yang menggunakan cuti tahunan dan cuti melahirkan pada dasarnya berhak atas upah penuh dari perusahaan.[3]\n\nMeski pelaksanaan cuti tahunan diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama,[4] namun pembuatan ketentuan lebih lanjut tentu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]\n\nSehingga apabila perusahaan Anda menyatakan cuti melahirkan mengurangi cuti tahunan, sehingga hak cuti tahunan Anda hangus karena telah cuti melahirkan 3 bulan, berarti perusahaan Anda telah melanggar hak pekerja dan bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.\n\nOleh karena itu, Anda tetap berhak mendapatkan hak cuti tahunan atau dengan kata lain cuti melahirkan tidak mengurangi cuti tahunan.\nSanksi Perusahaan yang Tidak Memberikan Cuti Tahunan\nPerusahaan yang melarang pekerja untuk mengambil hak cuti tahunan karena telah menggunakan cuti melahirkan 3 bulan dapat dikenakan sanksi. Apa sanksi jika cuti melahirkan mengurangi cuti tahunan?\n\nPasal 81 angka 68 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memberikan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp100 juta. Tindakan perusahaan yang melanggar hak cuti tahunan Anda merupakan tindak pidana pelanggaran.[6]\n\nSelain itu, lewat jalur penyelesaian UU 2/2004, Anda dapat menempuh penyelesaian perselisihan hak karena tidak dipenuhinya hak akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[7]\n\nBaca juga: 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial\n\nDemikian jawaban dari kami terkait peraturan cuti melahirkan sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.\nDasar Hukum:Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.\n\n[1] Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja[2] Penjelasan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)[3] Pasal 81 angka 26 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 84 UU Ketenagakerjaan[4] Pasal 81 angka 25 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 79 ayat (4) UU Ketenagakerjaan[5] Pasal 52 ayat (1) huruf d, Pasal 111 ayat (2), Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan[6] Pasal 81 angka 68 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 187 ayat (2) UU Ketenagakerjaan[7] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial" }
{ "from": "human", "value": "Seorang pegawai swasta lama wanita yang melahirkan dan telah mendapatkan jatah cuti melahirkan selama 3 bulan, apakah masih mendapatkan haknya untuk cuti tahunan pada tahun yang sama dengan cuti melahirkannya? Undang-undang/peraturan pemerintah mana yang menyatakan hubungan antara cuti melahirkan dan cuti tahunan tersebut? Terima kasih." }
{ "from": "gpt", "value": "Pengaturan tentang cuti atau istirahat bagi pekerja yang melahirkan diatur dalam Pasal 82 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), yang menyatakan bahwa p ekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan . KLINIK TERKAIT Bisakah Karyawan Dipecat karena Hamil di Luar Nikah? 17 Jul 2024 Adakah Hak Cuti Tahunan untuk Pekerja Part Time? 25 Mar 2024 Kapan Hak Cuti Tahunan Bisa Digunakan? 11 Jan 2024 Hukumnya Larang Karyawan Nikah Selama Masa Kontrak 04 Jan 2024 Sedangkan , pengaturan tentang cuti tahunan diatur dalam Pasal 79 ayat (2) huruf c UUK yang menyatakan bahwa s etiap pekerja berhak atas cuti tahunan sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus . Bila melihat ketentuan dalam UUK, tidak disebutkan bahwa pemberian hak istirahat melahirkan mengurangi jatah atas cuti tahunan. Masa istirahat melahirkan diatur dalam p asal yang berbeda dengan cuti tahunan , serta hanya diberikan kepada pekerja/buruh perempuan saja. Hak untuk istirahat melahirkan tidak mengurangi hak atas cuti tahunan karena sudah menjadi kodrat dari pekerja/buruh perempuan untuk melahirkan. Bahkan dalam penjelasan Pasal 82 ayat (1) UUK disebutkan, lamanya istirahat melahirkan ini dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum : Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya Terjangkau Mulai Dari Rp. 149.000 Lihat Semua Kelas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ." }